Zaheen memejamkan mata dengan wajah yang tenggelam di rambut Ara. Aroma tubuh Ara begitu ia sukai. Zaheen bahkan menghirupnya dengan rakus seolah ia tidak akan diberi kesempatan lagi melakukannya.
"Jangan pergi," Ara mengulang dua kata yang tadi diucapkannya.
Zaheen dengar. Tapi ia memilih tidak membalas. Hanya diam dan memeluk Ara begini saja rasanya sudah menenangkan.
"Aku harus pergi," Zaheen bersuara setelah mereka cukup lama diam.
Bisa Zaheen rasakan kemeja di bagian dadanya basah. Tak lama kemudian suara isakan pelan Ara terdengar menyapa gendang telinga Zaheen.
"Jangan pergi!" Kali ini Ara sedikit berseru keras sambil menggelengkan kepalanya.
"Ara," panggil Zaheen dengan lembut.
Ara tetap menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Zaheen. "Aku salah. Aku minta maaf. Tapi jangan pergi, Mas," isaknya.
Kali ini Zaheen langsung terbungkam. Suara Ara yang terdengar begitu putus asa dan penuh penyesalan membuatnya bertanya-tanya. Apakah ada yang Ara sembunyikan darinya?
Zaheen menoleh ke depan lift di mana seorang wanita dan pria kini berdiri menatapnya dengan sebelah alis yang sama-sama terangkat. Sangat kompak sekali.
"Kita ke dalam," ajak Zaheen berbisik pada Ara. Zaheen juga mengode kedua manusia di sana untuk pergi dan jangan mengganggunya.
Ara mengusap wajahnya yang basah. Matanya kini sudah sembab dan hidungnya memerah. Zaheen tahu Ara bukan wanita cengeng. Tapi kenapa dia menangis hanya karena Zaheen ingin pergi? Apa Ara...
"Jangan pergi," rengek Ara saat Zaheen sudah menutup pintu apartemen. Ara kembali menghambur ke pelukan Zaheen sehingga pria itu harus siap menahan bobot tubuhnya sendiri agar tidak terhuyung.
"Tapi Mas harus kerja," bisik Zaheen.
Entah kenapa saat ini perasaannya begitu nyaman dan tenang. Ada di dekapannya. Wanita itu dalam jangkauannya.
"Kerja di sini aja," Ara tidak kehabisan akal membalas ucapan Zaheen.
"Lepas dulu, kita harus bicara." Zaheen mengusap lembut punggung Ara yang masih bergetar karena isakannya.
"Kunci pintunya," pinta Ara.
Zaheen keheranan, tapi tetap melakukannya. Mengunci pintu. Baiklah. Sepertinya akan ada hal besar yang akan terjadi.
Ara mendongak menatap wajah Zaheen yang kini berdiri di depannya. Mungkin kalau tanpa heels di kakinya, kepala Ara hanya sebahu Zaheen saja. Pria itu tinggi sekali.
"Kenapa nangis?" Zaheen merangkum wajah Ara dengan kadua telapak tangannya. Ibu jarinya mengusap ringan pipi basah Ara.
"A-aku... A-aku s-suka s-sama M-Mas... Z-zaheen d-dari d-dlu. T-tapi... T-tapi..."
Ara bahkan kesulitan untuk menjelaskan alasan kenapa ia menangis saat ini karena isakannya tidak mau berhenti begitu saja.
"Pelan-pelan," Zaheen menarik lembut telapak tangan Ara menuju sofa. Ia duduk dan Ara menyusul di atas pahanya. Tentunya karena tarikan tangan Zaheen.
"Bicara pelan-pelan," Zaheen menyandarkan tubuhnya dengan nyaman dengan sebelah lengan memeluk pinggang Ara.
Ara berusaha untuk menghentikan isakannya. Setelah beberapa detik berlalu, ia menatap Zaheen dengan matanya yang basah.
"Ara suka sama Mas Zaheen."
"Udah dengar tadi," sahut Zaheen.
"Ara gak mau Mas Zaheen pergi," lanjutnya tanpa menangkap pandangan geli Zaheen untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2017 - 2021 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...