Varsha turun dari mobilnya lantas mencari motor Al di parkiran. Dia tersenyum senang saat menemukan motor itu. Varsha segera berlarian menuju kelasnya dengan hati yang sangat bahagia.
Pergi seharian penuh bersama Al kemarin membuatnya hampir gila. Varsha bahkan kesulitan untuk tidur saking bahagianya.
Mata Varsha mengedar mencari keberadaan Al sesampainya di kelas. Namun, cowok yang tengah dicarinya itu tidak berada di dalam kelas.
“Al mana?” tanya Varsha pada Gisel sambil meletakkan tasnya di kursi.
“Wafat kali,” jawab Gisel cuek. Dia saat ini tengah menulis di buku catatannya membuatnya tidak terlalu fokus pada Varsha.
Varsha melirik buku yang tengah ditulisi oleh Gisel. PR kimia. Itu yang Varsha lihat.
“Ih pake acara ketiduran lagi semalam. Kan jadinya gue lupa. Mana panjang lagi,” dumel Gisel sambil terus menggoreskan tinta pulpennya di atas buku.
Varsha mengedikkan bahu tidak acuh. Dia mengambil jaket Al yang berada di tasnya lantas pergi begitu saja. Varsha sendiri juga belum mengerjakan PR itu. tapi, bagi Varsha hal itu bukanlah masalah besar. Toh, dia memang sudah biasa tidak mengerjakan tugas ataupun PR. Yang pasti sekarang, Varsha ingin cepat menemui Al.
Varsha berjalan pelan memasuki halaman depan Wafat yang langsung disambut tatapan heran dari para cowok yang tengah berada di sana. Tanpa mempedulikan pandangan dari mereka, Varsha melangkah masuk. Dia berdiri di ambang pintu Wafat. Mencari keberadaan Al.
Erlang yang pertama kali menyadari kedatangan Varsha langsung menyenggol lengan Al membuat Al heran. Erlang memberi kode pada Al untuk menatap pintu yang langsung diikuti oleh Al. Mata Al menemukan Varsha yang tengah celingukan mencari dirinya.
Melihat sikap aneh Al dan Erlang memuat El mengalihkan pandangannya ke arah yang ditatap Al.
“Kakak ipar!” seru El sambil mengangkat tangannya. Varsha mendaratkan pandangannya kepada El lantas berpindah ke mata Al.
“Sini!” seru El lagi.
Varsha berjalan pelan menuju meja Al dan teman-temannya dengan senyum mengembang.
“Wih wih wih, neng Varsha ngapain ke sini? Tumben?” tanya Dava.
Varsha tidak menanggapi pertanyaan Dava. Dia berjalan mendekati Al yang sedari tadi terus menatapnya. Varsha menyodorkan jaket di tangannya kepada pemiliknya.
“Aku mau ngembaliin jaket kamu. Makasii.” Varsha tersenyum tulus.
“Perasaan lo berdua sekelas deh, ngapain pake nyamperin segala ke sini? Di kelas, kan bisa,” ucap Azzam.
“Terserah gue lah!” sewot Varsha dengan tatapan tajam yang tertuju pada Azzam.
“Langsung balik kelas?”
Varsha mengalihkan pandangan ke arah Al ketika mendengar Al yang menanyakan pertanyaan itu. Varsha mengangguk pelan. Al bangkit dari tempat duduknya lantas memegang tangan Varsha.
“Ayo bareng.”***
Jantung Varsha berdetak kencang tak karuan. Bibirnya terus menyunggingkan senyum malu-malu. Lihat saja, Al terus saja menggenggam tangan Varsha sepanjang jalan menuju kelas mereka. Al berjalan tepat di sisi Varsha membuat para mata yang melihatnya terkejut bukan main.
“Al,” panggil Varsha yang dibalas deheman oleh Al.
“Mmm kamu sadar, kan?” tanya Varsha ragu-ragu. “Tangan kamu,” lanjutnya.
Al menghentikan langkahnya membuat langkah Varsha juga berhenti. Dia menoleh pada Varsha. “Lo keberatan?”
Varsha menggeleng cepat. Bukannya keberatan, Varsha justru sangat senang. “Aku heran aja.”
Al mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Varsha. Jari-jari Al menyusup sempurna ke sela jari-jari Varsha dan menggenggamnya erat. Seakan Al tidak mau genggamannya itu terlepas.
“Kalo gitu biarin aja kayak gini.” Al tersenyum tipis. Namun, tak ayal senyum itu tetap dapat dilihat oleh Varsha.
Senyum Varsha melebar. Dia mengangguk pelan.
Al lantas kembali mengajak Varsha berjalan menuju kelas mereka dengan tangan yang tetap saling menggenggam.
“Al!”
Al dan Varsha menghentikan langkah mereka saat berada di depan pintu kelas ketika mendengar suara yang sangat familiar memanggil Al. Mereka berdua mengalihkan pandangannya dan menemukan Amara yang tengah berjalan mendekati mereka.
Amara tersenyum lebar saat berada tepat di depan Al. Tanpa sengaja, matanya mendarat pada tangan Al dan Varsha yang saling menggenggam. Seketika rasa ngilu menghampiri hatinya bersamaan dengan rasa marah yang tiba-tiba dia rasakan.
“Kenapa?” tanya Al yang membuat Amara kembali menatap wajah Al.
“Ada yang mau gue omongin. Soal perlombaan bulan depan.”
Al mengangguk pelan. Dia menoleh pada Varsha lantas tersenyum tipis. “Bentar.”
Varsha mengangguk pelan. Al melepaskan tautan tangan mereka lantas berjalan bersisian meninggalkan Varsha bersama Amara. Varsha menatap punggung Al dan Amara yang mulai menjauh dengan senyuman lebar.
“Cieee yang tadi digandeng sama Al,” ucap Salsa sambil menoel dagu Varsha membuat cewek itu menoleh. “Gimana rasanya hm? Nge-fly? berbunga-bunga? Atau ada kupu-kupu di perut lo?” lanjut Sa;sa.
“Nggak cuma kupu-kupu, Sal. Semua binatang rimba sekarang ada di perut gue,” ucap Varsha hiperbola.
Salsa tertawa pelan. “Ya ya ya. Tapi, meskipun kayak gitu, lo harus tetap piket!” seru Salsa. “Main kabur aja, “ sungut Salsa.
Varsha nyengir. “Kan gue lagi memperjuangkan masa depan gue. Gue hapus papan tulis ajalah, bentar lagi bel.”
Salsa hanya mengedikkan bahu tidak acuh. Varsha sendiri tersenyum senang. Kakinya melangkah menuju papan tulis namun dihadang oleh Vela yang kini memegang buku.
Vela mengulurkan tangannya kepada Varsha. “Kas! Lo nunggak satu bulan.”
“Astaghfirullah!”***
Untuk kesekian kalinya, Varsha dihukum. Kali ini karena dia tidak membawa topi saat upacara berlangsung. Alhasil, dia harus menambah jatah berjemur pagi hari. Varsha mengusap peluh di lehernya. Suasana sekolah cukup sepi karena semua penghuni SMA Nebula tengah melakukan kbm di kelas masing-masing dan hanya Varsha yang harus berjemur di tengah lapang.
Seorang guru laki-laki berjalan mendekati Varsha. Dia menatap Varsha tidak suka.
“Hukuman kamu selesai. Lain kali bawa topi saat hari senin.”
Varsha mengangguk pelan. “Iya, Pak.”
Guru laki-laki itu berlalu melewati Varsha begitu saja. Varsha sendiri juga melangkah ke tepi lapangan untuk meneduh dari terik sinar matahari.
“Namanya juga lupa, kalo nggak lupa pasti gue bawa,” dumel Varsha.
Dia mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di koridor tepat di tepi lapangan. Varsha mengibaskan tangannya di depan wajah membuat angin menerpa wajahnya untuk sedikit mengurangi rasa gerah yang dia rasakan.
Varsha menoleh ketika menyadari seseorang duduk di sampingnya.
“Al?” ucap Varsha tidak percaya.
Al menyodorkan botol berisi air mineral pada di hadapan Varsha. “Minum dulu.”
Varsha menerima itu lantas tersenyum pada Al. “Makasii.”
Sesaat setelah mengucapkan kata itu, Varsha segera menenggak air mineral yang dibawa Al untuk menghilangkan dahaga. Varsha kembali memasangkan tutup botol tersebut.
“Jangan suka nyusahin diri lo sendiri,” ucap Al yang membuat Varsha menoleh padanya.
Varsha mencebikkan bibirnya. “Orang gue lupa.”
Al menatap Varsha lekat. “Jangan jadiin lupa buat alasan kebiasaan buruk lo. Lo bukannya lupa tapi nggak peduli.”
Varsha hanya bisa nyengir. Ucapan Al seratus persen benar.
“Kamu kenapa di sini? Maksud aku, kan ini masih jam pelajaran, kok kamu di luar?” tanya Varsha.
“Gue bimbingan. Kebetulan nggak ada guru pembimbing jadi gue keluar bentar.”
Varsha manggut-manggut. Menurut info yang Varsha dapat dari Salsa, Al memang biasa bimbingan jika akan mengikuti perlombaan jadi Al tidak mengikuti pelajaran di kelas. Meskipun begitu, nilai Al di kelas masih tetap baik. Varsha sampai heran dibuatnya.
“Lo balik kelas, gue juga mau balik,” ucap Al.
Varsha mendesah pelan. Kecewa. “Padahal masih pengen di sini sama kamu,” gumam Varsha.
“Kenapa?” tanya Al yang tidak mendengar begitu jelas ucapan Varsha.
Varsha menggeleng cepat. “Nggak papa.”
Al dan Varsha berdiri dari tempat duduk mereka. Varsha melangkah hendak pergi ke kelas namun tubuhnya terhuyung ke depan karena menginjak tali sepatunya sendiri yang ternyata telah terlepas.
Al sontak melingkarkan tangannya di depan tubuh Varsha. Memegang lengan Varsha. Menjaga gadis itu agar tidak terjatuh.
Varsha menoleh ke samping. Menatap mata Al yang kini tertuju pada matanya. Seketika rasa panas menjalar di pipinya. Susah payah dia menahan senyumannya yang memaksa tercipta.
Beberapa meter dari tempat Al dan Varsha berdiri, Amara menatap pemandangan itu dengan tidak suka. Dia menatap Varsha tajam dengan tangan yang terkepal kuat. Tadinya, dia hendak mencari Al yang tidak kunjung kembali ke ruangan tempat bimbingan namun dia malah melihat pemandangan yang menyesakkan hatinya.***
Amara baru saja selesai menjelaskan materi pada dua adik kelasnya yang juga mengikuti bimbingan ketika Al masuk ke dalam ruangan itu. Amara segera bangkit dari tempatnya lantas menemui Al.
“Al, gue pengen ngomong sesuatu sama lo,” ucap Amara.
Al tetap memandang Amara tanpa mengatakan apapun. Dia menunggu Amara melanjutkan ucapannya. Amara melirik dua adik kelasnya yang tengah mengerjakan soal lantas kembali menatap Al.
“Nggak di sini.”
Al mengangguk paham. Dia berjalan ke luar yang diikuti oleh Amara. Mereka duduk di kursi panjang yang ada di depan ruangan tersebut.
Al terus menatap Amara yang tidak kunjung berbicara. Dia justru mengulum bibirnya sendiri.
“Ada apa, Amara?” tanya Al.
Amara menoleh pada Al. Menatap Al lekat. “Lo… lo ada hubungan apa sama Varsha?” tanya Amara pelan.
“Just friend,” jawab Al santai.
“Tapi tadi….” Amara terdiam. Tidak melanjutkan ucapannya. Hatinya terasa sakit saat mengingat apa yang dilihatnya tadi.
Al yang mengerti apa yang dipikirkan Amara lantas memegang kedua lengan Amara. Amara mendongak menatap Al yang menatapnya lekat.
“Gue ngerti maksud lo. Satu hal yang harus lo tau, gue sayang sama lo.”***
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasíaSetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...