Kamaren mau up, tapi hpku terjun ke air:(
•Skala•
Matamatika di hari senin adalah musuh nyata bagi para pelajar, apalagi di tambah suara guru yang menerangkan lebih mirip seperti sedang mendongeng, rasa kantuk para siswa rasanya berada di ujung batas.
Claraya bahkan sudah tertidur pulas sedari tadi, begitupun Marshella yang terkantuk-kantuk di mejanya.
Berbeda dengan kedua temannya, Belva lebih memilih memperhatikan guru di depannya, matanya memang tertuju pada guru itu tapi pikirannya melalang jauh memikirkan Skala.
Dalam dua tahun hubungannya dengan Skala, pertengkaran seperti ini bukan hal yang baru. Sebelum-sebelumnya lelaki itu bahkan lebih kasar dari sekarang, namun kali ini berbeda.
Belva merasakan perasaan bersalah karena mempertemukan Skala dan Ayahnya membuatnya sedari tadi gelisah takut Skala tidak akan memaafkan dirinya lalu memutuskannya.
Tidak Belva tidak siap, Belva begitu mencintai Skala.
"Kerjakan halaman enam puluh enam sampai enam puluh delapan ya, habis itu kumpulkan di meja saya ketika jam pelajaran selesai."
Beberapa murid bersorak senang ketika guru paruh baya itu meninggalkan kelas, pelajaran matematika masih satu jam pelajaran lagi, artinya selama satu jam ini kelas mereka free.
"Woy ayo mabar!"
"Ehh minjem lipstik dong."
"Ada yang bawa kaca sama sisir?"
"Exo smaa Bts colllab woy, tapi boong hiyaak!"
"Apasih ribut banget???!" gerutu Claraya yang terusik karena kelas mendadak berisik seperti pasar, cewek itu mengusap wajahnya kasar.
"Clar, itu di ujung bibir lo ada iler kering." kata Rendi sambil tertawa terbahak-bahak.
Claraya menoleh pada Belva. "Bohong kan Bel?" tanyanya memastikan.
Belva mengangguk sambil menahan tawa. "Iya ada."
"Bohong ya lo?" Claraya tidak percaya, cewek itu mengambil kaca yang selalu ada di kolong mejanya, lalu memekik kaget ketika meilhat di ujung bibirnya memang ada iler kering disana.
Bebarapa murid tertawa melihat itu, termasuk Belva. Claraya yang kepalang malu, langsung bangkit menarik Belva dan Marshella keluar kelas.
"Anjirt anjirt malu banget woy!" pekik Claraya.
"Gue ngantuk Claraya, kenapa sih?" tanya Marshella sewot.
"Lo tuh! Temen lagi malu jugak."
"Biasanya juga malu-maluin!"
Claraya memutar bola matanya malas mendengar perkataan Marshella."Anterin gue toilet." rengeknya sambil menarik Belva dan Marshella.
Berbeda dengan Marshella yang misuh-misuh, Belva hanya pasrah ketika tangannya di tarik oleh Claraya. Namun ketika matanya tak sengaja melihat Skala yang berada di lapangan bersama teman-temannya, Belva melepaskan cekalan Claraya di tangannya.
"Gue mau ambil parfume dulu di kelas, lo berdua duluan aja." ujar Belva.
Claraya mengangguk. "Okee, bawain lipbalm gue juga ya."
"Iya, iya."
"Serius lo mau ke kelas?" tanya Marshella curiga.
"Ngapain gue bohong?"
Marshella menghela nafasnya. "Oke, awas lo ke Skala."
Belva mengacungkan jari jempolnya. Ketika tubuh Claraya dan Marshella sudah tak terlihat, Belva berjalan menuju lapangan di mana Skala dan teman-temannya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...