"Gimana kondisi saya dok? Gak ada penyakit yang serius kan?"
"Alhamdulillah gak ada kok. Tensi darah kamu cuma sedikit rendah aja, terus kamu juga kecapean dan agak stress." Jawab dokter sambil melepas selang infsu dari tangan Adisha.
"Kata temen saya tadi saya mimisan dok. Itu gapapa kan? Saya gak harus di rawat kan?"
Dokter berjilbab instant itu tersenyum lebar. "Nggak kok, tenang aja. Sekarang juga kamu sudah boleh pulang."
"Alhamdulillah, kirain saya bakalan kenalan sama jarum infus dan kawan-kawannya lebih lama lagi." Adisha mengucap Hamdallah karena merasa lega setelah dokter selesai memeriksa kondisinya dan juga melepas selang infus dari tangannya yang langsung di balut plester.
"Saya sudah buatkan kamu resep obat penambahan darah dan juga vitamin. Kamu bisa tebus di bagian administrasi ya."
"Baik dokter."
"Ya sudah, kalau begitu saya keluar dulu ya. Masih ada pasien yang harus di kontrol. Kamu pulangnya hati-hati, kesehatannya di jaga, dan kurangi stress. Semoga lekas pulih." Cicit dokter itu di iringi senyuman ramah.
Adisha membalas senyuman itu. "Siap Bu dokter." Jawabnya lantang.
Usai kepergian dokter tadi. Ujang dan Wildan masuk secara beriringan ke dalam ruangan.
"Curut, gimana kata dokter? Lo gak penyakitan kan?"
"Alhamdulillah baik-baik aja Jang. Maaf ya udah ngerepotin kamu."
Ujang membuang nafas lega mendapati kabar tersebut.
"Sekarang lo mau langsung pulang?"
Adisha mengangguk, "Iya Jang, sama dokternya juga udah di bolehin pulang kok. Kamu bisa kan temenin aku pulang naik angkot?"
"Bis-"
"Apa fungsinya saya disini, kalau kalian pulangnya mau naik angkot?" Tegur Wildan.
Adisha dan Ujang saling melempar pandang satu sama lain. Jujur saja, Adisha masih sangat malas kalau harus berurusan dengan Wildan. Sedangkan Ujang, sejak insiden baku hantam yang Wildan dan Tama lakukan tadi. Dan sejak ia mendengar kata-kata pedas yang keluar dari mulut Wildan, respect terhadap laki-laki itu jadi hilang begitu saja.
"Saya gak mau ngerepotin Pak Wildan. Lagian jarak dari sini ke rumah juga gak jauh kok."
Wildan menengok jam di pergelangan tangannya. "Udah mau Magrib, pulang sama saya aja kalau kalian gak mau kemaleman sampai ke rumah. Lagi pula di daerah sini gak ada angkutan umum."
"Makasih buat tawarannya Pak. Tapi maaf, kayaknya lebih baik kita pulang berdua aja." Tolak Adisha.
"Kamu baru aja sembuh, harus banyak istirahat. Saya disini buat jagain kamu, bisa gak kamu nurut sama saya?" Protes Wildan.
"Saya gak pernah minta Pak Wildan buat jagain saya. Lagi pula saya udah gapapa kok."
Wildan membuang nafas kasar. Rasa kesal mulai merayap di dalam ruang lingkup hatinya.
"Ayo Ujang, kita pergi dari sini." Tanpa menunggu persetujuan. Adisha langsung pergi begitu saja.
"Maaf ya Pak, saya duluan." Pamit Ujang yang langsung mengejar langkah Adisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Kisah ✔
Romansa[Spin-off : Jazira] "Mencintai sebelah pihak itu sama saja seperti menggenggam pecahan kaca, semakin erat dalam genggaman maka semakin sakit pula rasa yang akan di dapatkan." Kalimat itu mampu mendeskripsikan perasaan Adisha dalam mencintai seorang...