09

211K 26.2K 4.8K
                                    

Semangatin aku pake emot 🖤

•Skala•

Tangan besar Skala mengusap surai Belva lembut, jam menunjukkan pukul empat pagi, seusai kemarahan tanpa sebabnya pada Belva cowok itu memaksa Belva untuk tidur di pangkuannya.

Belva tentu menolak, mana mau ia tidur di soffa bisa-bisa badannya remuk karena pegal, namun karena Skala yang tidak mau di bantah akhirnya Belva menurut.

Dua jam sudah Belva tidur dengan nyenyak di paha Skala, dan dua jam pula Skala terus memperhatikan wajah tenang Belva tanpa berminat menutup matanya untuk tidur.

Skala akui, pacarnya ini sangat cantik. Wajar jika banyak lelaki selain dirinya yang menyukai Belva, Skala tidak masalah karena Skala tau mereka tidak berani macam-macam dengannya. Namun ketika mengetahui temannya juga menyukai Belva, Skala merasa marah.

Ada rasa takut juga di dalam dirinya. Bagaimana jika Belva berpaling darinya? Bagaimana jika salah satu temannya yang kelak akan menjadi pasangan Belva?

"Yaampun Skala, kamu belum pulang sayang?"

Skala mengelus dadanya kaget, ketika suara Bela tiba-tiba terdengar dari tangga. Perempuan berkepala tiga itu mengeleng-gelengkan kepalanya melihat anaknya tidur berbantalkan paha Skala.

"Kok Belva tidur di paha kamu? Kalian nggak macem-macem kan?" tanya Bela.

Skala menggeleng, "nggak kok tante, kita nggak ngapa-ngapin, Belva tadi ketiduran Skala nggak berani bangunin." ujar Skala mencari alasan.

"Emang si Belva modus terus!" Bela menggeplak tangan Belva hingga gadis itu bangun.

"Apasih mah?!" geram Belva.

"Bangun heh, ngapain kamu tidur di paha Skala?"

"Orang Skala yang nyuruh, kok."

"Ngeles aja kamu, Skala kan anak baik-baik. Kamu yang nggak beres nih, anak cowok itu di jaga, bukan di rusak."

Belva yang masih setengah sadar mengumpat dalam hati. Sudah di bilang Mamanya ini begitu percaya pada Skala.

Andai saja mamanya tau segala tingkah laku Skala di belakangnya. Bisa di pastikan Belva tidak di izinkan berpacaran dengan Skala, bahkan mungkin kenal saja tidak.

"Mamah ngeselin banget sih." gumam Belva.

"Ngeselin, ngeselin. Cepet bangun kita sholat jamaah bareng-bareng mumpung ada Skala disini. Skala kamu yang imamin yah?"

Skala meneguk ludahnya kasar, masalahnya dirinya jarang sekali sholat. Ayat yang di hafalpun hanya surat al-fatihah dan al-ikhlas saja.

Sedangkan Belva menutup mulutnya dengan kedua tangannya agar tidak tertawa, bagaimana Skala menjadi imam jika menjadi makmum saja cowok itu tidak bisa.

•Skala•

"Kalo makan jangan kecap-kecap!"

"Namanya juga makan."

Belva menantap sengit Mamahnya yang sedari tadi terus membela Skala. Saat ini dirinya merasa seperti menjadi anak pungut di antara Mamahnya dan Skala.

"Melotot-melotot sama orang tua nggak sopan." tegur Skala yang Belva yakini hanya pecitraan.

Bela sudah senyum-senyum sendiri membayangkan memiliki menantu seperti Skala, sejauh ini sifat Skala tidak pernah mengecewakannya.

Awal pertemuan Bela dengan Skala adalah ketika Bela yang baru pulang sehabis mengantar Vadil, Ayah Belva yang akan bekerja. For you information Ayah Belva adalah seorang pilot.

SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang