•Skala•
Skala berdiri didepan jendela kamar milik Belva, masa bodoh dengan Vadil yang melarangnya, rindunya pada Belva lebih besar dari apapun.
Dengan kesabaran yang amat tipis, Skala mengetuk kamar Belva. Namun nihil, tak ada balasan apapun dari Belva. Padahal Skala yakin bahwa gadisnya itu belum tidur, lampu kamar Belva menyala dan Skala tau perempuan itu tidak bisa tidur dengan lampu yang menyala.
"Bel, buka atau kaca jendela lo gue pecahin?" ancam Skala, namun tetap tidak ada balasan dari Belva.
Karena terlanjur kesal, Skala mencongkel jendela Belva dengan linggis yang ia bawa untuk jaga-jaga jika kejadian seperti ini terjadi.
Sunyi, kamar Belva begitu sunyi seperti tidak ada kehidupan, Kasur yang berantakan, pecahan-pecahan gelas kaca berserakan. Skala menyringitkan alisnya ketika melihat Belva tidur dibawah kolong kasur.
Belva meringkuk kedinginan, bibirnya bergetar terus mengumamkan kata 'tolong' membuat hati Skala remuk dibuatnya. Lelaki itu berjongkok tepat di sebalah kasur, melihat bagaimana kacaunya keadaan Belva.
"Bel.." Skala mengelus pipi Belva.
Belva mengerjapkan matanya, nafasnya tercekat ketika merasakan usapan diwajahnya. Badannya bergetar, ketakutan itu kembali melanda nya .
"PERGI, JANGAN SENTUH. TOLONG!" teriak Belva, dengan cepat Skala membekap mulut Belva kuat agar wanita itu tidak lagi berteriak.
"Belva, ini gue Skala."
Belva meronta berusaha melepaskan tangan Skala pada mulutnya, tubuhnya bergetar lebih hebat, keringat mengucur deras dari tubuhnya yang mendadak dingin.
Melihat Belva yang begitu ketakutan, Skala melepaskan tangannya membiarkan Belva berangsur mundur menjauhinya.
"Pergi, pergi!" ujar Belva, tangannya mengambil barang-barang disekitarnya lalu melemparnya kearah Skala.
"Belva!" teriak Skala ketika Belva menginjak bekas pecahan kaca, membuat kaki telanjang perempuan itu berdarah.
Saat Skala hendak mendekat, tubuh Belva merosot ke lantai, menangis sejadi-jadinya sambil terus meracau hal-hal yang tidak jelas.
"Belva, jangan bercanda anjing!" kata Skala. perasaannya saat ini terasa campur aduk antara marah, takut, dan merasa bersalah.
"Tolong,tolong, tolong!" pekik Belva sambil meremas rambutnya.
Tanpa memperdulikan keadaan Belva, Skala mendekati wanita itu, mengabaikan Belva yang kini sudah pucat pasi melihatnya.
"JANGAN! NGGAK, MAMA TOLONG!" jerit Belva.
"Belva.." lirih Skala, tangannya mengusap rambut Belva namun tangannya di tepis oleh wanita itu.
"PERGI!" teriak Belva.
Skala mengabaikannya, matanya menelisik mata Belva yang memancarkan ketakutan. Hati Skala begitu sakit, melihat Belva yang seperti ini padanya.
Melihat Skala yang mendekat Belva mengambil beling yang bercecaran di dedepannya, lalu menusuk beling itu tepat di pipi Skala.
Belva menurunkan tangannya, karena mencengkram beling itu terlalu kuat kini tangan Belva berlumuran darah. Tubuhnya masih bergetar hebat, Belva memudurkan tubuhnya hingga menabrak tembok, lalu membenturkan kepalanya berkali-kali disana.
"Bodoh, nggak perguna." gumam Belva.
Skala menyaksikannya dengan pilu, luka tusukan di pipinya tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit melihat Belva sekacau ini. Tangannya mengepal, ini semua salahnya, sekarang Skala menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...