Abil's Secret Husband (3)

34.7K 3.5K 168
                                    

Cukup lama Abil menunggu di dalam kamar mandi hingga pintu diketuk dari luar. Abil tersentak, wajahnya sedikit panik sembari menerka-nerka siapa yang berdiri di balik sana.

"Sayang?"

Abil sontak menghela napas panjang dengan mata terpejam. Itu Bian. Artinya Lala sudah pergi saat ini.

Kembali menghela napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan, Abil melangkah menuju pintu dan membukanya.

Bian berdiri di depan Abil dengan wajah khawatir. Tangannya terulur untuk menyentuh pipi Abil sebelum wanita itu ambruk ke arahnya. Untung saja Bian dengan sigap menahan tubuh Abil yang tak sadarkan diri.

"Sayang... Sayang..."

Abil sama sekali tidak merespon. Tubuhnya benar-benar lemas tak berdaya. Bian jelas panik. Dengan begitu mudah ia mengangkat tubuh Abil dan membawanya menuju kamar di sudut ruangan.

Bian membaringkan Abil perlahan, kemudian menghubungi sandi agar membawa dokter kepercayaan mereka.

Sekitar beberapa menit menunggu, Sandi dan seorang wanita lebih muda darinya datang memasuki kamar pribadi Bian.

"Abil kenapa?" Sandi berdiri di sebelah Bian sambil memperhatikan Abil yang sedang diperiksa.

Bian hanya bisa menggeleng. Kepalanya kini diselimuti rasa takut yang tidak bisa diungkapkan. Bian tidak mau kehilangan Abil. Dia terlalu menumpukan dunianya pada wanita itu.

"Bagaimana istri saya, Dok?" tanya Bian tergesa saat dokter selesai memeriksa keadaan Abil.

"Sepertinya Bu Abil sedang kelelahan dan banyak pikiran sehingga daya tahan tubuhnya melemah," jelas dokter sambil melirik Abil beberapa kali.

Bian tidak puas dengan jawaban dokter. Ia mendekati Abil dan mengambil tangan Abil untuk dikecup berulang kali.

"Dan... Saya hanya memberi saran. Tapi saya harap tebakan saya saat pemeriksaan tadi benar. Sebaiknya Bu Abil dibawa ke dokter kandungan untuk memastikan apakah saat ini Bu Abil tengah hamil atau tidak."

Bian refleks menoleh lagi pada dokter. Wajahnya begitu tegang. Dokter kandungan? Hamil? Bian berharap semoga itu benar.

"Maksud dokter..." Sandi ikut penasaran sampai tidak bisa melanjutkan kalimatnya untuk bertanya.

"Atau bisa lakukan test pack dulu. Tapi tetap lebih akurat kalau periksa ke dokter langsung," sarannya.

Setelah menyelesaikan tugasnya, dokter wanita itu berpamitan bersama Sandi. Sementara Bian masih setia menatap wajah tenang Abil. Meski agak pucat, tetap saja istri Bian itu terlihat cantik.

"Mas berharap alasan kamu suka tiba-tiba marah, kesal, dan nangis beberapa waktu belakangan ini karena di sini ada buah cinta kita, Sayang," gumam Bian sambil menyentuh perut Abil.

***

Bian menggenggam tangan Abil dan mengecupnya berulang kali. Abil sampai keheranan. Apa yang sebenarnya terjadi saat ia tidak sadarkan diri? Bahkan Abil tidak tahu sejak kapan ia berada di ruangan yang berbeda.

Setahu Abil, ruangan Bian didominasi warna abu, sedangkan ini serba putih. Mereka ada di mana sebenarnya? Apartemen Abil? Jelas tidak.

"Mas," panggil Abil.

Bian tersenyum dan bangkit agar bisa semakin dekat dengan Abil. Bian bahkan menunduk untuk mengecup kening Abil cukup lama.

"Makasih, Sayang, makasih," bisik Bian penuh rasa syukur.

Abil mendorong pelan bahu Bian dan menatap penuh tanda tanya pada suaminya itu. Ada apa? Kenapa Bian berterima kasih padanya?

"Kita di mana?" Abil menatap sekeliling ruangan. Ini seperti...

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang