Frans tahu ini mungkin terdengar gila. Tapi Frans tidak bisa menampik kalau pelayanan yang Mei berikan pada adik kecilnya begitu memabukkan. Frans terengah dengan wajah memerah kala merasakan bagaimana mulut hangat Mei naik turun melingkupi batang keras miliknya. Lalu lidah wanita itu juga dengan lihai menjilat dan menggelitik di sana seolab menggoda urat-urat yang menonjol itu untuk terus mengalirkan sengatan kenikmatan.
Hampir mencapai puncak yang Frans inginkan, bel rumah berbunyi dengan nyaring menyentak kesadarannya. Mei sudah melepaskan kejantanan Frans dan membenahi pakaiannya. Mei tidak mau kalau yang datang itu adalah nyonya rumah dan malah memergoki mereka. Bisa-bisa Mei akan diamuk.
"Masuk ke kamarmu," suruh Frans sambil mengumpat berulang kali karena ia gagal mendapatkan puncak pelepasan hebatnya. Pria itu terpaksa memasukkan kembali adik kecilnya yang jelas masih butuh belaian nakal lidah Mei.
Frans berdiri setelah Mei berlalu ke belakang. Dengan langkah lebar Frans menuju ke pintu utama dan membukanya. Frans mengerjap, ada tamu yang tidak ia duga datang berkunjung.
"Masuk, Mi," ajaknya.
"Ala belum pulang?" tanya seseorang yang Frans ajak masuk ke ruang tamu.
"Belum. Katanya makin sibuk, mungkin dua hari lagi balik," jawab Frans sambil mencoba menghela napas pelan berulang kali.
Sial. Frans mendadak gugup.
"Kamu sendirian di rumah? Anak-anak mana?" Mata mertua Frans celingak-celinguk menatap setiap sudut rumah besar itu.
"Iya, Mi. Anak-anak dibawa Mama. Bakal nginap di sana kayaknya sampai Ala pulang," Frans berharap Mei tidak membuat suara apa pun di belakang sana agar mertuanya tidak curiga ada orang lain di rumah ini bersamanya.
"Mami mau minta sesuatu, boleh?"
Frans menarik napas, lalu mengangguk sambil melepaskan napasnya perlahan.
"Larang Ala kerja, Frans. Kalian udah punya anak tiga. Kamu sibuk kerja dari pagi sampai malam. Ala sibuk kerja kadang ke luar kota, kadang ke luar negeri. Mami tahu kamu kasih kebebasan Ala buat kerja karena kamu gak mau Ala stress cuma diam di rumah aja. Tapi ingat anak kalian. Mereka butuh kalian berdua. Anak kalian lagi di masa-masa aktifnya sekarang. Mau sampai kapan kalian mengandalkan Mama kamu? Mungkin kalau Mami gak ikut Papi kerja ke sana kemari, Mami bisa bantu Mama kamu jaga cucu-cucu kami itu. Mama kamu udah waktunya senang, Frans. Udah waktunya dia gak terbebani sama kerewelan anak-anak. Ini masanya kalian. Jatahnya kalian jadi orangtua."
Frans menelan air ludahnya susah payah. Ya, dia tahu. Selama ini Frans memang tidak pernah memberikan larangan pada Ala untuk tetap bekerja karena Frans menyanyagi wanita itu dan memberinya izin karena percaya Ala bisa membagi waktu.
Tapi makin ke sini istrinya itu semakin sibuk. Bisa dihitung jari berapa kali Frans memiliki waktu berdua dengan Ala belakangan ini.
"Nanti aku bicarain sama Ala, Mi," ujar Frans.
Mami Ala hendak kembali bersuara, tapi dering ponsel miliknya membuat wanita tua itu mengurungkan niatnya. Ia meraih ponselnya di dalam tas dan mengernyit menatap nama si penelpon.
"Istri kamu gak ada ngabarin Mami sejak dia pergi ke Malang. Dan ini," Mami Ala memperlihatkan layar ponselnya pada Frans. Panggilan video masuk dari Alamanda.
Frans membiarkan ibu mertuanya mengangkat panggilan dari Ala. Wanita itu tampak mengenyit saat suara Ala terdengar menyapa.
"Kamu di mana?"
"Di hotel, Mi, ini mau ketemu klien yang kemarin lagi. Ada beberapa berkas yang salah aku kasih."
Frans diam saja menunggu mertuanya dan Ala selesai bicara. Dia merindukan wanita di layar ponsel itu. Tapi Frans bisa apa? Ala jauh dari jangkauannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2017 - 2021 (END)
Romantizm[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...