Ke-16

262 15 0
                                    

Ibu merupakan hal segalanya, melindungi memberi kasih sayang tanpa meminta imbalan sedikitpun. Ayah sosok yang tangguh malaupun terluka tetap bertahan bila dihadapan anaknya.

Ketika kegelapan menghampiri Adhara hanya dendam pada pikirkan hingga mengabaikan semua orang. Sahabat memang teman sejati, hidup sekeras apapun untuk menghindar darinya sekeras itu juga dia ada dalam hidup Adhara.

Mengorbankan semua yang indah demi dendam hal terbodoh dalam hidup, kini tinggal kenangan membuat dendam pun semakin besar hingga menutupi semuanya.

" Adhara ayo makan dulu " rayu ibu Adhara.

Walau mulut masih terasa sakit tapi kini waktunya menebus kesalahan tanpa sedikitpun menolak. Adhara sudah sadar dan selamat dari masa kritis tapi belum berbicara.

" Adhara nih aku bawain buah kesukaan mu dimakan ya " Niken.

Mereka terus mengajak Adhara berbicara melihatkan kegembiraan dengan melupakan semua yang telah diperbuat. Berjanji kini tak ada lagi kesedihan.

Pov Altair

Di batalyon

" Nak jangan lupa nanti datang kerumah sakit " tulis pesan dari ibu.

Sesampainya dirumah sakit
" Assalamualaikum bu, pak " salamku.

" Waalaikumsalam nak ".

" Maaf ya bu, pak baru bisa nemuin sekarang terus bapak sama ibu tinggal dimana ? ".

" Ya nak mungkin beberapa bulan ini bapak dan ibu tinggal dirumah pamanmu ".

" Nak ayo kita jenguk anaknya Ustadz Ferri. Kasihan dia nak tapi alhamdulillah dia sudah sadar ".

Orang tua belum mengetauhi kalau aku sudah mengenal Adhara walau mengenal sifat yang kejam dan bruntal.

Terlihat lemah seperti waktu itu diam tak membalas salam yang kami berikan dari pintu samping seorang laki-laki yang merupakan sepupunya.

" Waalaikumsalam mari pak, bu dan mas silahkan duduk maaf tadi saya masih dikamar mandi " jawabnya.

Sembari melihatnya, ibuku memberikan perhatian kepadanya serta menanyakan kondisi tapi tak sekata pun keluar dari mulutnya.

Kyai Komar pun datang lalu memelukku dan mengatakan ucapan terima kasih.

Terus dan terus ia menatapku hingga jarinya terangkat dan menunjuk kearahku. Tak mengerti maksudnya, mencoba untuk memahami lalu menuju kearahnya, dia terus memandangku hingga menyodorka kalung yang itu bertuliskan identitasku sebagai prajurit.

" Ini kalung mu " ucapnya.

Semua orang pun terkejut karna ia mau untuk bicara. Mengambil kalung itu dari tangannya, Niken pun datang.

" Adhara...aku bahagia sekali kamu akhirnya bicara " terharu.

Mengapa kalung ada bersamanya, tak menyadari bahwa kalung itu terjatuh tapi mengapa ia menyimpan jika memang ia benci dengan ku.

Assalamualaikum
Gimana ceritanya
Selamat membaca🥰
Jangan lupa voye, share, komen. Terima kasih.

Penyatuan Takdir TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang