Just Friends in Bed (2)

40.1K 4.1K 105
                                    

Melati mendorong pelan bahu pria yang menindihnya. Pria yang Melati panggil Malik itu menatap bingung pada wajah wanita di bawah tindihannya. Jejak air mata jelas tercetak di pipi mulus Melati.

Dan kini bekas itu kembali dialiri. Air mata Melati luruh begitu saja kala ia mengingat rumah ini bukan miliknya. Ditambah pula dengan Melati yang kini sudah dijual oleh suami sialannya itu.

'Aku akan membalasmu, Ray. Tunggu saja.' Melati hanya bisa membatin sembari menatap ke dalam manik mata pria di atasnya.

Menghanyutkan. Melati tenggelam di dalamnya.

"Kamu milik saya," desisan bernada dingin itu membuat kulit Melati meremang.

"Aku..."

Melati kembali terdiam seribu bahasa ketika bibirnya kembali dibungkam. Kali ini cumbuan yang Malik berikan begitu lembut dan memabukkan. Melati tidak tahu reaksi tubuhnya akan secepat ini luluh.

"Akhh..." Melati meringis saat pipinya disentuh oleh telapak tangan besar milik Malik.

"Coba saya lihat," Malik menyentuh dagu Melati agar bisa melihat bagaimana pipi wanita itu memerah.

Rahang Malik seketika mengeras. Selama 30 tahun ia hidup, belum pernah sekalipun Malik berbuat kasar pada lawan jenis. Apalagi sampai menyakitinya seperti apa yang Melati alami.

"Kamu sering diperlakukan begini?" tanya Malik penasaran.

Melati tetap diam. Dia tidak mungkin memberi tahu Malik apa yang sering Ray lakukan padanya. Ray itu kasar dan gampang sekali terpancing amarah. Melati adalah sasaran kekerasannya.

"Lepaskan aku," cicit Melati pelan.

Malik beranjak dari atas tubuh Melati setelah beberapa detik memperhatikan wajah wanita itu. Malik memilih duduk di tepian kasur dan membiarkan Melati bangkit dari pembaringannya.

Saat kaki Melati hendak melangkah menjauhi ranjang, Malik menahan lengannya. Genggaman pria itu terasa begitu posesif bagi Melati sehingga ia menoleh dan menatap Malik dengan takut-takut.

Malik menghela napas sebelum ikut berdiri di depan Melati. Tangannya yang lain terulur untuk menyibak rambut Melati yang menutupi pipi lebam karena tamparan Ray.

"Kotak obatmu di mana?" tanya Malik sambil menarik lembut tangan Melati menuju sofa.

Melati memperhatikan Malik dan susah payah ia menelan air ludahnya. "Tujuan kamu sebenarnya apa? Mau balas dendam?"

Malik tidak menghiraukan pertanyaan bernada lelah dari Melati. Kakinya melangkah menuju nakas di sebelah ranjang dan membuka laci paling bawah. Ada kotak obat di sana.

"Malik, semuanya udah berakhir 3 tahun lalu. Kalau kamu ingin menghancurkan ku, lakukan dengan cepat. Apa aku-"

"Diam." Malik duduk di sebelah Melati yang sejak tadi mengoceh.

"Mendekat," Malik memerintah tanpa memperdulikan air mata Melati yang kini semakin deras mengaliri pipinya.

"Kamu tahu, aku berusaha keras buat gak nyari kamu saat itu. Aku berusaha keras untuk gak percaya sama apa yang aku dengar waktu itu. Tapi apa? Kamu gak ada pergerakan buat jelasin apa pun ke aku. Kamu diam. Dan diamnya kamu itu bikin aku semakin yakin atas posisiku. Aku cuma pelacur kamu."

Malik mengepalkan kedua tangannya saat mendengar kalimat terakhir Melati. Pelacur? Jadi Melati berpikir demikian selama ini? Apa itu juga alasan Melati pergi tanpa pesan apa pun?

"Apa waktu enam bulan belakangan ini masih gak cukup? Demi profesiku, aku rela jadi teman tidurmu di ranjang. Aku menurunkan egoku. Aku tahu kamu sangat berkuasa. Tapi tolong, jangan terlalu ikut campur dalam urusan keluargaku. Rumah ini..."

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang