•Skala•"Mita meninggal, bunuh diri."
Belva menghentikan kunyahanya ketika mendengar perkataan Marshella. Kedua temannya itu baru pulang sekolah dan langsung datang kemari menjenguknya."Jangan ngarang!" tegurnya.
"Sumpah. Beritanya heboh tadi pagi di sekolah, katanya dia nekat jebur ke kolam ruko yang biasanya di jadiin tempat nongkrong anak Garagas."
"Demi apa gue merinding, terakhir ketemu berantem eh udah meninggoy aja tuh cabe." sambung Claraya.
"Udah meninggal jangan di katainlah, pamali." ujar Marshella.
"Gue masih gedek sama dia tau! Main tusuk aja sampe Belpa kek gini." gerutu Claraya.
"Udah lah kan udah kena batunya, lagian gue kasian banget ama orang tuanya. Tadi pagi dateng kesekolah sambil nangis-nangis." ujar Marshella, matanya berkaca-kaca. Marshella adalah orang yang paling perasa di antara ketiganya.
"Kalian dateng ke pemakamannya?" tanya Belva.
"Nggak ada yang dateng, pemakamannya cuma buat keluarga aja katanya. Soalnya badannya udah busuk." jawab Claraya.
"Kok aneh ya? Gue curiga Mita nggak bunuh diri, tapi dibunuh." bisik Marshella sambil melirik kearah Skala.
"Hah maksud lo?" Claraya menyringit.
"Abis kejadian Belva ditusuk kan Skala ngilang bentar tuh, gue curiga Skala ehem Mita."
"Heh!" tegur Belva menepuk tangan Claraya. "Skala nggak sekejam itu kali bunuh orang."
"Ih lo tuh ya, Mita bunuh diri itu dugaan awal. Pas polisi mau ngotopsi badan dia keluarganya nolak. Jadi masih ngambang nih beritanya Mita bunuh diri apa dibunuh." jelas Masrhella.
"Lo pikir Skala se gabut itu buat bunuh Mita?"
"Nah, lagian juga Mita kan selingkuhannya, mana mungkin Skala bunuh sekingkuhannya sendiri." kata Claraya.
"Terus ngapain coba Mita bunuh dirinya di tempat nongkrong Skala sama gengnya. Kan bisa di tempat lain."
Claraya memutar bola matanya malas. "Kayaknya lo cocok jadi detiktif."
"Detiktif apa anjirt?" Marshella gagal paham. "Ada juga detektif."
"Lo kenapa yakin banget Skala bunuh Mita?" Belva bertanya lagi. Dirinya takut jika yang dikatakan Marshella memang benar .
"Yakin aja sih, cocoklogi yang sangat cocok ini tuh."
"Udah lah, anaknya udah mati ini. Mau dibunuh atau nggak sama aja." kata Claraya.
"Gue kasian aja sama orang tuanya, dua-duanya tuh TKI di jepang, nggak balik dari Mita SD. Eh pas balik anaknya udah almarhumah." ujar Marshella.
"Kasian Bapak ama Emaknya cari duit mati-matian, anaknya disini malah ngelonte berujung bunuh diri." cetus Claraya.
"Clar!" tegur Belva dan Marshella bersamaan.
"Apapun kesalahan Mita maafin aja, semoga dia tenang disana." ujar Belva. "Lagian tuhan maha pemaaf masa kita nggak."
"Tuhan maha pemaaf, tapi sorry gue kagak."
"Hedeh susah emang kalo ngomong sama bocil." marshella menoyor kepala Claraya.
Suara bising di ujung pintu membuat Belva, Claraya dan Marshella menoleh. Claraya menelan ludahnya ketika melihat Arjuna yang datang.
"Manusia satu itu sempurna banget!" pekik Claraya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...