41

265K 29.3K 20.9K
                                    

•Skala•


Skala menatap gundukan tanah di depannya dengan datar. Ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa lelaki itu tengah baik-baik saja. Namun tidak, Skala tidak baik-baik saja.

Bagaimanapun Radjati adalah Ayahnya. Lelaki itu yang mengajarkan Skala berjalan, bersepeda, memanah dan lainnya. Radjati yang telah mengajarkan pada Skala bagaimana kerasnya hidup ini tanpa bergantung pada siapapun.

Bagimana bisa Skala baik-baik saja?

Skala ingin menangis, Skala ingin berteriak untuk menghilangkan rasa sesak di dadanya. Tetapi tidak bisa, Air mata dan suaranya terasa habis.

"Kak Belva nggak dateng, Kak?" tanya Stella dengan mata gadis itu yang membengkak karena terus menangis.

Skala menggeleng.

Mungkin jika ada Belva disisinya, rasa sesaknya tidak akan separah ini. Tapi nyatanya Belva tidak ada, gadis itu kini tak lagi peduli dengannya.

"Lagi marahan ya?" tanya Stella lagi.

Skala hanya diam, namun dari raut wajah kakak tirinya itu Stella dapat menyimpulkan bahwa pertanyaannya tadi memang benar.

"Kakak udah minta maaf? Simpel sih, tapi penting. Sebesar apapun kesalahannya langkah pertama yang harus kita lakuin itu minta maaf dengan tulus. Sehabis itu baru masuk tahap ke lainnya."

Maaf? Skala belum meminta maaf kepada Belva  sejak kejadian itu, segalanya begitu tiba-tiba untuk Skala. Otak bodohnya tidak sempat memikirkan apapun.

"Ji-"

"Diem, lo berisik!" peringat Skala ketika Stella ingin berbicara.

Stella menundukkan kepalanya. "Aku cuma mau deket dengan Kakak. Aku pengen kayak orang-orang yang deket dengan kakak laki-lakinya."

Skala mengabaikan perkataan Stella, lelaki itu memundurkan langkahnya lalu pergi dari area pemakaman, mengabaikan orang-orang yang keheranan melihatnya.

"Skala kamu mau kemana? Jangan kemana-mana, pengacara udah stay di rumah Papi kamu buat masalah pembagian warisan."  peringat Flora sedikit berteriak karena jarak Skala yang sudah lumayan jauh.

"Sebentar." jawab Skala.

Tujuannya satu, Belva. Skala membutuhkan Belva saat ini.

•Skala•

"Kak Skala baru aja pergi." ujar Stella.

Arjuna mengangguk-anggukan kepalanya, matanya menatap Stella dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Cantik, sayangnya Stella mirip sekali dengan Skala.

"Kemana?"

"Nggak tau." jawab Stella. "Kalo boleh tau, lo siapa kakak gue?"

"Gue? Temen." 

Stella menganggukkan kepalanya, dirinya hanya tau teman-teman Skala yang satu sekolah bersamanya.

"Maaf gue nggak pernah liat lo soalnya."

Arjuna mengangkat alisnya. "Kalo lo, siapanya Skala?"

"Gue adiknya, adik tiri. Kita satu Ayah beda ibu."

SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang