Jungkook hanya tersenyum tipis saat ia berpapasan dengan Ibunya. Ia tahu, seharusnya rasa benci yang menyelimuti hatinya tak sebesar ini. Apalagi wanita itu merupakan orang yang telah melahirkannya meski tak terlalu berperan besar untuk merawatnya.
Terbiasa tak mendapatkan kasih sayang lebih, membuat Jungkook merasa jika kehadirannya dalam keluarga itu hanyalah sia-sia. Semua orang hanya memperhatikan sang Kakak, bukan dirinya. Namun ia berusaha tetap senang berada di tengah keluarga tersebut.
"Kau sudah pulang?"
Jungkook hanya mengangguk. Ia terlalu lelah untuk menjawab pertanyaan sang Ibu dan memilih berjalan dengan segera menuju kamarnya.
Ia lantas membanting tubuhnya saat tiba di kamarnya yang didominasi warna abu-abu itu. Ia mengabaikan suara ketukan yang sejak tadi terdengar. Ia sungguh malas jika harus berdebat dengan sang Ibu yang pasti membandingkan dirinya dengan sang Kakak. Ia memang tak sehebat sang Kakak yang sudah bisa menjalankan bisnis keluarga Jeon. Namun, setidaknya Jungkook sudah melakukan hal yang terbaik.
Sementara itu, Tzuyu masih menatap langit-langit. Dengan tatapan kosong, ia membayangkan apa yang akan terjadi padanya kedepannya. Ia memang mengatakan siap akan setiap risiko yang akan terjadi terhadapnya. Namun saat ini ia justru ragu dan juga takut.
Sepanjang hidupnya, Tzuyu akui ia bisa dengan mudah menahan tangisnya. Tapi kali ini rasanya benar-benar sulit. Mungkin ia sudah terlalu lelah dengan berbagai perdebatan yang dilakukan hati dan juga otaknya.
Deringan ponsel, membuat Tzuyu dengan segera menghapus air matanya. Ia beranjak, meraih ponsel yang sengaja ia letakan di atas nakas.
"Tzuyu, kau tidak jadi mengambil wisuda tahun ini? Kenapa tidak memberitahuku?"
"Aku hanya mendahulukan apa yang lebih penting. Menurutku bekerja adalah hal yang lebih penting. Tahun depan aku pasti melanjutkan pendidikanku."
"Kau habis menangis? Tzuyu, apa seseorang memarahimu? Aku sudah bilang 'kan? Aku bisa membantumu membayar uang sekolah Seungmin dan uang semestermu juga."
Tzuyu tersenyum. Ia merasa jika ia tak sendirian. Ia masih punya Jinhyuk yang bisa ia hubungi kapanpun ia membutuhkan. "Aku hanya tidak mau berhutang budi pada seseorang. Tenang saja, aku hanya menangis karena merindukan Seungmin."
"Baiklah, aku harap kau bisa menjaga dirimu. Kau bisa menghubungiku jika kau membutuhkanku. Aku pasti akan segera menemuimu."
Dan kita tak akan bertemu setidaknya sampai bayi itu lahir, Jinhyuk. Tzuyu merasa sesak saat mengingat jika hubungannya dengan beberapa orang yang ia sayangi harus terputus selama beberapa waktu. Ia hanya tak ingin membuat mereka bersedih karena keadaannya. Lagipula dirinyalah yang memilih untuk berada dalam situasi seperti ini.
Tzuyu tersenyum saat melihat fotonya bersama Jinhyuk dan juga Seungmin yang ia jadikan wallpaper ponselnya. 2 pria penting yang benar-benar memperhatikan Tzuyu selama ini. Bahkan Jinhyuk selalu melupakan statusnya sebagai anak pemilik perusahaan besar hanya untuk makan bersama dengan Tzuyu di tempat makan yang sangat murah. Jinhyuk juga tak masalah jika harus makan makanan yang Tzuyu makan.
"Aku harap kalian berdua selalu bahagia. Kita pasti akan bertemu lagi lain waktu. Ah, sepertinya aku perlu bicara pada Jungkook agar saat kelulusan Seungmin nanti, aku masih bisa menghadirinya."
*
*
*Suasana sarapan keluarga Jeon benar-benar diselimuti keheningan. Jungkook yang terburu-buru menghabiskan sarapannya, membuat nyonya Jeon terus menatapnya.
"Jungkook, bisakah kau makan dengan pelan?"
Jungkook lebih dulu menelan makanan yang ada di dalam mulutnya. Ia lalu meneguk air putih yang ada di samping piringnya. "Aku malas jika membicarakan masalah perjodohan. Bahkan kalian juga belum lama mengenal gadis itu. Untuk apa aku menerimanya?"
"Jungkook, seharusnya kau temui dia dulu, baru kau bisa memutuskan," bujuk sang Ayah, membuat Jungkook hanya memutar malas kedua bola matanya.
