#45 Asumsi

674 134 46
                                    

Kilasan balik mengenai malam itu sungguh membuat Tzuyu ingin sekali menghapus ingatan tersebut. Ia sungguh muak dengan hal itu hingga tak berhenti menangis.

"Tzuyu, mau sampai kapan kau menangis seperti ini? Aku tahu kau kecewa karena tidak bertemu Jisung tadi, tapi berhentilah menangis," ujar Jungkook sambil meletakan meja kecil di atas ranjang. Ia lalu menyajikan beberapa makanan yang ia buat tadi.

"Oppa, aku ingin pergi dari sini. Ayo pergi ke Itaewon saja. Aku tidak mau di sini."

Jungkook segera mendekap Tzuyu saat tangisan sang istri semakin menjadi. "Hey, kenapa kau jadi seperti ini, hm? Ada apa?"

"Aku tidak mau bertemu Ayah. Aku ingin pergi."

Jungkook terdiam setelah mendengarnya. Hingga ia ingat soal pria paruh baya yang mereka temui di kantor Jisung. "Tunggu, apa dia Ayahmu? Baiklah, sekarang berhenti menangis dan makanlah."

"Kau janji akan membawaku pergi 'kan?"

Jungkook sebenarnya bingung soal ini. Ia berniat untuk menyelesaikan masalah Ayah dan anak itu. Namun, dari reaksi Tzuyu, ia yakin semuanya tak akan berjalan mulus. Meski begitu, Jungkook senang karena pada akhirnya ia bisa menemukan Ayahnya Tzuyu.

Kemarahan Tzuyu tentu saja bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun ia berjuang untuk menghidupi dirinya dan juga sang Adik. Namun, saat bertemu dengan sang Ayah, finansial Ayahnya benar-benar sangat mapan. Bukankah seharusnya sang Ayah datang padanya? Namun yang dilakukan Ayahnya justru sebaliknya.

"Tzuyu, triplets akan ikut sedih jika kau terus menangis seperti ini."

Tzuyu tahu. Bahkan sejak tadi mereka terus bergerak gelisah dalam perutnya. Mungkin secara tak langsung triplets ingin Ibunya berhenti menangis. Namun, Tzuyu tak bisa lagi menahannya. Apalagi saat beberapa asumsi soal Ayahnya mulai bermunculan dalam pikirannya.

Tzuyu menggenggam lengan Jungkook seraya tetap menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jungkook. Ia berusaha untuk berhenti menangis. Namun, gejolak itu seolah membuat air matanya tak ingin berhenti.

"Jangan khawatirkan apapun, hm? Aku bersamamu."







Jisung masih terduduk sambil menatap Jinhyuk. Ia benar-benar tak tega melihat Jinhyuk seperti ini. Apalagi selama beberapa tahun ia harus terpisah dari sang kembaran.

Tangannya terulur, mengusap halus punggung tangan sang Adik. "Jinhyuk-ah, kenapa kau sampai seperti ini? Seseorang mempengaruhimu?"

Jisung sangat tahu bagaimana Jinhyuk yang sebenarnya. Bahkan saat orang tua mereka meninggal, Jinhyuk tak sampai berniat mengakhiri hidupnya. Itulah kenapa ia sangat curiga seseorang menjadi dalang di balik bunuh dirinya Jinhyuk.

Sentuhan pada bahunya, membuat Jisung terperanjat. Ia kemudian menoleh, mendapati tuan Chou yang memberikan sebuah kertas padanya.

"Aku tak yakin soal itu, tapi dari ponsel Jinhyuk, nomor yang terakhir kali Jinhyuk hubungi adalah nomor Jungkook."

Jisung meraih kertas tersebut lalu merematnya. Ia tak menyangka jika ia sudah sangat dekat dengan pelaku yang ia cari. "Aku akan mendekatinya dulu sebelum membalasnya. Aku tidak akan memaafkannya."

Jisung melirik ke arah Jinhyuk lalu tersenyum. "Aku tidak akan membiarkan dia lolos begitu saja. Aku berjanji padamu, Jinhyuk."

Tuan Chou meraih tangan Jisung. "Bergabunglah bersamaku. Kita pasti bisa membuat keluarga Jeon menerima hal yang sama."

"Paman, bagaimana dengan Tzuyu?"

*
*
*

Dokter Hwang tak tersenyum seperti biasanya. Ia mencatat sesuatu pada buku milik Tzuyu lalu memberikannya. "Nyonya Jeon, aku sudah katakan untuk tidak stres 'kan? Kehamilan kembar seperti ini bisa saja membuatmu dalam bahaya jika kau tidak mendengarkan anjuran dariku."

Love You ₩100.000.000✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang