Belva berjalan melewati lorong bersama Marshella, sesekali bibir Belva tersenyum membalas sapaan orang-orang yang berpas-pasan dengannya. Kebetulan hari ini kelasnya sedang free sehabis ulangan harian.
"Kok gue nggak liat Skala sih Bel?" tanya Marshella.
Biasanya sebelum Bel masuk kelas, Skala bersama geng nya nongkrong di tangga lantai 2 sambil menggoda cewek-cewek yang lewat, namun hari ini cowok itu tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.
Belva menggeleng tanda tidak tahu, pagi tadi Skala bilang dia tidak bisa menjemput Belva, karena ada urusan penting. Padahal Belva yakin Skala tidak memiliki urusan penting, lelaki itu hanya menghindarinya usai pertengkaran kecil mereka kemarin.
"Air panas! Air panas!"
Claraya, salah satu teman Belva tiba-tiba menerobos ke tengah-tengah antara Belva dan Marshella dengan cengiran khasnya.
"Bisa nggak nyante?" ujar Marshella.
"Nggak bisa!" jawab Claraya.
Marshella memutar bola matanya malas. "Lo tu-"
"Husst! Gue ada kabar penting, terutama buat Belpa." sela Claraya. Gadis itu menarik tangan Belva berjalan menuju pembatas tembok lantai dua yang berhadapan langsung dengan parkiran.
"Kenapa sih?" ujar Belva penasaran.
"Liat noh," Claraya menunjuk ke barisan murid telat yang sedang di hukum. "Ada Skala, kata anak kelas sepuluh tadi Skala berangkat bareng Mita."
"Sumpah deh, Skala nggak berubah-barubah. Gedeg banget gue liatnya." ujar Marshella.
"Dia cuma main-main kok." kata Belva membuat Marshella dan Claraya mencibir, gadis itu masih membela Skala.
"Plis deh Bel! Lo pacaran sama Skala udah dua tahun, kalo semisalkan dia emang mau main-main ngapain pacaran? mending nggak usah." ujar Claraya mengebu. "Lo nggak cape apa di kasarin, di selingkuhin, di suruh ini itu, Skala cuma manfaatin lo."
"Cla mending lo diem deh, yang ngejalanin hubungan gue sama Skala, bukan lo. Lo nggak tau apa-apa."
"Batu banget sih lo?!" kesal Claraya, hampir setiap hari dirinya menasehati Belva untung berhenti dari hubungan toxicnya dengan Skala. Dan respon Belva selalu sama.
"Tai ayam juga keliatannya coklat kalo udah cinta mah," sambung Marshella. "Kayak kelakuan Skala ke Belva kasar, semena-mena, tapi ya gimana lagi Belva nya suka yang fine-fine aja."
"Lo berdua cuma belum tau aja sisi lain Skala." bela Belva.
"Udah lah, gue males ngomong sama lo." cetus Claraya beranjak pergi.
"Lo mau kemana heh?" tanya Marshella.
"Mau ke kelas belajar, mending gue stres karena belajar dari pada stres mikirin hubungan Skala sama Belva."
"Tapi itu arah kantin, bukan kelas." balas Belva, ketika melihat Claraya menuju lorong sebelah kiri, arah menuju kantin lantai dua.
"Gak jadi belajar, gue nggak mau stres karena apapun, mending bolos. Bye!" pamit Claraya.
"IKOOT!" teriak Marshella. "Bel ikut nggak?"
Belva menggeleng tidak minat. Marshella pun langsung berlari mengejar Claraya yang sudah cukup jauh.
Pandangan Belva kembali tertuju pada barisan di lapangan sana, terlihat beberapa murid yang sedang di hukum tengah berbaris, termasuk Skala. Cowok itu berdiri di sebelah Mita, Belva bisa melihat jelas dari sini jika sesekali Mita memegang tangan Skala, modus.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...