"Kenapa tidak menuntut Hyung saja untuk punya anak? Memangnya tak ada cara lain? Kenapa harus aku? Aku belum mau menikah dan pernikahan bukanlah hal yang main-main. Apa karena rumor itu? Kalian percaya aku seperti yang mereka katakan? Aku anak Ibu dan Ayah. Tapi seolah-olah kalian berdua tidak mengenal siapa diriku. Keputusanku sudah bulat. Aku tidak mau perjodohan." Jungkook segera beranjak dari duduknya, membuat tuan Jeon hanya menghembuskan napasnya, berusaha menghadapi putra bungsunya dengan sabar.
"Akan sulit menemukan gadis yang mau menerimanya 'kan? Rumor itu bahkan diketahui seluruh pengusaha di negeri ini," ujar nyonya Jeon yang kemudian meletakan garpu yang sejak tadi ia pegang. "Napsu makanku memburuk. Putramu sungguh keras kepala."
Permasalahan soal pernikahan memang selalu jadi hal rumit untuk Jungkook. Kejadian di masa lampau, membuat Jungkook tak mau lagi berhubungan dengan gadia manapun yang akhirnya menimbulkan beberapa rumor jika Jungkook menyukai sesama jenis. Padahal jauh dari kabar miring tersebut, Jungkook hanya masih merasa trauma menjadi pihak yang tersakiti.
Jungkook menyetir dengan hati bergemuruh. Meski suasana hatinya buruk, ia tetap harus menjalankan tujuannya, bukan? Ia harus buktikan jika dirinya masih normal.
Sebelum ke apartemennya, Jungkook lebih dulu mampir ke minimarket yang ia lewati. Ia perlu membelikan sarapan untuk Tzuyu. Apalagi sebelum proses itu dimulai, Tzuyu perlu meminum obat.
Jungkook kembali ke mobilnya setelah ia mendapat roti isi cokelat, sandwich, dan air mineral. Ia berharap Tzuyu menyukainya sebab yang ia pilih merupakan roti isi kesukaannya. Yang ia tahu, biasanya wanita akan suka cokelat. Itulah kenapa Jungkook memilih roti isi cokelat.
Jungkook melangkah dengan terburu-buru. Ia yakin jika Tzuyu tengah menahan laparnya sekarang. Apalagi ia baru ingat jika di apartemennya sudah tak ada persediaan bahan makanan apapun. Ia jadi merasa bersalah karena membiarkan Tzuyu kelaparan.
Jungkook tak menekan bel. Ia lantas menekan password pada pintu dan langsung masuk. Namun ia dibuat bingung saat tak menemui Tzuyu di sana.
"Tzuyu?"
Suara Jungkook, membuat Tzuyu yang tengah mencari makanan, langsung menghampirinya. Ia ingin sekali mengatakan pada Jungkook jika dirinya sudah kelaparan sejak semalaman. Namun ia merasa jika ia belum begitu dekat hingga ia akan mengatakan segalanya secara mudah.
"Maaf, aku belum berbelanja bahan makanan. Apa kau lapar?"
Tzuyu mengangguk dengan wajah sedihnya. Bahkan sekarang perutnya benar-benar terasa perih. "Aku belum makan sejak aku ada di sini."
"Kenapa kau tidak menghubungiku? Seharusnya kau menghubungiku 'kan? Ayo, lebih baik kau makan dulu. Setelah ini kita temui dokter obgyn."
Tzuyu yang awalnya sibuk membuka apa yang Jungkook bawa untuknya, tiba-tiba saja berhenti. Ia lalu menatap Jungkook. "Apa kita harus melakukannya sekarang juga?"
"Lalu kapan lagi?" tanya Jungkook, membuat Tzuyu mengedikan bahu. "Kau mau menundanya? Atau membatalkannya?"
"Aku ingin hadir di kelulusan Adikku. Akan sangat aneh jika aku datang dalam keadaan hamil 'kan?"
Jungkook tersenyum. Ia merasa jika ia memang memilih orang yang tepat. Ia merasa bersalah karena justru melakukan hal seperti ini pada gadis sebaik Tzuyu. "Kelulusannya 3 bulan lagi 'kan? Proses surrogacy-nya memakan waktu sekitar satu bulan. Jadi aku yakin saat kelulusan Adikmu, perutmu belum membesar."
"Ah begitu? Aku pikir waktunya akan sangat singkat."
"Ah iya, kau bisa berikan nomor rekeningmu? Aku perlu mentransfer 100 juta yang kujanjikan 'kan? Untuk uang itu, kau bisa menyimpannya karena segala kebutuhanmu akan jadi tanggung jawabku. Jangan sungkan untuk menghubungiku saat membutuhkan sesuatu."
TBC🖤
12 Nov 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You ₩100.000.000✅
Romance15+ Tzuyu akui, keputusannya menandatangani kontrak konyol bernilai 100.000.000 Won itu benar-benar bodoh. Anggap saja jika tanda tangannya begitu mahal hingga dihargai sebesar itu. Tapi ia sungguh tak tahu jika akhir dari kisahnya benar-benar menye...