Second Change (2)

55.8K 4.9K 89
                                    

Zika menggelengkan kepalanya memohon pada pria di atasnya untuk berhenti. Tubuhnya Zika seperti dibelah paksa dengan sadis. Rasa perih, sakit dan sesak yang Zika rasakan saat ini begitu menyiksa.

"Sakit..." cicitnya pelan.

Kaffa diam. Tidak berani bergerak sedikit pun karena ini juga menyiksa baginya. Wajah pias Zika dan permohonan sendu wanita itu membuatnya tidak tega untuk mendorong lebih dalam lagi.

"Ini masih setengah," bisik Kaffa dengan suara serak.

Zika menggeleng kuat. Jangan sampai pria di atasnya itu menusuknya lebih dari ini. Atau Zika pastikan ia akan tak sadarkan diri untuk kedua kalinya.

"Tolong..."

Kaffa seperti tertampar dengan suara Zika yang benar-benar sendu. Memejamkan mata, Kaffa kembali membayangkan bagaimana dulu ia ditolak mentah-mentah oleh Zika hanya karena wanita itu tidak ingin berpacaran. Ini sudah 7 tahun berlalu sejak insiden memalukan itu. Kaffa banyak berubah. Penampilan, wajah, bahkan suaranya saja berubah lebih dewasa.

Zika juga sama. Wanita itu semakin cantik dengan tubuh mungil yang sejak dulu tidak berubah. Kulit putih pucat dan wangi tubuhnya yang masih Kaffa ingat.

Kaffa, menyukai Zika sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah. Sayangnya, Zika yang terlalu fokus pada pendidikannya, tidak peduli pada banyaknya laki-laki yang saat itu mendekatinya.

Hingga Kaffa memberanikan diri untuk menyatakan cinta di kantin sekolah, dan Zika menolaknya tanpa ampun. Malu? Jelas. Yang lebih parah, Kaffa sampai di bully oleh teman sekelasnya kala itu. Apalagi penampilan Kaffa saat remaja tidak bisa dibilang menarik juga.

"Maaf," Kaffa menggumam pelan saat melihat kening Zika berkerut dalam menahan sakit.

Pria itu menunduk dan mengecup kening wanita tersebut cukup lama. Tubuh Zika membeku. Perasaan aneh seketika menghinggapi hatinya. Ada apa ini?

"Aku akan pelan-pelan," lanjut Kaffa dengan suara yang amat lembut.

"Jangan," potong Zika cepat dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Zika, aku-"

"Ini sakit," Zika kembali memotong ucapan Kaffa.

"Hanya sebentar, setelah itu gak lagi," bisik Kaffa meyakinkan.

Zika sangsi. Ia yakin ini akan sakit sampai beberapa jam ke depan. Apalagi yang pria itu rusak adalah alat kelaminnya. Sial. Membayangkan kalau dirinya sudah tidak perawan lagi membuat Zika ingin berteriak marah. Tapi percuma. Mahkotanya tidak akan kembali utuh lagi.

"Akh..."

Kaffa meredam desisan kesakitan Zika dengan ciuman lembut yang menuntut. Zika hanya bisa menerima tanpa membalas Gerakan bibir Kaffa yang begitu mahir di bibirnya. Apakah pria yang mengaku sebagai suaminya ini mantan playboy? Zika sangat yakin pria ini sudah sering berlatih.

"Shit... akh..."

Kaffa mengerang tertahan merasakan juniornya tenggelam penuh di dalam milik Zika. Ini... sangat sempit dan menjepit. Kaffa menunduk untuk bisa melihat bagaimana kondisi di bawah sana.

Zika menggigit bibir ketika Kaffa menarik miliknya keluar. Ada rasa kehilangan yang ia rasakan. Tapi ada rasa lega juga. Seperti miliknya diberi ruang untuk bernapas.

Senyuman Kaffa merekah tiba-tiba saat melihat juniornya berwarna merah karena darah Zika. Bagus. Kerja bagus. Kaffa memuji miliknya di dalam hati.

Sinting.

Kaffa kembali menatap Zika. Wanita itu memalingkan wajah ke samping untuk menghindari tatapan Kaffa. Jantung Zika sedang tidak baik-baik saja. Zika yakin kalau Kaffa bisa mendengar detak jantungnya yang menggila.

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang