Ke-62

241 19 1
                                        

Di pagi hari yang masih diselimuti embun yang dingin.

" Adhara mau kenama ? ".

" Mau ke pasar, di dapur udah pada kosong ".

" Ok aku antar ya ".

" Loh gak ada apel ? ".

" Enggak kok ".

Kami pun pergi ke pasar. Ke adaan pasar yang begitu ramai. Penjaga parkir sampai mantan anak buah di pasar,p memberikan hormat.

" Bos, mari saya antar ".

" Hadeh gimana aku mau lupa kayak gini " gumamku.

Melihat aku yang sedang ngambul kecil membuat Altair tertawa.

" Eh kamu siapa, beraninya mentertawai bos saya " ucap dia.

" He...he dia suamiku, awas aja ada yang gak hormat sama dia " ucapku.

Altair memanfaatkan itu, dia ikut mengejek.

" He..he dia istriku, awas galak loh " sambil tertawa.

Mataku pun meliriknya, mengerutkan wajah dan mengembungkan pipi. Altair langsung minta maaf. Membeli bahan-bahan, bawang, cabe, tomat, sayuran, ayam, ikan, daging, dll.

" Sini biar aku bawa " ucap Altair.

" Biar saya aja yang bawa " anak buah.

Mereka berdua saling berebut.

" Diki, balik sana. Biar Altair aja " ucapku.

Menyusuri ramainya pasar, para pedagang menyapaku dan melihat Altair.

" Bos " sapa para pedagang.

Hanya senyum dan mengangkat alis. Jiwaku masih saja seperti dulu.

" Eh ganteng kali ya " ucap cewek-cewek di pasar.

Kehadiranku sekarang biasa saja sepertinya banyak orang disini memuji ketampanan dan kegagahan Altair, sampai-sampai banyak ibu-ibu menggodanya.

" Ih ganteng banget masnya, udah punya pacar ? ".

" Ganteng dan gagah, kerja apa mas. Anak saya perawat mau gak saya kenali".

Perasaan Altair udah pakai cincin masih aja di anggap belum menikah. Heran aku kok bisa gitu.

" Khemm..khemm " batuk sebagai kode.

" Mari bu, makasi atas tawarannya. Hehehe saya udah punga istri. Satu udah cukup " sambil menyengir.

Setelah selesai belanja, aku dan Emir makan di tempat favoritku dulu.

" Mbah ".

" Bos Naga, lama gak kesini. Kemana aja, mbah kangen ".

" Ya mbah, Adhara juga kangen. Mbah jangan panggil lagi dengan Naga ya. Mbah sehat ? ".

" Oh, namanya bos Naga bagus ya. Alhamdulillah sehat, Ririn..ririn " sambil memanggil Ririn.

Ririn ini kalau dibilang kayak adik angkatku. Orang tuanya sebenarnya masih ada tapi bercerai dan dia akhirnya tinggal bersama neneknya.

" Kak Naga, apa kabar ? " peluk Ririn.

" Baik Ririn, panggil aja Adhara. Gimana kabarmu, kuliahnya lancar kan ? " mengelus rambut ririn.

" Baik kak, nama kakak Adahra toh, bagus namanya. Kuliah lancar aja kak, makasi kak waktu itu bantu ririn ".

" Yang penting belajar yang rajin, kalau ada apa-apa soal biaya jangan malu bilang ke kakak. Kakak kan kakakmu, pokoknya belajar yang rajin sampai selesai sarjananya ".

" Ya kak makasi ".

Nenek terlihat bertanya-tanya seseorang di sampingku.

" Kenapa mbah ? " tanyaku.

" Enggak, tumben aja di pasar ada yang bening. Masnya ganteng sekali ".

" Astaghfirllah, mbah nih ya tau aja yang bening-bening gini " menggelengkan kepala.

" Maklum lah, biasanya paling bening kan cuma mbak bos Naga aja. Eh salah mbak Adhara. Emang masnya siapa ".

" Saya Altair nenek, suami Adhara ".

" Hah, yang betul ? " kaget nenek.

" Kapan nikah kak ? " kaget ririn.

" Udah lama, hampir satu tahun. Cuma baru aja aku kenalin ke kalian " ucapku.

Mengetauhi itu, Altair di hidangkan banyak sekali makanan hingga piringnya seperti gunung. Ririn pun terus menawarkan Altair minum dan jajan buatannya.

" Sudah nenek dan dek Ririn ini banyak sekali ".

" Gak papa mas. Mas kan sekarang jadi kakaknya Ririn anggap aja upacara penyambutan ".

Aku hanya tertawa melihat Altair yang sudah mulai kekenyangan. Setelah selesai, kami pun pulang.

" Adhara ngantuk dah aku ini ".

" Ya udah, ganti baju dulu sana terus tidur aja. Kan jugaan libur " ucapku.

" Ok...ok ".

Suasana rumah sepi, mengintip dari luar kamar Altair tertidur pulas. Memang beberapa hari ini juga Altair sering pulang malam dan banyak tugas kantor. Berinisiatif membuatkannya smoties, semoga Altair suka.

Semakin hari keadaan kami membaik, saling terbuka satu sama lain.

" Adhara...adhara...adhara" panggil Altair.

Entah semakin hari yang keadaan membaik ini aku sering melihat sifat Altair yang berbalik dari seorang tentara.

Setiap pulang selalu bawa bunga, camilan, dan sekali aku gak ada dirumah selalu heboh mencariku.

" Aduh, Om Altair. Mbak Adhara gak kemana-mana kok lagi ngobrol aja sama kita sudah heboh kayak ada pendadakan " Mbak Mega.

" Kayak mau ngumumin perang aja " goda mbak Rani.

" Hehehe takut hilang lagi bu " ucapnya.

Assalamualaikum semuanya, semoga selalu sehat selalu. Maaf banget buat para pembaca kalau menunggu, keadaan minggu lalu benar-benar padat dan persiapan ujian membuat Author gak bisa upload.

Jangan lupa like, komen dan share. Terima Kasih.

Penyatuan Takdir TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang