Sean
Rasa-rasanya tidak ada lagi yang lebih membahagiakan dan mendebarkan bagiku, selain mata teduh Khanza yang saat ini memandangku dengan penuh cinta . aku sangat bersyukur cintaku bersambut dan insyaAllah akan segera kuhalalkan agar segala penyiksaan batinku terobati.
"Makasih ya mas, kamu udah mau menerima kekurangan dan masa laluku, begitu juga dengan kehadiran fathur"
"zaa kamu tidak perlu berterima kasih. Trust me aku jauh lebih beruntung mendapatkanmu"
Khanza tersenyum dengan anggukan pelannya. Dan Allahu Akbar! aku baru ingat kalau kita belum makan siang dan sebentar lagi ashar .
"Ya ampun zaa kamu belum makan siang!?"Seruku panik.
"astagfirullah mas! aku kira kenapa. bibikan udah kasi kue ini buat ngeganjel. lagian sebelum kesini aku udah makan sama kak adit, waktu tes food menu baru"
what the hell!
Lagi-lagi Adit! hatiku tuh nggak rela dan tidak akan pernah rela mulut manisnya nyebut pria brengsek itu tanpa beban sama sekali setelah semua yang pria itu lakukan padanya. dan apa tadi, mereka makan siang bareng? Disaat khanza tau kalau kami sebelumnya udah janjian. demi apa aku benar-benar kecewa. Tanpa mengatakan apapun lagi, aku langsung meninggalkannya untuk mencari bibi. Aku lapar, waktu rapat tadi aku sengaja skip makan siang bareng karyawanku karna ingin makan siang bareng khanza, tapi ternyata. Hah udahlah, mungkin dia lebih memilih mengecewakanku dibanding kakak-nya itu.
"Mas kamu mau kemana?"tanyanya yang tidak kugubris.
sesampaiku di dapur ternyata sudah ada bibi yang sibuk menyiapkan makanan untuk kami.
"Bi lapar!"kataku dengan tangan mengambil alih piring yang dibawanya.
"Iya tau. ini udah bibi siapin" balasnya.
"Khanza ayo nak duduk sama bayi besarnya bibi, dia udah kelaparan katanya" ajak bibi ketika melihat khanza hanya mematung di depan pintu dapur.
khanza mengangguk pelan kemudian duduk mengisi kursi yang tadi sengaja kusiapkan untuknya sebelum duduk dikursiku sendiri. "terima kasih bi, maaf merepotkan" sahut khanza sungkan.
Bibi mengelus dengan sayang pundak khanza"tidak nak, kamu sama sekali tidak merepotkan bibi. Justru bibi sangat bahagia kamu datang kesini dan di hidup sean" ucap bibi haru.
Khanza menangkup tangan bibi yang ada di pundaknya penuh pengertian.
"Ya sudah kalian makan gih, bibi udah makan tadi"
bibi baru saja hendak meninggalkan kami namun beliau menyempatkan menunduk ke khanza seperti ingin membisikkan sesuatu. "nak, sean itu memang anaknya sensitif gampang ngambekan. kalau lagi kumat ya kudu disabarin, tapi kalau udah sah nanti di kasih cipokan pasti langsung lempeng" bisik bibi yang masih jelas kudengar. Namun seakan memang sengaja ingin menggoda kami, bibi langsung pergi ketika melihat keterpakuan Khanza.
Bibi memang paling pandai membaca situasi, tau aja kalau aku lagi ngambek. Aku memilih menikmati makananku pura-pura tidak terpengaruh, sedangkan khanza masih mematung di tempatnya dengan wajah tersipu. cantik banget!? Gimana mau ngambek lama kalau begini hadeh!.
"kalau kamu udah kenyang nggak usah dipaksa, nanti kamu sakit perut"
aku tidak bermaksud menyindirnya, aku memang khawatir jika ia memaksakan diri makan disaat perutnya sudah kenyang hanya karna tidak enak dengan bibi. Tapi melihat raut bersalah khanza membuatku tidak tega, dia pasti berpikir aku masih marah. memang iya, tapi aku mencoba mengerti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta untuk khanza
Fiction généralemaafkan aku karna aku tidak sekuat itu. cinta yang membuatku tidak kuat untuk membagimu . walaupun Tuhanku menjanjikan surga untuk perempuan yang ikhlas di madu. *** seorang pria yang tak lain adalah Sean, duduk bersimpuh dihadapan istrinya dengan t...