Varsha membuka pintu rumah. Tatapannya langsung tertuju pada Al yang berdiri di depannya. Varsha tahu ini bodoh, tapi Varsha selalu merasa senang jika melihat Al ada di dekatnya. Sebegitunyakah Varsha menyukai Al?
Al terdiam. Matanya menyorot pada kening Varsha yang ditempel plester. Hati Al mencelos. Dia merasa bersalah pada Varsha karena sudah meninggalkannya tadi. Tapi, Al harus berbuat apa selain itu?
Varsha tersenyum. "Al, ayo masuk dulu," ajak Varsha ramah.
Varsha berbalik badan hendak berjalan mengajak Al masuk, tapi Al lebih dulu mencekal pergelangan tangannya membuat Varsha berbalik lagi menghadap Al.
Tangan Al bergerak menyentuh kening Varsha yang ditempel plester, lalu tatapannya turun pada kedua bola mata Varsha yang sedang menatapnya bingung.
"Maaf, Sha."
Al tahu sudah berulang kali Al meminta maaf pada Varsha. Mungkin Varsha akan bosan mendengar permintaan maafnya. Tapi, apalagi yang bisa Al lakukan selain meminta maaf? Al benar-benar merasa bersalah melihat Varsha terluka seperti ini.
"Tadi Shania minta gue buat jemput dia. Soalnya dia enggak berani pulang sendirian."
Varsha menghela napas mencoba menangkan hatinya yang terasa sakit mendnegar Al menyebut nama Shania. Wajar kan kalau Varsha tidak menyukai Shania?
"Enggak papa, Al. Aku ngerti kok. Shania kan sakit jadi dia lebih butuh kamu daripada aku." Varsha berusaha kuat menyunggingkan senyum untuk Al.
Al menarik Varsha ke dalam pelukannya. Al bersyukur memiliki pacar sebaik Varsha.
Varsha terkejut karena Al yang tiba-tiba memeluknya, namun setelah itu Varsha membalas pelukan Al. Memeluk tubuh Al erat. Varsha benar-benar tidak ingin kehilangan Al. Varsha menyayangi Al. Tapi sampai kapan hatinya akan bertahan jika Al terus mengulang perilakunya selama ini?
Air mata Varsha menetes di bahu Al.
***
Sejak pagi, matahari enggan menampakkan wujudnya membuat langit-langit meredup. Awan-awan bergantungan di atas sana. Tapi, hal itu tidak menyurutkan semangat Varsha untuk berolahraga pagi ini. Meskipun matahari tidak akan menemaninya, Varsha tetap harus pergi jogging untuk menjaga tubuhnya agar tetap proporsional.
Pagi-pagi sekali Varsha bangun, lalu segera bersiap untuk pergi mengelilingi taman kota. Sudah lama Varsha tidak jogging ke sana. Varsha merindukan tempat itu. Area terbuka yang penuh dengan pepohonan rindang dan rerumputan hijau. Dinding-ding di sana juga dilukis sedemikian rupa membuat tempat itu terlihat indah.
Varsha menepikan mobilnya di tepi jalan, lalu turun dari dalamnya. Pandangan Varsha mengedar mengelilingi isi taman kota yang dapat dijangkau oleh penglihatannya. Senyum Varsha mengembang.
Semuanya masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah, bahkan lebih dirapikan lagi. Tampaknya, bukan hanya Varsha saja yang bersemangat untuk berolahraga, orang-orang yang sedang berolahraga di tempat itu juga banyak. Ramai sekali.
Perlahan, senyum Varsha memudar. Memori Varsha berputar saat dia masih kecil. Saat Varsha masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Waktu kecil, Varsha seringkali meminta kedua orang tuanya untuk pergi ke sana. Varsha mengalihkan pandangannya ke sisi kiri. Di sana, masih ada tempat bermain anak-anak sama seperti dulu. Tempat yang selalu Varsha ingin kunjungi setiap hari.
Semua baying-bayang dirinya dan kedua orang tuanya yang masih bisa Varsha ingat terlihat di matanya. Saat-saat Varsha masih bahagia menikmati hidupnya yang sempurna. Tidak seperti sekarang, Varsha sendirian. Sebulir air mata Varsha menetes.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasiSetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...