•Skalaratulmaut•
"Sayang.."
Suara lirih Skala dari sebrang sana membuat Belva menghentikan tangisannya secara paksa. Sekarang, hanya ada isakan-isakan kecil yang keluar dari bibir gadis itu.
Dengan panik Belva mengecek ponselnya, matanya membulat karena terkejut melihat sosok Skala yang sedang tersenyum dengan mata berkaca-kaca di ponselnya.
"Jangan di matiin, please." ujar Skala dengan suara yang nyaris hilang, raut lelah Skala menunjukkan betapa kacaunya lelaki sekarang.
Belva tertegun, sepanjang dirinya mengenal Skala, baru kali ini Belva melihat Skala sekacau ini. Belva tau, di balik wajah pucat lelaki itu, pasti Skala menyimpan rasa sakitnya.
"Gue kangen banget sama lo."
"Sa- gue nggak." balas Belva.
"Nggak papa, gue ngerti. Segitu bencinya lo sama gue ya?" tanya Skala dengan senyum kecil yang menghiasi bibirnya.
"Jangan-jangan maatiin Bel!" panik Skala ketika melihat gerak-gerik Belva yang ingin mematikan panggilan vidionya. "Gue mau liat lo sedikit lebih lama lagi, please." lanjut Skala memelas.
Belva menyerah, dia gagal. Melihat bagaimana kacaunya Skala, ada bagian kecil di dalam hatinya yang berteriak tak tega. Pada akhirnya Belva mengalah dengan memberikan sedikit lagi waktu kepada Skala untuk melihatnya.
Lima menit berlalu, baik Belva dan Skala, keduanya tidak ada yang membuka suara. Keduanya sibuk menatap satu sama lain, seolah mengobati rasa rindu yang menyiksa lewat itu.
Sedetikpun, Skala enggan melapaskan tatapannya dari wajah cantik gadisnya. Matanya menelisik setiap jengkal wajah Belva, menyimpannya baik-baik dalam memorinya. Gadis ini, dulu pernah begitu mencintainya.
Untuk sekarang, Skala tidak tahu apakah perasaan gadis itu tetap sama padanya. Skala lebih memilih untuk tahu diri dengan tidak mengharapkan Belva setelah semua perlakuannya.
Skala sadar dengan sangat bahwa sikapnya selama ini jauh dari kata baik, tak heran jika akhirnya Belva merasa lelah dengannya.
Tapi, boleh kah Skala meminta kesempatan sekali lagi? ada sebagian dari hatinya yang mengharapkan bahwa kesempatan itu masih ada.
Skala ingin kembali lagi ke awal, awal dimana dirinya mengenal Belva, awal di mana Belva memintanya untuk menjadi pacar gadis itu, awal dimana semuanya terjadi.
Hanya Belva yang mau menerimanya setelah semua yang ia lakukan, hanya Belva yang mau mendengarkan keluh kesahnya dengan sabar, hanya Belva yang mampu membuat Skala merasa di inginkan. Dan sekarang, semuanya tak lagi sama. Kehilangan Belva membuat Skala merasa kehilangan arah.
Nafas Skala memburu, air matanya kembali jatuh, menjadi selemah ini bukan keinginannya, namun entah mengapa Skala merasa menjadi selemah ini ketika berhadapan dengan Belva.
Belva mengusap wajah Skala di layar ponselnya seolah menghapus air mata lelaki itu, bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, namun suara seorang gadis menghentikan niatnya.
Belva tau suara itu, itu suara Deluna. Salah satu penyebab kekacauan hidupnya.
Dengan perasaan yang mendadak sesak Belva mematikan panggilan vidionya lalu meblokir nomer Airlangga beserta teman-teman Skala yang lain.
Deluna, Skala sudah memliki gadis itu disisinya, untuk apa lagi dia menghawatirkan lelaki itu?
•Skala•
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSudah terbit, tersedia di Gramedia dan toko buku online. Part lengkap (proses revisi) _______________ Gimana rasanya menjadi kekasih seorang berandal? Tanyakan saja kepada Belva. bukannya merasa menjadi ratu seperti novel-novel yang di bacanya, Belv...