29

162K 21.7K 6.3K
                                    

•Skala•

Deluna menggulum senyumnya diam-diam, wajahnya bersemu merah. Mencium aroma parfum Skala saja sudah mampu membuat hatinya berdebar hebat.

"Lo jalannya bisa cepet nggak sih?" tanya Skala dengan nada kesal.

Deluna tersentak, perempuan itu langsung berlari kecil menghampiri Skala yang sudah berada di depan moblinya. Deluna meringis seumur hidupnya dia tidak pernah menaiki mobil selain mobil angkot.

Skala memasuki mobilnya terlebih dahulu meninggalkan Deluna yang bdrgeming di tempat.

Skala berdecak melihat Deluna yang hanya bergeming di tempat, cowok itu menurunkan kaca mobilnya. "Masuk. Cepet!"

"Iya," Deluna buru-buru membuka pintu mobil Skala.

"Pake sabuk pengamannya."

Deluna tertunduk lagi sambil memainkan jarinya. "Aku nggak tau caranya." cicitnya pelan.

Skala menghembuskan nafasnya, lelaki itu mencondongkan badannya ke arah Deluna, memasangkan steatbelt pada perempuan itu membuat Deluna terdiam kaku di tempatnya.

Deluna dapat melihat pahatan sempurna wajah Skala, walau bagian pipi lelaki itu terlihat membengkak entah karena apa, tetapi tidak membuat ketampanan Skala hilang.

Deluna menjadi merasa insecure , jika di bandingkan dirinya yang hanya memakai kaos lusuh, dirinya merasa tidak pantas untuk Skala.

Deluna menggeleng. Bodoh sekali otaknya berfikir ke arah sana, memangnya Skala mau dengan dirinya? Deluna rasa tidak, Skala dan dirinya bagaikan langit dan bumi.

Tapi Skala mau mengantarnya, bukankan itu tanda bahwa ada kesempatan dirinya untuk menjadi eer- kekasih Skala?

Tanpa sadar, tangan Deluna menyentuh pipi Skala dengan lembut.

Skala yang merasakan sentuhan di pipinya menoleh kearah Deluna, dengan cepat lelaki itu menepis tangan Deluna dari pipinya.

"Tangan lo kotor, jangan sembarangan sentuh." peringat Skala sambil menegakkan tubuhnya lagi.

"Ah maaf aku ngak sengaja." sesal Deluna.

Skala mengabaikan perkataan Deluna, kini lelaki itu fokus menjalankan mobilnya dengan kecapatan sedang.

"Skala, boleh aku minjem iket rambut ini?" tanya Deluna mengambil ikat rambut hitam yang sengaja Belva tingalkan di mobil Skala.

"Jangan, Itu punya Belva."

Deluna tidak dapat menyenbunyikan raut terkejutnya, tentu saja dia tau siapa Belva, kekasih Skala. Tetapi gosip yang beredar dikalangan siswi di sekolahnya Belva dan Skala telah putus sejak lama.

"Kamu masih pacaran sama dia?" tanya Deluna.

Skala mengangguk pelan. "Iya." jawabnya.

Deluna mendadak lesu, segala bayangan dirinya dan Skala yang ia rancang di otaknya lenyap seketika.

"Skala kamu cinta sama Belva?" tanya Deluna.

Skala menunjukkan raut tak sukanya. "Ngapain nanya begitu?" ujarnya ketus.

"Orang-orang bilang, kamu nggak cinta Belva tapo Belva yang ngejer-ngejer kamu." ujar Deluna jujur, karena selama ini yang ia dengar adalah Belva yang mengejar Skala sedangkan Skala tidak.

"Ada dua manusia sampah didunia ini. Lo mau tau?"

Deluna mengangguk.

"Penyebar gosip yang belum tentu kebenarannya dan orang yang percaya gosip itu." ujar Skala. "Dan lo termasuk kedalam dua manusia sampah itu." lanjutnya sarkas.

Skala melirik kearah Deluna sekilas, wanita itu tampak gelagapan mendengar omongan Skala. "Aku nggak maksud begitu." ujar Dleuna pelan.

Skala mengangkat bahunya acuh. "Terserah sih, bukan urusan gue."

Skala sedang merasa tidak mood untuk meladeni wanita di sampingnya itu, dia sedang berusaha menepati janjinya pada Belva untuk tidak bermain-main dengan wanita lain.

Skala jelas tau dari gelagatnya Deluna menyukainya. Walaupun harus Skala akui Deluna memilik wajah yang cukup manis tetapi untuk saat ini Skala tidak berminat kepada wanita lain selain Belva.

•Skala•

Belva memperhatikan Airlangga yang sedang menyantap nasi kucing dengan lahap, ini sudah bungkus kelima Airlangga, tetapi lelaki itu belum juga kenyang.

"Air, ayo pulang!" rengek Belva. Bukannya pulang, dia malah menyangkut di angkringan menemani Airlangga makan.

"Lo sendiri yang bilang laper."

Belva mengrucutkan bibirnya kesal. "Gue udah selesai."

"Gue belum."

Belva menyesal merengek lapar pada Airlangga, awalnya Airlangga menolak keras untuk berhenti mencari makan. Namun karena Belva yang terus merengek lapar akhirnya Airlangga memberhentikan mobilnya di angkringan.

Sekarang malah Airlangga yang makan dengan lahap, sedangkan Belva hanya memakan satu bungkus.

"Lo nggak kasian sama gue? Gue cewe masa malem-malem di luar. Kalo ada apa-apa gimana?" ujar Belva mendramatis.

"Ada gue, tenang aja."

Mata Belva mengerjap beberapa saat, lalu senyumnya merekah. "Wah ternyata lo bisa manis juga!"

Airlangga menatap Belva bingung. Manis dari mananya? dia hanya mengatakan apa yang harus dikatakan ketika ada wanita yang merasa tidak aman, sedangkan dia berada bersama wanita itu.

Airlangga meneguk teh hangatnya, lalu berdiri. Setelah membayar apa yang tadi di belinya lelaki itu mengajak Belva pulang.

"Lo jalan di depan." ujar Airlangga.

Belva mengangguk lalu berjalan tepat di depan Airlangga. Jarak parkir mobil Airlangga dengan Angkringan memang cukup jauh.

Airlangga ingin Belva merasa aman karena dirinya berjalan dibelakangnya.

"Air dingin." ujar Belva.

"Hm."

"Biasanya Skala minjemin gue jaket kalo gue kedinginan."

"Yaudah sana minjem."

"Kan nggak ada Skala disini."

"Yaudah nggak usah pake jaket."

"Tapi lo pake jaket. Kan disini nggak ada Skala, jadi sekarang gue minjem jaket lo ya?"

Airlangga mendengus, namun lelaki itu tetap melepaskan jaketnya lalu memberikannya pada Belva.

"Air lo pake Axe warna coklat ya?" tanya Belva.

"Iya."

"Pantes wangi. Kalo gue bukan pacar Skala gue mau deh jadi pacar lo."

"Tapi gue nggak mau sama lo."

"Ih kok lo jujur amat sih?!" Belva kesal.

•Skala•

#SkalaBelva

#SkalaDeluna

#AirlanggaBelva

Wakakak kalian tim mana?

SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang