07

212K 27.4K 2.2K
                                    

Up nih sist
Komen banyak-banyak😽

******

Tubuh Belva merosot ke lantai saat Skala pergi meninggalkannya usai membuat Belva hampir mati kehabisan nafas karena perbuatannya tadi.

"Belva lo nggak papa?"

Belva mendongak menatap El yang tampak khawatir. Terdapat beberapa luka di wajah cowok itu.

"Maafin gue, gue nggak tau lo bakal kena imbas karena candaan gue." lirih El menyesal. "Gue liat Skala dari arah sini, makanya gue kesini."

Belva menatap El lekat. "Ngapain?"

"Gue khawatir sama lo."

"Ngapain khawatirin gue? bukannya lo yang bikin Skala marah kayak tadi. Kalo aja lo bisa kontrol candaan garing lo pasti Skala nggak bakal marah sama gue!" kata Belva dengan nada tinggi.

El menunduk. "Maaf."

"Gue anter ke uks ya?" lanjut El. Cowok itu melepaskan rompi sekolahnya, lalu menaruhnya di bagian atas tubuh Belva yang basah.

Belva menggeleng, lalu melemparkan rompi El ke lantai. "Gue bisa sendiri, makasih."

"Bel-"

"El plis, gue tau lo khawatirin gue sebagai teman, tapi gue mau lo ngejauhin gue mulai sekarang. Gue nggak mau bikin Skala marah."

"Gue khawatir sama lo sebagai cowok ke cewek yang dia suka. Bukan temen Bel." Bodoh amat dengan kenyataan Belva adalah kekasih Skala. El hanya ingin mengungkapkan perasaannya yang sudah lama ia pendam bahkan sebelum Skala mengenal Belva.

"Lo gila?! gue pacar Skala. Temen lo." pekik Belva marah.

"Tapi Skala selalu nyakitin lo. Dia juga suka main perempuan. Gue nggak mau liat lo sedih karena Skala."

"Gue nggak peduli lo suka atau nggak, Skala tetep pacar gue. Makasih udah suka sama gue. Tapi gue harap lo secepatnya bisa moveon. Nggak seharusnya lo suka pacar temen lo sendiri." ujar Belva beranjak pergi meninggalkan El yang masih diam di tempat.

Tanpa Belva dan El sadari, Skala sedari tadi berdiri di depan pintu wc, awalnya dia berniat melihat Belva setelah kelakuannya tadi. Siapa sangka dirinya justru mendengar hal yang sangat menjengkelkan di telinganya.

Ketika Belva sudah cukup jauh, kaki Skala beranjak masuk kedalam wc tersebut.

"Sejak kapan lo jadi penghianat?" desis Skala menatap tajam El.

Lalu detik selanjutnya Skala kembali melayangkan pukulannya pada tubuh El.

****

Belva meringis memperhatikan dirinya di cermin uks. Mata dan hidungnya memerah, rambutnya acak-acakan, dan baju bagian depannya basah.

Untung saja saat dirinya ingin ke sini, bel jam pelajaran sudah berbunyi. Siswa-siswi sudah di kelas masing-masing, jadi Belva tidak perlu menerima tatapan dari orang-orang karena penampilannya.

Marshella dan Claraya sudah dikabarinya agar tidak khawatir dan fokus belajar saja. Kedua temannya itu sudah sangat sering membolos jangan sampai mereka bolos lagi karena dirinya.

"Kamu rebahan aja dulu Bel." kata Stela. Salah satu petugas PMR yang sedang berjaga.

"Iya makasih." ujar Belva sambil tersenyum kecil. Menuruti perkataan Stela dengan nerbahkan tubuhnya di atas ranjang uks.

"Mau aku buatin teh anget?" tawarnya.

"Nggak usah, ngerepotin."

Bruk

Pintu uks terbuka dengan kasar. Pelakunya adalah Skala, wajah cowok itu tampak babak belur. Seragamnya sudah tidak beraturan dengan kancing yang sudah copot sebagian, memperlihatkan kaos hitamnya.

"Ambilin p3k!" perintahnya pada Stela.

Stela mengangguk, dengan cepat cewek itu mengambil kotak p3k lalu menyerahkannya pada Skala yang di terima cowok itu dengan kasar.

Setelah menerima kotak itu, Skala melemparkannya pada Belva tepat mengenai bahu cewek itu.

"Obatin gue!" perintahnya.

Belva mendengus namun tetap menurut, Belva bangun dari posisinya lalu mengambil beberapa obat yang di butuhkan untuk mengobati luka Skala.

"Duduk sini." ujar Belva sambil menepuk sisi ranjangnya yang kosong.

Skala menurut, tatapannya beralih pada Stela yang berdiri kaku di sudut ruangan.
"ngapain di sini?" cetusnya.

"Anu," Stela meringis takut. Skala tampak menyeramkan dengan luka di wajahnya. Ditambah sepertinya mood pria itu sedang tidak bagus.

"Mending lo beliin makanan buat gue." ujar Skala memerintah, cowok itu mengeluarkan uang bewarna merah lalu melemparkannya ke kaki Stela.

"Skala!" tegur Belva.

Skala hanya menaikkan alisnya mendengar teguran Belva, cowok itu kembali menatap Stela dengan tajam. "Cepet!"

Stela mengambil uang yang di berikan Skala dengan gemetar, dengan langkah cepat cewek itu meninggalkan uks menyisakan Skala dan Belva saja di dalamnya.

"Lo nggak sopan." ujar Belva.

"Diem! mending cepet obatin gue."

Belva menghela nafasnya sabar, dengan telaten Belva mengobati luka Skala. tatapan Skala terkunci pada wajah Belva, cowok itu memperhatikan setiap jengkal wajah kekasihnya.

"Cantik." gumamnya.

Belva menatap Skala. "Siapa?" tanyanya.

"Emang ada orang lain di sini selain gue sama lo?"

"Nggak tau." ujar Belva acuh.

"Lo yang cantik bego!"

Belva menurunkan bibirnya mengejek, "kalo gue cantik lo ngapain masih selingkuh?"

"Lo nggak bakalan ngerti." ujar Skala.

"Dih, pinteran juga gue banding lo."

"Bukan masalah pinternyaa!"

"Bikin misilih pintirnyi."

"Berani ya lo?" tanya Skala sambil memajukan wajahnya. Menyisakan beberapa cm jarak antar wajahnya dan Belva.

"Gue nggak pernah takut sama lo."

"Terus kenapa kalo gue kasarin diem aja?" tanya Skala sambil tersenyum mengejek.

"Gue ngalah." jawab Belva mengelak.

"Gue mau cium lo Bel." terang Skala dengan suara serak, matanya terus menatap bibir Belva.

"Mesum!" ujar Belva sambil mendorong dada Skala. Namun Skala tetap bergeming di posisinya.

"Kecup doang, bentar." tawar Skala, sambil memajukan wajahnya.

Hampir saja bibir keduanya bertemu, suara menyebalkan milik Stela terdengar membuat Skala langsung menegakkan tubuhnya. Sedangkan Belva langsung menutup wajahnya salah tingkah.

Bisa-bisanya mereka hampir melakukan zinnah di uks!

"Ini nasi campurnya." ujar Stella canggung, sambil meletakkan sebungkus plastik di meja  yang berada di samping ranjang uks.

"Anjing!" umpat Skala menatap tajam Stella.

Mendengar umpatan Skala, Stella langsung beranjak pergi dari uks dengan keringat yang mengucur deras dari dahinya.

Tangan Skala menarik Belva kedalam pelukannya, untuk meredakan segala hal yang bercampur aduk di dalam dirinya.

******


SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang