42

193K 25.3K 17K
                                    

•Skala•

Skala kembali menenggak alkoholnya, lelaki itu meremas rambutnya kasar berusaha menghilangkan penat di kepalanya.

Nafasnya memburu, bayangan-bayangan masalalunya dengan Belva terus berputar di otaknya. Dua tahun, dua tahun Skala hidup bergantung pada Belva.

Semuanya berakhir.

Namun Skala tetap berharap, berharap gadis itu datang dengan senyum tulusnya lalu memeluknya seakan semuanya baik-baik saja.

Skala tertawa sumbang, dirinya memang tidak tahu diri mengharapkan Belva kembali setalah semua perbuatan bejatnya pada perempuan itu.

"Lo sadar nggak sih, hidup lo cuma jadi parasit buat orang lain?" tanya Arjuna, lelaki itu mendudukkan badannya di sebelah Skala sambil menghisap rokok.

"Lo parasit Skala, semua orang yang deket sama lo terus-terusan kena sial. Kenapa lo nggak mati aja?" lanjut Arjuna.

"Jun!" tegur Brian.

"Diem." perintah Arjuna tegas pada Brian. "Gue mau bikin bajingan ini sadar seberapa nggak bergunanya dia."

Skala menghembuskan nafasnya. "Mau lo apa?"

"Mau gue lo mati, nyawa di balas nyawa kan? lo udah bikin Mita nggak ada!"

"Lo pikir, gue tau kalo bakal begini? nggak sialan!"

"Sikap lo yang bikin semuanya begini, dan lo disini seolah-olah paling tersakiti heh? mikir anjing! kalo malem itu lo terus sama Belva, Mita masih hidup sampe sekarang, Belva juga nggak bakal ngalamin kejadian yang bikin dia trauma. Anjing!"

Skala mengepalkan tangannya kuat, Arjuna benar semua yang terjadi memang karena kesalahannya.

"Maaf." gumam Skala.

Arjuna tertawa keras. "Maaf? enak bener lo tinggal minta maaf."

Bugh

Arjuna berdiri, lalu melayangkan tinjuannya kepada Skala. Skala membiarkan tubuhnya di pukuli oleh Arjuna tanpa berniat untuk membalas.

Saat Arjuna meninju perutnya untuk yang kesekian kali, darah kental keluar dari mulut Skala, membuat Brian panik dan berusaha menghentikan Arjuna.

"Udah Arjuna! dia bisa mati!"

Arjuna menulikan telinganya, bagaikan orang kesetanan lelaki itu terus memukuli Skala.

Mendadak semuanya hening, hanya ada suara rintihan Skala yang terdengar. Musik yang tadinya menggema di seluruh penjuru club pun berhenti. Orang-orang terpekik melihat bagaimana mengenaskannya keadaan Skala.

"Temen-temennya mana?"

"Dia tadi dateng sendiri."

Brian mengacak rambutnya pusing, tangannya menarik tubuh Arjuna namun sia-sia. Sedangkan yang lain hanya melihat tanpa berniat untuk ikut campur, takut terkena imbas kemarahan Arjuna.

Arjuna memecahkan botol alkohol yang masih terisi penuh, lelaki itu mengambil serpihan beling yang cukup tajam lalu menancapkannya tepat pada dada Skala.

"Arghh!" rintih Skala.

Dua satpam yang baru saja datang langsung menghalangi Arjuna yang ingin kembali melayangkan bogemannya kepada Skala, melihat itu Brian menarik tubuh Arjuna kuat lalu membawanya pergi, untungnya kali ini Arjuna pasrah ketika tubuhnya di tarik oleh temannya itu.

Orang-orang langsung mengerubungi Skala yang terkapar lemah di tempatnya, nafas Skala memburu, lelaki itu mencabut beling yang menancap di dadanya dengan sekali tarik.

"Ah." rintih Skala lagi, satu tangannya menutup lukanya agar darah yang keluar tak terlalu banyak.

"Sabar ya mas, kita sudah panggil ambulan." ujar salah satu orang yang mengerubungi Skala.

Skala mengangguk, salah satu tangannya yang menganggur mengambil ponselnya di kantong.

"Tolong."  Skala menyodorkan ponselnya kepada orang itu.

"Kenapa mas?"

"Telponin cewek gue."

"Siapa namanya?"

"Belva."

Orang itu mengangguk, mencari kontak dengan nama Belva di ponsel Skala lalu menelpon perempuan itu berkali-kali, namun tidak  ada satu panggilan pun yang diangkat.

"Nggak di angkat."

"Coba lagi." pinta Skala.

Akhirnya setelah beberapa kali mencoba lagi, telpon itu diangkat. Skala tersenyum kecil mendengar suara Belva yang begitu ia rindukan.

"Lo ganggu, berhenti ganggu gue bisa?"

Skala memejamkan matanya. "Bel, sakit." lirihnya.

Di sebrang sana Belva hanya diam, membuat Skala kembali melanjutkan ucapannya.

"Banyak banget hal yang pengen gue bilang ke lo. Tapi kayaknya lo nggak mau denger ya? nggak papa, singkat aja gue mau minta maaf, gue sayang banget sama lo Bel, berat banget rasanya ngejalanin hidup tanpa ada lo."

"Ja-"

"Kata Arjuna gue parasit, bener ya? gue cuma parasit. Hidup gue nggak berguna. Kalo gue mati apa semua orang bakal lebih bahagia?"

"Iya."

Jawaban Belva membuat Air mata Skala menetes, hidupnya memang tak lagi diinginkan oleh perempuan itu.

Nafasnya mendadak teras sesak, luka yang tadinya tak berasa sekarang begitu menyakitkan, tubuhnya tak berdaya. Perlahan mata Skala tertutup membuat orang di sekitarnya panik.

Semuanya begitu cepat, Skala tidak pernah menyangka bahwa kehilangan Belva semenyakitkan ini, luka di tubuhnya menyatu sempurna dengan luka dihatinya, menyiksanya begitu dalam hingga rasanya Skala sulit sekali untuk bernafas.

Disisi lain, Belva menatap datar ponselnya, gadis itu terlalu muak dengan Skala.

Belva kehilangan alasan untuk tetap berada di sisi lelaki itu, sudah cukup luka yang Skala berikan kepada selama dua tahun ini.

Sekarang Belva ingin lepas sepenuhnya dari bayangan Skala. Masa bodoh dengan apapun yang akan Skala lakukan. Dirinya sudah muak.

Kebodohannya mempertahankan Skala sampai disini, setalah ini Belva berharap bahwa dia tidak akan melihat wajah Skala lagi, selamanya.

•Skala•



SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang