Kaffa melirik Zika yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wanita itu sudah tidak telanjang lagi. Tubuh seksinya yang membuat Kaffa kecanduan sudah terbalut kimono handuk. Kaffa pun sama. Tubuhnya juga sudah mengenakan pakaian meski hanya baju kaus biasa dan celana pendek saja.
"Kemari," titah Kaffa sambil mengode dengan tangannya.
Zika berjalan pelan. Inti kewanitaannya masih sakit dan ia tidak mau pria asing di ranjang sana tahu apa yang ia rasakan saat ini.
"Berbaring,"
Zika menurut. Ia membaringkan tubuhnya dengan pelan dan menarik selimut. Zika tidak ingin kejadian mengerikan seperti sebelumnya terulang lagi. Bisa Zika jamin kalau dirinya tidak akan sanggup berjalan jika kembali ditunggangi.
Zika memperhatikan apa yang pria itu lakukan. Gerak-geriknya membuat dahi Zika mengernyit. Apa pria itu seorang dokter? Tapi...
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Kaffa sembari memeriksa kondisi Zika dengan serius.
Zika menelan air ludahnya susah payah. Wajah tampan Kaffa membuatnya salah tingkah. Apalagi saat Kaffa menunduk memeriksa pupil mata dan mulutnya.
"Sakit," gumam Zika menjawab pertanyaan Kaffa.
Kaffa mengernyit, "sakit? Di mana?"
Zika berdeham canggung. Sialan. Dia kira pria itu tidak mendengarnya. Zika hanya bergumam pelan karena sakit di selangkangannya.
"Perutku sakit karena lapar," Zika mengelak dengan menatap ke sembarangan arah.
Kaffa diam sebentar mencerna apa yang wanita itu katakana. Helaan napas kasarnya membuat Zika menoleh. Tatapan mata mereka beradu dan saling terkunci.
"Aku mau pulang," pinta Zika.
Kaffa yang semula duduk di tepian Kasur memeriksa keadaan Zika segera beranjak. Pria itu kembali membenahi alat-alat medis miliknya.
"Ini rumahmu," kata Kaffa dan berjalan mendekati sofa untuk meletakkan tas kerjanya. Kaffa kembali mendekat ke ranjang. Tangannya meraih telepon rumah, lalu menekan angka 1 yang langsung terhubung ke dapur rumahnya.
"Antar makanan ke kamar saya. Susunya jangan lupa."
Zika hanya diam memperhatikan Kaffa. "Aku rasa kita salah paham. Aku belum menikah. Dan... ini bukan rumahku," kata Zika lagi.
"Zika, kamu istriku sejak seminggu yang lalu. Dan ini rumahku, artinya juga rumahmu. Jadi, berhenti meminta pulang," tegas Kaffa dengan serius.
Mata Zika mendadak berkaca-kaca. Ini pasti mimpi. Zika tidak menikah. Lebih tepatnya belum. "Apa mereka menjualku?"
Kaffa mendengkus sinis. "Manjual? Aku tidak membelimu, aku melamarmu."
Bohong. Zika jelas tahu kalau dirinya dijadikan tumbal untuk membayar hutang ayah tirinya kepada keluarga pria ini.
"Berapa banyak hutang Papa? Aku punya tabungan sedikit, aku akan menyicilnya. Dan aku ingin pulang," kata Zika.
Kaffa mengeraskan rahangnya. Dengan sentakan kasar Kaffa melepaskan tangan Zika yang sebelumnya menarik lengan pria itu.
"KAMU TULI, HAH?! KAMU ISTRIKU! KAMU GAK AKAN KE MANA-MANA!"
"Aku..." Zika sesenggukan.
Setelah disakiti oleh sang ibu, lalu diperkosa oleh pria asing, sekarang Zika juga dibentak dengan keras. Apakah hidup Zika memang ditakdirkan seperti ini?
"Aku..." Zika tidak bisa menyelesaikan kalimatnya saat pintu kamar tiba-tiba terbuka dan seorang wanita masuk dengan wajah syok.
"Kaffa! Siapa dia?!" seru wanita itu sambil berjalan cepat mendekati ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2017 - 2021 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...