15

199K 23.4K 9.1K
                                    

Nungguin ya? Papalepalepapapale

•Skala•

"Percaya nggak kalo tante dulu pernah ada di posisi kamu?"

"Maksud tante?" Belva menatap Flora dengan raut heran.

"Tante dulu pernah cinta sama seseorang sampai Tante lupa buat mencintai diri sendiri." Flora memberi jeda. "Dia kasar, suka selingkuh, bahkan dulu tante sempat ingin dibunuh hanya karena berbicara dengan lelaki lain."

"Yang Tante maksud Ayahnya Skala?"

Flora mengangguk, senyum miris tersungging di bibirnya. "Saat kami lulus kuliah dia melamar Tante, Tante kira dia bakal berubah setelah menikah. Ternyata nggak, sifatnya malah semakin menjadi-jadi.".

"Saya nggak pernah memaksakan dia harus berubah selama dia bersama saya, tapi semakin hari saya semakin muak. Puncaknya saat Skala berada di tahun akhir sekolah dasar, dia membawa wanita lain dengan anak perempuan yang usianya satu tahun dibawah Skala. Dia menghianati Saya sampai menghasilkan anak."

Belva menatap Flora dengan tatapan terkejut, Flora terlihat sangat cantik dan berkelas di waktu yang bersamaan. Bagaimana bisa Ayahnya Skala menghianati wanita sesempurna ini.

"Saya kecewa, tanpa memikirkan apapun saya meninggalkan indonesia untuk menenangkan diri selama satu tahun, hidup saya terasa hancur bahkan saya sempat berfikir untuk mengakhiri hidup saya. Namun Tuhan begitu baik, Dia mengirimkan seorang lelaki yang menemani saya melewati hari-hari terburuk saya, pria itu juga yang saat ini menjadi suami saya."

"Setelah saya merasa sudah berdamai dengan keadaan. Saya memutuskan untuk kembali menyelesaikan segelanya, saat itu juga saya sadar betapa bodohnya saya meninggalkan Skala bersama Ayahnya."

"Saat itu, Skala menjadi sasaran kemarahan Ayahnya karena saya menghilang. Di umurnya yang masih begitu kecil, Skala harus mendapatkan siksaan dari Ayahnya." tangan Flora bergetar ketika mengatakan hal itu.

"Beberapa pekerja melaporkan kepada saya bahwa Ayah Skala menggantung Skala dengan tali ketika Skala tidak menuruti perintahnya. Skala juga pernah di dorong dari balkon lantai dua ketika nilainya turun."

"Hati saya hancur sekali, apalagi setelah mengetahui bahwa Skala mengidap Borderline personality disorder. Gen dari Ayahnya."

Flora menggengam tangan Belva, sambil menatap Belva sendu. "Dari perlakuan Skala tadi pagi, mengingatkan saya pada perlakuan Ayah Skala dulu. Kamu pasti sering di kasarin dia kan?"

Dengan ragu Belva mengangguk.

"Saya nggak akan memaksa kamu untuk pisah dari Skala, itu hak kamu. Tapi coba pikir, apa kamu mau mengahabiskan waktu kamu untuk menyiksa diri kamu sendiri? Saya bersyukur sekali ada perempuan yang menerima Skala dengan begitu tulusnya. Tapi saya juga tidak mau wanita itu menjadi korban tingkah anak saya."

Belva mengalihkan pandangannya kedepan. Kenapa semua orang ingin dirinya berpisah dengan Skala?

Belva mencintai Skala, bahkan dengan fakta ini Belva semakin yakin bahwa dirinya harus berada di sisi Skala membantu Skala melewati segalanya.

"Saya akan terus bertahan sama Skala tante." ujar Belva dengan nada yakin.

"Itu hak kamu, saya hanya memberi saran. Jika kamu tetap ingin bertahan maka tidak apa-apa, saya juga ingin mengucapkan terimaksih telah menerima anak saya. Tapi kamu harus ingat sebanyak apapun kamu mencintai orang lain. Kalau kamu tidak bisa mencintai diri sendiri itu percuma. Cintai diri kamu sendiri sebelum mencintai orang lain."

"Saya tau tante."

Flora mengehela nafasnya, menasehati orang yang sedang buta karena cinta memang tidak ada gunanya.

•Skala•

Borderline personality disorder (BPD) dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya. Penderitanya sering memiliki perasaan takut ditinggalkan dan ditolak, merasa cemas, marah, dan tidak berarti. Mereka juga cenderung menyakiti diri sendiri dan orang lain. Selain itu, penderita BPD juga sering mengalami perubahan mood.

Belva duduk di kantin sambil membaca dalam hati artikel yang ia cari di internet, mengabaikan bakso yang Claraya pesankan untuk dirinya.

Belva penasaran dengan apa yang di derita Skala. Setelah mengetahuinya, Belva bertekat akan membantu menyembuhkan Skala dengan cara apapun.

"Bel bakso lo gue makan ya kalo  nggak dimakan." kata Claraya.

Belva mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel yang ia gengam.

Dengan senang, Claraya menuangkan lima sendok sambal beserta saos dan kecap, lalu memakannya dengan lahap.

"Buat apa mesenin Belva kalo ujung-ujungnya lo sendiri yang makan?" cibir Marshella.

"Orang nggak dimakan sama Belva nya." ujar Claraya dengan wajah yang memerah karena kepedasan.

"Haii selamat siang!" sapa Mita, Belva langsung mengalihkan pandangannya dari ponsel, Marshella menatap Mita sengit, dan Claraya yang langsung menghentikan acara makannya.

"Ini jam setengah sepuluh, masih termasuk pagi bodoh." cerocos Claraya.

"Santai, kok kalian kayak takut gitu sama gue? takut kalah saing ya?" kata Mita sambil tertawa kecil.

"Ngapain gue ngiri sama lo? Oran-orang juga pasti tau mana sampah mana emas." kali ini Marshella yang menyahut.

Mita mengabaikan Marshella, tatapannya menatap Belva dengan tatapan merendahkan. "Gimana, lo udah di putusin sama Skala belum?"

"Kenapa lo nggak tanya sama Skala nya aja, bukannya kalian deket?" balas Belva.

"Mana sempat, waktu gue sama Skala habis untuk senang-senang sih." Mita menyibak rambutnya yang menutupi leher, memperlihatkan tanda merah di lehernya. "Tanda dari Skala tadi malam." ujarnya bangga.

"Ada yang bangga jadi lonte ternyata." ujar Claraya frontal.

"Jaga ya mulut lo!" Mita tidak terima.

"Tingkah lo yang harusnya di jaga." Belva menyahut membuat Mita menatapnya marah.

"Sialan!" Mita mengambil jus jambu milik Marshella lalu menyiramkannya  ke Belva.

Belva menatap Mita datar, tangannya meraih bakso yang tadi Claraya makan lalu membalas Mita dengan menyiramkan bakso itu ke wajah Mita.

"Ahh perih!" Mita memekik karena kuah bakso itu memasuki matanya.

"Mampus mampus!" seru Claraya dan Marshella secara bersamaan sambil tertawa.

Namun tawa mereka terhenti ketika Skala datang menggendong Mita. Skala membawa gadis di gendongannya itu keluar dari kantin, tanpa menghiraukan Belva yang menatapnya penuh luka.

•Skala•

SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang