Bagian 26

5.6K 193 5
                                    

Sean

Melihat Khanza yang melepaskan rangkulannya ditanganku karna pria lain, pria yang jelas-jelas pernah menaruh hati dan minat kepadanya bahkan mungkin sampai saat ini, disitu aku seperti dipukul benda kuat hingga ngilunya sampai ubun-ubun.

aku tau sikapku mungkin childish banget, tapi aku juga tidak bisa berpura-pura terlihat baik- baik saja. jika menyangkut khanza entah kenapa aku sulit mengontrol diri sendiri. padahal sebelum mengenalnya aku sangat bisa menyembunyikan perasaan atau emosiku ke orang lain Tapi dengan Khanza? Harus aku akui kalau dia selalu berhasil mengeluarkan sisi lain dariku yang mungkin telah lama kumatikan.

meninggalkan meja makan lebih cepat menurutku keputusan yang baik daripada tinggal untuk beramah tamah dengan adit dan juga sahabat kampret yang sudah merusak liburanku karna menghadirkan orang yang sangat tidak ingin lagi kutemui. setelah melihat si Adit itu selera makanku langsung hilang, makanan kesukaanku pun bagai paku saat di telan. Cemburu memang suatu penyakit yang mungkin sudah kronis jika menyangkut Khanza .

Terakhir aku cemburu dengan Sabir -anak emas papa- yang umurnya setahun lebih muda dariku. Papa mengenalkan kami saat awal aku mulai gabung di perusahaan. Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik dengan perusahaan papa dan semua jenis usahanya yang beliau geluti sejak muda. Tapi karna papa membutuhkan penerus jadi mau tidak mau aku harus terjun kesana, resiko menjadi anak tunggal namun sayang seakan tidak diharapkan.

jika diperhatikan papa dan sabir ini sangat dekat, bahkan aku sering merasa posisiku dan sabir tertukar sangking compangnya perlakuan papa ke aku dan sabir. Sabir juga lebih banyak berpartisipasi di perusahaan dibanding denganku, karna papa memang lebih percaya pada sabir. Perlakuan dan perhatian yang aku rindukan dari seorang papa justru didapatkan secara cuma-cuma oleh sabir .

Papa bahkan lebih mempercayakan tender-tender besarnya ke sabir, padahal saat itu aku bekerja keras agar papa percaya dengan kemampuanku, Tapi papa bahkan nggak pernah setuju setiap ideku yang menurut para anteknya diperusahaan ide itu brilian . Tapi selalu saja menurut papa, Sabir tetap unggul dan bisa ia andalkan.

apa aku pernah protes jawabannya tidak! disisi lain aku senang karna punya waktu banyak dengan resto yang aku bangun sejak SMA, yang dimodali oleh mama tapi udah aku balikin utuh modalnya. aku juga memilih tidak terlalu memusingkan sabir karna selama ini dia juga baik dan menghargaiku, sabir tidak pernah bersikap besar kepala meski ia sering dipuji oleh papa dihadapanku. bahkan dia selalu berusaha akrab denganku dengan memanggilku Abang walau awalnya kutolak tapi karna anaknya keras kepala jadi kubiarkan saja.

"Pap...papa?!"

aku segera berbalik ketika mendengar fathur memanggilku cukup nyaring. Mungkin sedaritadi ia memanggilku tapi aku malah asyik melamun. Fathur sepertinya terbangun karna lapar.

"kenapa? Lapar?"tanyaku.

"Mama mana pap?"

"Diluar, mungkin masih makan. Kamu mau makan juga?"

Fathur hanya mengangguk masih mengumpulkan nyawanya. Kuakui Fathur anak yang tampan dan menggemaskan. Bodoh banget keluarganya yang menyia-nyiakan anak sepintar dan sepatuh Fathur.

"kalau begitu kita mandi dulu ya baru nyusul mama minta makan"

Fathur tersenyum dan segera mengulurkan kedua tangannya padaku, segera kugendong untuk membawanya ke kamar mandi. Mungkin kita akan memakan waktu lama di sana, karna kamar mandi yang mewah dan belum pernah dilihat Fathur membuatnya kegirangan jadi ia betah bermain air sampai lupa waktu.

aku segera mengakhiri mandi sore kami saat melihat Fathur udah kedinginan, dia bahkan masih menyangkalnya karna masih ingin bermain tapi tidak kubiarkan, dia bisa sakit kalau terus dituruti . fathur terlihat kecewa jadi aku menjanjikan akan membiarkannya berenang sampai puas di kolam besok pagi baru dia kembali ceria .

cinta untuk khanzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang