Blind Date (End)

42K 4.2K 110
                                    

Kelana menghela napas panjang saat mendengar langkah kaki mendekat. Jantungnya berdegub kencang sembari pikirannya menerka-nerka respon apa yang akan ia terima.

"Kelana," sapa seseorang yang baru saja masuk ke ruangan yang sama dengan Kelana.

Kelana beranjak dan tersenyum sambil mendekati seseorang tersebut.  "Nenek tambah cantik aja," pujinya.

Orang yang Kelana panggil 'Nenek' itu tertawa dan menepuk pundak sang cucu.

"Pasti ada maunya kalau begini," ujar nenek Kelana.

Kelana ikut duduk ketika wanita tua yang melahirkan ibunya itu sudah lebih dulu duduk. Melihat ekspresi sang nenek, Kelana sedang menebak, sepertinya wanita itu dalam suasana yang bahagia.

Kelana berharap, dengan suasana hati neneknya sekarang, wanita tua itu bisa menerima permintaannya.

"Begini, Nek, aku gak mau basa-basi karena aku tahu Nenek gak suka itu. Jadi langsung ke tujuan kenapa aku ke sini," Kelana menatap mata neneknya yang juga menatapnya.

"Aku mencintai Oja." Kelana menahan kalimat berikutnya sembari menilai ekspresi sang nenek. Tidak ada perubahan yang berarti.

"Dan aku ingin menikahinya."

Raut wajah neneknya langsung berubah. Tatapannya jelas tidak suka pada apa yang Kelana sampaikan barusan.

"Aku ke sini untuk meminta restu."

"Tidak ada restu," sahut sang nenek. Ekspresi wajahnya begitu dingin. Kelana seperti sedang berhadapan dengan orang lain.

"Sudah berapa banyak itu sepupumu yang lain datang ke sini dan bilang mencintai Oja. Tapi tidak ada yang selancang kamu yang berniat untuk menikahi Oja. Kamu lupa dengan peraturan yang ada?"

Kelana menunduk. Kedua tangannya saling tertaut. "Tapi itu konyol. Banyak yang-"

"Tidak. Sekali tidak tetap tidak, Kelana. Jangan memancing amarahku."

Kelana terdiam. Benar-benar tidak ada harapan untuknya bisa bersama Oja. Hatinya kecewa. Peraturan keluarga yang membuatnya tersiksa selama ini.

"Pergilah. Aku ingin istirahat."

Kelana beranjak bersamaan dengan masuknya seorang pelayan. "Nyonya, Nona Kamboja ingin bertemu," lapornya.

Kelana menatap neneknya dan wanita tua itu menatap penuh peringatan padanya. Kelana tahu, posisinya tidak sekuat dan sepenting itu untuk bisa melawan perkataan sang nenek.

Kelana berlalu dari ruangan tersebut tanpa mengucapkan apa-apa. Pikirannya kacau. Hatinya sesak karena rasa kecewa yang membengkak pada wanita tua itu.

Di ruang tamu, Kelana bertemu dengan Oja. Wanita itu tidak pernah berubah. Tetap cantik seperti sedia kala. Bibir Kelana tidak bisa melengkung seperti biasanya untuk membalas senyuman yang Oja berikan.

"Kenapa lo gak bilang mau ke sini? Kan, bisa bareng," kata Oja mendekati Kelana.

"Gue-"

"Nona, Nyonya besar menunggu Anda," Suara pelayan memotong kalimat yang hendak Kelana sampaikan.

Menghela napas pelan, Kelana berlalu tanpa mengatakan apa pun pada Oja yang masih menunggu jawabannya. Kelana harus merelakan Oja. Kelana harus membuang perasaan sialan di hatinya untuk Oja.

Bukankah cara terbaik mencintai adalah merelakan orang yang kita cintai hidup bahagia? Jika Oja bersamanya, Kelana tidak yakin bisa membuatnya bahagia. Apalagi jika wanita tua di dalam sana turun tangan mengacaukan kehidupan mereka.

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang