Ada yg masih melek jam segini?
Apa udah molor sampai tumpeh-tumpeh?🌚***
Dinda melangkah masuk ke dalam ruangan kerjanya lalu menuju kubikel yang menjadi spot favoritnya semenjak bekerja di perusahaan ini. Senyum Dinda merekah saat melihat teman dekatnya sudah melambai kepadanya dengan cengiran lebar.
Dinda tahu, statusnya di perusahaan memang tidak dirahasiakan. Tapi, walaupun orang-orang tahu kalau dirinya adik dari pemilik perusahaan ini, Dinda tidak pernah merasa bangga. Di mata Dinda, ia dan semua pekerja di sini sama saja. Sama-sama bekerja dan menerima upah yang sama. Bedanya, kadang Dinda diberi upah lebih di luar jam kerja oleh abangnya. Katanya, untuk adik kesayangan yang tidak pernah berbuat ulah di kantor.
Jelas. Dinda sangat menjaga image baik abang dan keluarganya. Hidup di keluarga kaya raya bukan berarti Dinda bisa seenaknya. Dinda tahu batas aman dan tahu apa yang boleh atau tidak. Ya, itu sebelum Rio mengacaukan hidupnya. Dinda ikut terperosok bersama pria itu di hubungan terlarang.
"Din, Abang lo udah punya pacar belum sih?"
Dinda yang baru saja menurunkan bokongnya di kursi kerja terkekeh mendengar pertanyaan Santi yang kubikelnya bersebelahan dengan milik Dinda.
"Abang yang mana dulu?"
Santi mendengkus. "Itu, si seksi Rio. Gila! Gue baru kemarin lihat lengannya gak sengaja anjir! Ada tato! Dan itu keren!"
Dinda terkekeh. Ya, lengan Rio yang kekar dan berotot memang dihiasi tato. Dinda tentu sering melihatnya. Apalagi ketika mereka main kuda-kudaan. Lengan itulah yang selalu menyanggahnya untuk selalu bergerak.
"Eh, itu, baru aja diomongin," kekeh Santi sambil melirik pintu ruangan mereka. Dinda ikut menoleh dan mendadak perasaannya tidak enak. Kenapa Rio ke sini? Pria itu tidak pernah ada urusan dengan orang-orang di ruangan ini.
"Dinda," panggilnya.
Dinda merasakan seluruh tubuhnya meremang. Sial. Dinda tidak tahu harus merespon seperti apa. Hanya saja, kakinya refleks berdiri untuk mendekati pria tersebut sebelum Rio emosi dan membentaknya.
"Titip salam ya, Adik ipar," goda Santi pada Dinda.
Dinda hanya memaksakan senyumnya membalas perkataan Santi. Semakin dekat langkahnya dengan posisi Rio, semakin panas dingin pula suhu yang Dinda rasakan di tubuhnya.
"Ya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" Dinda memang terkenal profesional dalam bekerja. Kadang, Rian yang jadi kesal sendiri di saat sang adik tidak bisa semanis di rumah saat di kantor. Kaku.
"Ikut aku," desis Rio sambil menarik pergelangan tangan Dinda.
Dinda mencoba menyamai langkah kaki lebar Rio. Pria itu seperti akan memakan Dinda hidup-hidup. Apa Dinda akan dijamin aman setelah ini?
"Yo, ini masih di kantor!"
Rio mendorong Dinda masuk ke dalam toilet wanita dan menariknya masuk ke salah satu bilik di sana. Dinda mengunci pintu agar tidak ada orang yang tiba-tiba masuk.
"Yo-"
Dinda tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat bibir Rio lebih dulu membungkam bibirnya. Astaga. Rio benar-benar gila! Dinda meremas kemeja pria itu di bagian dada. Dinda tahu, pria di depannya ini, pria yang sedang mencecap rakus bibirnya dalam suasana hati yang tidak baik.
Dinda hampir kehabisan napas jika saja Rio tidak melepaskan tautan bibir mereka. Pria itu duduk di closet yang tertutup, lalu menarik turun risleting celananya bersamaan dengan karet bokser yang ia kenakan, sehingga sesuatu yang sejak tadi terasa sesak bebas seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2017 - 2021 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...