Khanza POV
Jika rindu diibaratkan penyakit,mungkin aku masuk tahap kronis. Aku merindukan seseorang yang mungkin saja telah menikah dan bahagia.aku merasa menjadi wanita paling munafik,karna selalu menginginkannya bahagia,tapi tidak ikhlas jika mengingat tidak ada aku dalam bahagianya. Aku sendiri yang menyuruhnya bertanggung jawab, dan aku pula yang mendorongnya melepasku,but why hingga detik ini hatiku masih jauh dari ikhlas. Aku saangat merindukannya,hingga rasanya aku ingin dalam sekejap bisa bertemu dengannya walau sekilas untuk mengobati rindu dan lukaku.Tapi jangankan menemuinya secara langsung,aku bahkan takut menonton tv karna tidak ingin melihat berita pernikahannya dengan wanita lain.
Terhitung sudah 7 bulan lamanya aku lari dan bersembunyi karna Sudah kalah telak oleh kenyataan. Walau aku sudah tau kalau Maura menggunakan cara licik untuk merebut suamiku, tapi aku tidak bisa tutup mata kalau kelicikannya berbuah. ada anak tak berdosa yang tidak tau apa-apa membutuhkan mereka. lalu bagaimana dengan anakku, bukankah dia juga membutuhkan papanya? Ya of course. tapi begini lebih baik daripada melihat anak-anakku menerima penolakan. Cukup aku yang tidak diinginkan menjadi seorang menantu, aku tidak ingin anak-anakku merasakan hal yang sama.
Aku berusaha mempercayai bahwa waktu bisa menyembuhkan luka,aku berharap akan ada hari hati dan bibirku sudah sejalan, bahwa aku ikhlas tanpa ada tapi atau embel-embel apapun. Sehingga aku bisa melangkah untuk meraih kebahagiaanku bersama anak-anakku meski tanpa dirinya disisi kami.
Beberapa hari ini,pergerakan bayiku lebih sering daripada biasanya. Meski nyeri tapi aku sangat menikmati. Seperti sekarang saat aku sengaja mengajaknya mengobrol,kadang ia meresponku dengan sebuah tendangan cinta.biasanya ada fathur yang menemaniku dan akan bercerita apa saja pada adiknya sambil memijit kakiku, yang kadang membuatku gemas melihat tingkahnya itu.tapi berhubung ia kedatangan teman yang mengajaknya bermain sepeda, jadi aku hanya bisa mengawasinya dari balkon kamar,tempat favoritku saat menjelang pagi dan sore hari untuk menikmati kedamaian dan keindahan yang disuguhkan semesta. aku kembali teringat saat mengajak fathur pergi,bagaimana ia membuatku terharu dan makin mencintainya.
"Fathur mau kan ikut mama kemana pun?" Tanyaku yang hanya mendapatkan anggukan polosnya.
"Tapi hanya kita berdua nak,tidak ada papa"
Dan tanpa kuduga anakku itu tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca,lalu memelukku erat.
"Iya mam,asal bersama mama aku mau"
"Sssshh",aku kembali meringis saat merasakan tendangan kuat diperutku.
"Tenang ya nak" kuelus lembut perutku dengan mata terpejam, menikmati sensasi saat anakku menendang atau menyikutku.
Dughh!!
Belum reda sensasi nyeri di perutku, aku dibuat tersentak karna suara benda jatuh yang membuatku buru-buru menoleh,dan alangkah terkejutku melihat pria yang sangat aku rindukan kini berdiri mematung disampingku. Rasa nyeri pada perut terkalahkan oleh eforia saat melihatnya nyata. aku berdiri dengan pelan tanpa memutuskan tautan mata kami,Aku juga bisa melihat raut tak kalah terkejutnya. Lama kita saling terpaku dan saling meyakinkan diri bahwa yang kami lihat bukanlah ilusi semata. Perlahan tapi pasti ia berjalan ke arahku dan langsung merengkuh tubuhku,bersamaan dengan itu aku bisa merasakan tubuhnya bergetar karna terisak. rasa tidak percaya membuatku hanya mematung sambil menangis tanpa suara.
Ini tidak mungkin! Jadi kemungkinan besar jika aku kembali bermimpi seperti hari biasanya.
"Ssshhh"
Tapi sakit akibat tendangan anakku membuatku seketika tersadar jika ini bukanlah mimpi. tapi Kenapa bisa?.
"Sayang kamu kenapa hm?mana yang sakit?"Tanya mas sean panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta untuk khanza
General Fictionmaafkan aku karna aku tidak sekuat itu. cinta yang membuatku tidak kuat untuk membagimu . walaupun Tuhanku menjanjikan surga untuk perempuan yang ikhlas di madu. *** seorang pria yang tak lain adalah Sean, duduk bersimpuh dihadapan istrinya dengan t...