Follow akun wattpad dan Ig; @Prichan_5
•Skala•
"Bel cepet anjing, gue laper."
Belva mendengus kasar. "Kalo mau cepet bikin sendiri aja."
"Terus gunanya lo disini apa kalo bukan jadi babu gue?"
Tanpa menghiraukan ucapan Skala, Belva melanjutkan kegiatannya,membuat mie instan.
Sejujurnya Belva sama sekali tidak bisa memasak, namun karena di luar hujan lebat dan perutnya sudah keburu lapar akhirnya Belva memutuskan untuk merebus Mie instan saja.
Saat ini dirinya tengah berada di Apartemen Skala, usai kejadian bodoh tadi sore dimana Galen memukul kepala Skala dengn vas bunga sebagai perminta maaf dari Skala. For you information Skala mendapatkan tujuh jahitan di kepalanya. Namun Skala kekeh tidak ingin di rawat.
"Buset mie nya medok." komentar Skala ketika Belva meletakkan satu mangkok mie di depan pria itu.
"Tinggal makan aja banyak protes lo, kayak chef Juna."
"Ntar belajar masak coba, bisa-bisa kalo kita udah nikah gue usus buntu makan mie tiap hari."
"Emang gue mau nikah sama lo?" cibir Belva. "Pede amat!"
"Emang kalo bukan sama gue sama siapa? Emang ada cowok yang mau nikahin lo?" ejek Skala.
"Pasti ada lah, lagian juga gue nggak mau ya nikah sama cowok yang sukanya grapa- grepe cewek lain."
Skala tergelak, hampir saja menyemburkan mie yang baru saja masuk ke dalam mulutnya, "lo nya sih nggak mau di gituin, kan jadinya gue gituin cewek lain."
"Gue cinta sama lo tapi bukan berarti gue mau ngasih tubuh gue ke lo."
"Yaudah gausah ribet kalo gue sama cewek lain." ujar Skala enteng.
"Lo nggak cape hidup kek gitu terus?"
"Nggak lah, enak malah."
"Kasian anak orang, di besarin sama orang tuanya supaya jadi orang bener, malah di rusak sama lo."
"Apasih Bel?" ujar Skala, dari raut wajahnya cowok itu jelas tersinggung. "lo kok jadi ribet banget? Idup gue lo yang repot."
"Gue pacar lo Skala, wajar gue marah liat lo main-main sama cewek lain."
Belva menggigit bibirnya, ntah mengapa hari ini rasanya sangat menyebalkan. Mood nya naik turun sejak tadi pagi.
"Pulang sana! gausah disini kalo cuma mau ngajak ribut gue."
Wajah Belva memerah mendengar perkataan Skala. "Lo nggak ngertiin gue." lirihnya lalu berdiri sambil menatap tajam Skala.
"Gue pulang!" ujar Belva.
Skala mengangguk. "Ati-ati." ujarnya membuat Belva kesal.
Sepeluh menit berlalu, mie yang Belva siapkan untuk Skala sudah habis. Sedangkan Belva masih berdiri sambil menatap Skala.
"Ngapain lo masih di sini?" cibir Skala.
"Anterin."
"Emang ada orang berantem minta anter pulang?"
"Ada, gue." Belva menunjuk dirinya sendiri.
Skala tertawa lalu menarik Belva agar kembali duduk di sebelahnya. "Gemes banget sih pacar gue.
Belva memalingkan wajahnya. "Apa sih, lebay."
Kedua tangan Skala menangkup pipi Belva hingga kini gadis itu menatapnya. "Gue ngerusak apa yang udah rusak, gausah cemburu mereka cuma pelampiasan nafsu gue."
"Bahasa lo ketinggian, gue nggak paham."
"Intinya gue sayang sama lo."
"Gue nggak."
"Bel, lo mau gue bunuh?"
"Bunuh aja. Lumayan buat nambah dosa lo."
Skala tersenyum lalu menggigit pipi Belva karena gemas.
"Skala sakit ajg!" teriak Belva sambil memukul bahu Skala.
"Gemes mau gigit!" ujar Skala.
Belva memutar matanya, bukannya romantis, gigitan Skala tadi sangat keras sampai meninggalkan jejak gigi pada pipinya.
"Lo gila ya?"
"Lo kali yang gila"
Selanjutnya jeritan Belva menggema karena Skala mengangkat tubuhnya seperti karung beras. "Tidur yuk gue tidurin." kata Skala bercanda.
"Mati yuk gue kuburin!" balas Belva.
*****
"Skala bangun!"
Belva mengguncangkan bahu Skala pelan. Belva baru saja bangun dari tidurnya, sedangkan Skala masih betah tidur.
Bangun-bangun Belva syok karena kasur Skala yang bersprei putih berganti warna menjadi merah. Dan Belva baru ingat bahwa hari ini adalah tanggalnya kedatangan bulan, pantas saja sedari tadi moodnya kacau.
Dan sekarang perutnya serasa di aduk, Sakit sekali.
"Skalaaa."
"Apasih Bel?" gumam Skala, matanya masih tertutup.
"Bangun dulu napa."
Skala mendengus, matanya terasa berat sekali. dengan terpaksa cowok itu membuka matanya. "Astaga darah, perasaan gue nggak ngapa-ngapain lo." ucapnya terkejut ketika melihat kasurnya berlumuran darah.
"Gue mens bego."
"Kok bisa?"
"Ya bisa lah orang gue cewek!"
"Bukan itu, maksudnya kok bisa tembus?"
"Gue nggak pake pembalut."
"Bodo amat lah. bersiin gue mau lanjut tidur di sofa." ujar Skala sambil beranjak pergi.
"Beliin gue pembalut Skala!"
"Bisanya lo nyetok di laci, masa nggak ada?" ujar Skala.
Karena seringnya Belva berada di apartemen milik Skala, Belva suka meninggalkan barang- barangnya untuk suatu saat nanti jika butuh. Pembalut contohnya, namun kali ini Belva kehabisan stok.
"Nggak ada, abis."
"Yaudah nggak usah pake, ribet amat."
"Ya percuma dong, nanti bocor lagi."
"Sumpel anu lo pake kain."
Belva menggeram rasanya ingin sekali menendang wajah tampan Skala. "Cepet beliin kalo nggak gue tempel-tempelin darah gue ke tembok."
Skala melotot. "Gila ya lo?"
Belva beranjak dari kasur, memperlihatkan celananya yang bewarna cream sudah berlumuran darah. Cewek itu mengangkat kakinya hampir menempelkan celananya ke tembok.
"Oke gue beliin!"
Belva tersenyum senang memperhatikan punggung Skala yang sudah hilang di balik tembok.
"SEKALIAN KIRANTI NYA YA!" teriak Belva agar Skala yang sudah jauh dengar.
•Skala•
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...