•Skala•Lima jam setelah oprasi Belva masih betah dalam tidurnya, Skala sampai mencak-mencak sendiri karena merasa lelah menunggui Belva yang tak kunjung bangun.
"Kapan bangunnya sih? bangsat." umpat Skala.
Marcelion rasanya ingin mencekik Skala saat ini juga. Dalam keadaan seperti ini saja lelaki itu masih sempat-sempatnya berbicara kasar.
Bella- mamah Belva, telah pulang sejak satu jam yang lalu atas paksaan Skala. Skala beralasan bahwa Bella harus beristirahat karena sudah malam.
Padahal Skala menyuruh Bella pulang agar bisa bersikap bebas tanpa harus berakting menjadi anak baik-baik di depan ibu pacarnya itu.
Marshella dan Claraya pun sudah pulang di antar Marcelion yang langsung datang kemari lagi setalah selesai mengantar keduanya.
Tersisa lah Skala, Marcelion dan Airlangga yang baru saja datang. Kini Airlangga sedang duduk di lantai sambil mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.
Skala telah memblacklist Galen dan El dari sini. Skala tidak suka meilhat Galen yang terus saja memancing emosinya. Sedangkan El cenderung lebih berhati-hati dalam bersikap, namun tatapan El kepada gadisnya itu membuat Skala panas sendiri.
"Air, lo kan pinter tau nggak kapan Belva sadar?" tanya Marcelion.
Airlangga melempar tip-x nya, benda itu mendarat tepat di kepala Marcelion.
"Kalo nanya pake otak!" jawab Airlangga emosi karena belajarnya di ganggu.
"Cuma nanya, kalem dong." ujar Marcelion. "Ska, mending lo duduk gue mumet liat lo yang dari tadi bolak balik kek setrikaan."
"Bacot."
Marcelion mengelus dadanya sabar, dirinya heran kenapa teman-temannya suka sekali emosi dalam segala hal.
"Belva udah bangun? Cieee bangun." kata Marcelion melihat Belva yang sudah membuka matanya, namun cewek itu hanya diam menatap ke arah langit-langit ruang inapnya.
"Bel, lo nggak papa?" Skala langsung menghampiri Belva, tangannya mengelus lembut rambut Belva.
"Panggil suster dulu." ujar Airlangga lalu kembali fokus dengan lembaran-lembaran bukunya.
Marcelion berdiri, bersiap-siap ingin keluar untuk memanggil suster seperti yang Airlangga katakan. Namun ketika sudah berada di pintu suara Airlangga kembali terdengar.
"Itu ada tombol buat manggilnya, bodoh!"
Melihat teman-temannya yang hanya terdiam, Airlangga menutup bukunya lalu beranjak memencet tombol merah yang berada di samping ranjang inap milik Belva.
Bebarapa menit kemudian, beberapa perawat datang menanyai keadaan Belva, Belva hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan.
"Oksigennya kami lepas dulu ya." ujar Suster tersebut sambil melepas oksigen yang terpasang di hidung Belva.
"Lagian ngapain pake oksigen segala sih?" tanya Skala.
"Untuk jaga-jaga saat pasien tidak sadarkan diri, Kak." jelas suster itu sambil tersenyum.
"Tapi pacar gue nggak amnesia kan dok?"
Airlangga menutup wajahnya dengan buku ketika mendengar pertanyaan bodoh dari Skala.
"Luka pasien tidak ada hubungannya dengan penyebab amnesia."
"Tapi pacar gue diem aja, kek orang linglung."
Suster itu kembali tersenyum. "Mungkin pasien masih merasa sakit hingga tidak merasa mood untuk bicara. Saya keluar dulu, jika ada apa-apa silahkan panggil lagi." pamitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...