•Skala•
Belva menghentikan langkah kakinya ketika merasakan seseorang mengikutinya, lagi. Niatnya datang kemari adalah untuk mengadu pada Skala, namun pria itu malah acuh menganggapnya berbohong.
Jika sebelumnya penguntit itu akan bersembunyi ketika Belva berbalik, tapi kali ini tidak. Saat Belva membalikkan badannya lelaki yang mengikuti Belva belakangan ini justru menunjukkan wajah puasnya sambil tersenyum lebar.
Belva ingat!
Lelaki itu adalah salah satu preman yang sempat mengganggunya kala itu.
Belva terus memundurkan langkahnya ketika lelaki itu terus mendekat kerahnya dengan tatapan mesum.
"Skala tolong." jerit Belva dalam hati.
Belva menoleh, melihat pintu lift yang terbuka dengan cepat Belva berlari ke arah lift itu sambil menyeret kopernya.
"Kenapa mbak?"
Menolehkan wajahnya, Belva terkejut luar biasa ternyata salah satu teman preman itu ada disini. Tentu Belva amsih mengingat jelas wajah-wajah orang yang berusaha melecehkannya waktu itu, Sebenarnya berapa orang yang menguntitnya? apa motif mereka?
Belva rasanya ingin menangis ketika pria itu membuka rasleting celananya sendiri.
"Mau puasin gue kagak mbak?" katanya.
Belva menggeleng sambil memejamkan matanya.
"Tolong, jangan macem-macem." lirih Belva.
"Satu macem aja, mbaknya juga bakal enak ntar." katanya sambil tertawa.
"Gue bayar berapaun yang lo mau, tolong jangan macem-macem." mohonnya.
"Nggak butuh duit! Butuhnya badan yang y bagus itu!"
Belva membuka matanya ketika mendengar suara lift terbuka,di depan sana lelaki itu telah memlorotkan celananya sendiri menampilkan hal yang menjijikan bagi Belva.
Belva berdoa dalam hati, setelah mengumpulkan keberaniannya Belva berdiri menendang laki-laki itu tepat pada kemaluannya.
"Akh anjing!" umpatnya.
Belva berlari keluar dari lift, nafasnya tertahan ketika melihat lobby apartemen ini biasanya selalu ramai, kini sepi, hanya ada dua orang pria berbadan kekar berada di depan pintu utama.
Belva menoleh, di belakangnya pria yang tadi berada di lantai dua sudah turun kemari. Belva merasa terjebak sekarang.
Merasa posisinya makin mengenaskan, Belva mengangkat kopernya, berlari sekencang mungkin lalu berusaha memukulkan koper itu pada kedua preman yang menghadangnya di pintu utama.
Tangan kekar mereka menahan koper yang Belva pukulkan, membuat tangan Belva bergetar karena rencananya gagal.
"Siapapun tolong gue." mohon Belva dalam lagi.
Belva menarik kopernya kuat-kuat, merasa usahanya akan sia-sia, Belva melepaskan koper itu lalu berlari keluar gedung apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...