Ke-18

269 17 3
                                        

Pov Adhara

Hari demi hari mulai membaik, kini mulai bisa berjalan walau menggunakan bantuan tongkat.

" Kakek ini surat dari dinas kesehatan " ucapku.

Membantu kakek dalam urusan pesantren walaupun sempat ada pertentangan antar pengurus tapi ada keluargaku yang memberi dukungan.

Tangan yang masih di gips terkadang membuat keseimbangan oleng tapi tak putus asa. Sepupuku bernama Ilham datang dari Kairo, Mesir. Ia mendapatkan beasiswa melanjutkan S-2 jurusan Tafsir.

" Dek Adhara " sambil berlari kearahku.

Dialah panutanku, waktu kecil libur sekolah dialah yang mengajariku bela diri. Menuntunku berjalan mas Ilham menceritakan studinya selama di Kairo tak hentinya untuk bercerita.

Waktu kecil kami sering pergi kelumbung sembari memakan jagung bakar ia pun mengajakku kesana. Namun terlihat beberapa orang berjaket hitam dan berbadan besar menuju ke arahku.

Aku menyuruh mas Ilham untuk pergi meninggalkan kami, tak mau Ilham tau.

" Bos Naga " panggilnya.

Terdiam karna waktu pertama kali bangun semua masa lalu itu sudah terpendam.

" Panggil aja Adhara ".

Mereka kaget akan pernyataanku.

" Tidak bagi kami tetap bos besar, bagaimana keadaan bos Naga ? ".

" Seperti yang kalian lihat, bagaimana keadaan kalian semua ".

" Kami semua sudah bebas bos dari Bahar ".

" Mungkin ini terakhir kalinya aku menjadi bos kalian, perjalanan kalian masih panjang carilah pekerjaan yang layak ".

" Tapi, bagaimana dengan bos ".

" Tak perlu khawatir dan seterusnya pikirkanlah kalian masing-masing buat banggalah keluarga kalian ".

Mereka semua terdiam, mas Ilham mengira mereka musuh ku hingga memanggil keluarga membuat para santri melihatnya.

" Kalian juga berhak bebas dan bahagia. Hidup dengan perdamian lupakan semua dendam, mungkin waktu itu kita kalah tapi itu sebuah kemenangan bagi kita yang dimana sebuah kebebasan ".

Mereka pun mengerti akan semua perkataanku kini mereka bebas dan begitu juga denganku, akhirnya menemukan jati diriku lagi.

Waktu magrib tiba bergegaslah mengambil air wudhu mungki orang menyangka dengan sifat ku yang berubah lalu meninggalkan ajaran agama itu semua salah hanya saja waktu itu membuat pandangan buruk terhadapku.

Suara mobil terparkir didepan gerbang, ternyata laki-laki itu datang bersama kedua orang tuanya.

" Assalamualaikum " salamnya.

" Waalaikumsalam " jawabku sembari membukakan gerbang.

" Nak Adhara gimana kabarnya ? " tanya ibu dari laki-laki itu.

" Alhamdulillah sudah mulai membaik bu ".

Memang ibu laki-laki itu sangatlah ramah ia juga menuntunku saat berjalan, keluargaku pun keluar untuk menyambutnya.

Mereka pun berbincang-bincang diruang tamu sedangkan aku berada diteras sambil membuat karya tangan yang nantinya akan di perlihatkan kepada anak-anak asuh.

Tak tau akan kehadirannya disamping lalu dia menyapa.

" Hai " sapanya

Bingung mau menjawab atau tidak hanya anggukan saja yang kutampakkan.

Pov Altair

Ternyata masih dinging saja wanita ini.

" Gimana keadaannya sekarang " tanyaku.

" Baik " jawabnya.

Jawaban singkat.

" Buat apa sih kok keren " mencoba untuk berbicara lagi.

" Hemm (sambil menghela nafas) buat kerajinan tangan ".

Setidaknya ada kemajuan.

" Mau dijual ya? ".

Tak menjawab ia pun langsung bangkit tapi mungkin keadaannya memang belum sembuh total membuat badanya terjatuh kearahku.

Membantunya untuk bertahan tapi mengapa aku terus memandang bola matanya yang akhirnya...

" Astagfirllah " ucapku.

Ia lalu mendorongku kejadian tadi terdengar yang ada didalam.

" Adhara ada apa? " tanya Ustadz Ferri sambil melihat ku dan Adhara.

" Enggak ada apa-apa bah tadi Adhara agak oleng sedikit tapi gak papa kok ".

Assalamualaikum
Yakin gak papa? Tunggu selanjutnya
Jangan lupa vote, share, komen. Terima kasih.

Penyatuan Takdir TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang