Asya mendesah pasrah saat lengannya ditarik pelan oleh wanita di depannya. Langkah kaki Asya membawanya kembali ke ruangan yang tadi ia tinggalkan. Semoa saja dua orang di dalam sana sudah selesai dengan adegan dewasa mereka, sehingga Asya tidak perlu menyaksikannya untuk kedua kalinya.
"Habis ada operasi, ya, Sya? Rama bilang, sih, gitu. Tadi Mama sempat lihat dia ngelobi beberapa dokter buat mantau kamu. Takut-takut kalau kamu butuh bala bantuan," ujar wanita yang memanggil dirinya 'Mama' tersebut sambil melirik pada Asya.
"Oh, iya, Ma, operasi usus buntu. Alhamdulillah lancar," kata Asya.
"Syukurlah. Mama juga sempat deg-degan. Ya, walaupun Mama tahu keahlian kamu. Tapi tetep aja rasanya agak gimana gitu. Antara percaya sama enggak kalau si cantik lemah lembut ini jago dalam belah-membelah."
Asya tertawa dibuatnya. "Mama, ih, ada-ada aja," balasnya.
Langkah kaki keduanya semakin dekat. Asya pun semakin merasakan napasnya perlahan tertahan. Sial. Kenapa dia harus berada di suasana seperti sekarang, sih? Asya ingin kabur saja.
"Ma, kayaknya Rama bakalan lama, deh, datangnya. Gimana kalau kita ngobrol sambil nyemil aja di ruangan Asya?" Kaki mereka sontak berhenti tepat di depan pintu ruangan Rama.
Wanita bernama Dira tersebut tampak berpikir sebelum menggeleng. "Di sini aja. Kejauhan ke ruangan kamu. Mama capek jalan jauh-jauh."
Sial. Asya lupa, kalau wanita ini punya penyakit dan tidak boleh kelelahan. Dengan menghela napas berat, Asya akhirnya pasrah saja. Wanita itu sengaja dengan kasar membuka pintu ruangan Rama sebagai kode. Semoga saja orang di dalam sana peka akan kode dadakannya ini.
Asya memejamkan mata sambil menatap ke kursi kebesaran Rama di mana tadi ia melihat pemandangan tak berakhlak. Dan sialnya lagi, kini pria itu menatap tajam padanya. Sedangkan Dira tertawa saat memasuki ruangan putranya. Wanita itu berjalan ke arah sofa dan duduk dengan santai di sana. Asya bernapas lega, wanita yang berstatus kekasih Rama itu ternyata sudah tidak ada di sana.
"Kamu kapan sampai, Ram? Lewat mana?"
Kening Rama berkerut bingung mendengar pertanyaan ibunya. Belum sempat pria itu bersuara untuk menjawab, suara Asya lebih dulu menyahuti. "Tadi saya ke sini, Dok, dan dokter gak ada. Jadi, saya kira dokter belum datang."
Rama menatap Asya yang melotot padanya. Seolah sadar akan sesuatu, Rama berdeham pelan dan beranjak dari duduknya menuju sofa. Pria itu duduk di sofa yang bersebrangan dengan sofa Dira. Asya juga ikut mendekat dan duduk di sebelah Dira. Wanita itu menunggu Rama untuk merespon ucapannya.
"Oh, itu, gak kok. Saya dari tadi sudah di sini. Mungkin pas kamu masuk, saya lagi ke toilet," ujar Rama seolah santai. Padahal di dalam hati, pria itu mengumpat berulang kali. Berarti Asya melihatnya bersama Trisya?
"Kamu sibuk gak hari ini, Sya?" tanya Dira.
"Gak sih, Ma, kenapa?"
"Temani Mama ke arisan teman Mama, mau?"
Asya tampak berpikir sejenak sebelum tersenyum pada Dira. "Boleh, deh, mumpung gak sibuk."
Dira tampak bersemangat dan mulai mengobrol dengan Asya mengenai banyak hal. Sementara Rama hanya menjadi pendengar saja. Sesekali pria itu ikut tersenyum saat melihat Asya dan ibunya tertawa. Keduanya kombinasi yang pas untuk saling berbagi. Sebelumnya, Rama tidak tahu, hal apa yang membuat ibunya begitu menyukai Asya. Tapi, setelah sekian lama mengamati keduanya, Rama jadi mengetahui sesuatu.
Asya... begitu memesona.
"Ram!"
Rama mengangkat sebelah alisnya saat mendengar suara Dira sedikit nyaring. "Kamu kenapa lihatin Asya begitu, sih? Sampai Mama nanya aja gak digubris? Jangan bilang kalau kamu suka lagi sama Asya dan nyesal ninggalinnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2017 - 2021 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...