Ke-45

278 17 2
                                        

Pov Altair

Permasalahan dengan hari yang begitu panjang. Semuanya sudah memiliki titik terang memang bukan dia pelakunya.

Namun setelah semua terungkap dia terlihat murung. Berinisiatif meminjamkan motorku.

" Adhara ini kalau mau keluar pakai aja motor ku " mungkin dengan ini terhibur.

Lalu dia memandangku.

" Kenapa kamu selalu baik dengan saya. Cukup sampai sini saja, kamu tak perlu baik denganku" Adhara.

" Saya... ".

" Pikirkan baik-baik tentang nasibmu saja. Lebih baik kamu menceraikan saya, saya tidak mau membuat mu malu karna saya ".

Membalikkan badan, saat dia mau membuka pintu kamarnya memberanikan diri memeluknya dari belakang.

" Saya mencintaimu " ucapku sembari menutup mata.

Untuk pertama kalinya mengucapkan kata cinta yang selama ini memendam perasaan. Memeluknya dengan erat, hingga dia melepaskan pelukanku.

" Adhara, maaf...maaf " ucapku.

Pov Adhara

Pertama kali merasakan sebuah pelukan yang hangat. Apa aku sudah merasakan cintanya. Laki-laki yang aku benci dan dia orang pertama yang menyatakan cinta kepadaku.

Apa yang harus aku perbuat. Berusaha selalu menghindar tapi dia pun berusaha selalu mendekat kepadaku.

Menangis di dalam kamar, mendengar permhonan maaf dari nya.

" Adhara maaf...maaf " ucapnya.

Suara beratnya yang begitu panik sambil mengetuk pintu.

Memejamkan mata berusaha menganggap pelukannya hanya sebuah mimpi.

Tengah hari terbangun, badan terasa lemas, kepala sangat pusing dan berat serta melihat sekeliling berputar sangat cepat.

Badanku pun terjatuh membuat foto pernikahan kami terjatuh.

" Adhara " Altair begitu kaget melihat kondisiku.

Altair menggendongku ke kamar sembari mengecek suhu tubuh. Cemas dan khawatir.

" Aduh demamnya tinggi" ucapnya.

Mondar-mandir mengambil kompresan serta membantuku untuk meminum obat.

" Adhara bangun dulu, ini obatnya ".

Setelah minum obat langsung tidur.

Adzan subuh pun berkumandang, melihat dia sholat di kamar ku tak biasanya dia sholat di rumah. Dia selalu sholat di masjid.

" Kamu sudah bangun " tanya Altair yang begitu perhatian.

Mengangguk. Memberi air dan menanyakan apa mau di antar mengambil air wudhu. Kebetulan saat ini sedang Haid.

" Ya sudah kamu tidur lagi, saya mau persiapan binsik ya gak lama kok. Nanti saya bawakan bubur ".

Badan masih terasa sangat lemas dan menggigil.

Pov Altair

Tak konsen dan selalu memikirkan Adhara. Untungnya hari ini minggu jadi hanya kegiatan rutin minggu pagi saja. Semua anggota dan keluarga anggota disini melaksanakan senam pagi.

" Om Altair mana tante Adhara kok gak ada ? " tanya baim.

" Tante Adhara lagi sakit jadi gak bisa ikut olahraga pagi baim " ucapku

Mendengar itu mbak Evi, mbak Sita dan beberapa ibu persit lainnya menanyakan prihal kondisi Adhara.

" Loh kok gak bilang mas, terus mbak Adhara giamana ? ".

" Masih belum membaik bu tapi saya sudah suruh istirahat ".

Mereka ini tergolong dekat dengan Adhara. Terlihat ada beberapa ibu persit lainnya yang tak menyukai Adhara karana dulu aku sempat di jodohkan oleh anak atau keponakan meraka namun selalu menolak.

" Ah paling cuma cari perhatian aja " ucap seorang yang tak menyukai Adhara.

Setelah selesai olahraga pagi membelikannya bubur didepan. Sesampainya dirumah terlihat ada beberapa sepatu anak kecil ada di teras rumah.

" Tante cepat sembuh ya " ucap Baim.

" Ya tante nanti kalau sembuh bisa ikutan olahraga bareng " ucap Nela.

Mereka semua sangat dekat dengan Adhara, hampir setiap pulang sekolah selalu ke rumah.

" Tante dimakan dong buburnya ini kita yang beli loh ".

" Ya tante makan ya. Baim, Nela, Kenta, Aris, Ajeng sudah makan ? " Tanya Adhara.

" Sudah kok tante. Tante kita pergi dulu ya tadi belum bilang sama mama kalau kesini takut di cariin ".

" Ok, hati-hati ya ".

Keberadaan anak-anak ini membuatku senang karna bisa melihat senyum Adhara.

" Udah pulang " tanyanya.

" Sudah ".

Melihat bungkusan yang aku bawa.

" Itu bubur ya " tanyanya.

" Biar saya yang makan itu kamu makan yang di kasih anak-anak ".

Dia pun mengambil bungkusan yang ada ditanganku. Menjadikan satu dengan yang anak-anak tadi berikan.

" Sayang nanti mubazir ".

" Hah " ucapku.

Apa aku salah dengar ya.

" Jangan artikan yang tidak-tadak. Saya gak ada tenaga buat berdebat " ucapnya.

Setelah makan, dia pergi ke kamar mandi. Aku pun mengecek motor yang mati tiba-tiba.

" Aduh ini motor kenapa ya ".

Melihatku yang kebingungan lalu menghampiri. Menanyakan masalah motor.

" Gak tau sudah saya cek tapi tetap mati".

" Minggir biar coba saya cek ".

" Emang bisa ? ".

" Saya pernah jadi pembalap masalah kayak gini kecil bagi saya ".

Melihatnya mengotak atik mesin motor terlihat sangat terampil. Motor pun akhirnya menyala, dia menjelaskan secara detail terkait penyebab motorku yang mati.

" Emang hebat sahabatku ini " ucap Niken.

Komandan, ibu serta Niken ternyata sudah dari tadi berada di depan gerbang.

" Silahkan masuk komandan " tawarku.

Niken pun menanyakan kondisi Adhara sekaligus mengeceknya.

" Santai aja, cuma gak enak badan besok sudah sembuh kok. Mungkin imun lagi gak bagus aja " Ucap Adhara.

" Siap bu dokter " ucap Niken.

" Apaan sih Niken kamu baru dokter lah aku mah apa ".

" Mbak Adhara ya ibu persit " ucap ibu Komandan.

Kami saling berbincang-bincang begitu banyak yang perhatian kepada Adhara. Senang melihatnya sudah tak menahan lagi untuk tersenyum.

Assalamualaikum
Tunggu kisah selanjutnya ya...
Jangan lupa vote, komen, dan share

Penyatuan Takdir TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang