20. Al, Amara, Rangga

1K 137 9
                                    

“Gue ngerti maksud lo. Satu hal yang harus lo tau, gue sayang sama lo.”

Sebuah senyuman terbit di wajah Amara.

“Sebagai teman,” lanjut Al yang membuat senyuman itu meredup. Mata Amara berubah berkaca-kaca.

“Kenapa sih, Al? Kenapa lo nggak bisa terima gue? Gue kurang apa, Al?” Air mata Amara meluncur begitu saja. Dia tidak bisa lagi menahan rasa sakit hatinya mendengar ucapan Al.

“Amara, jangan nangis.”

Amara menundukkan kepalanya. Bahunya mulai bergetar. “Lo yang buat gue nangis, Al.”

“Gue nggak mau lo terus berharap sama gue, Amara. Gue nggak mau lo selalu sakit hati gara-gara gue.”

Bahu Amara semakin bergetar hebat. Tangisnya pecah. Tapi, Al tidak melakukan apapun. Yang dia lakukan hanya menatap kepala Amara yang terus menunduk.

“Gue nggak mau pertemanan kita hancur gara-gara ini, Amara. Lo gadis yang baik, lo berhak dapetin cowok yang lebih baik dari gue.”
Al beranjak dari tempatnya lantas memasuki ruang bimbingan meninggalkan Amara sendirian. Amara mendongak.

“Tapi gue maunya sama lo, Al.”

***


Setelah kejadian tadi, Amara tidak kembali ke ruang bimbingan. Dia justru pulang lebih cepat dengan alasan sakit. Dan kini, Amara berada di tepi danau. Menangis sesenggukan di sana. Entah sudah berapa banyak air mata yang menglair dari mata sayu gadis itu untuk Al. Bahkan kepalanya sudah terasa pening karena terlalu lama menangis.

Amara tentu saja sakit hati. Al sudah pernah menolaknya. Tapi kali ini, semuanya terasa lebih sakit karena Al menolaknya demi Varsha, gadis yang baru dikenal Al.

“Mara.”

Amara menoleh ke samping. Tangisnya semakin pecah setelah kedatangan orang yang sedari tadi ditunggunya.

“Rangga.”

Rangga terduduk dan langsung memeluk Amara erat. Amara balas memeluk Rangga erat. Menumpahkan air matanya di bahu Rangga. Amara terisak semakin kuat. Rangga hanya diam. Dia membiarkan Amara meluapkan kesedihannya walau dia sebenarnya sudah tidak sabar untuk mengetahui apa yang membuat Amara menangis.

Setelah beberapa saat, tangis Amara mulai mereda. Dia mengurai pelukannya pada Rangga. Rangga menatap Amara sayu. Dia ikut merasa sakit melihat Amara menangis seperti itu. bahkan penampilan Amara sekarang jauh dari kata baik.
Rangga mengulurkan tangannya menghapus air mata yang mengalir di pipi Amara.

“Lo mau cerita sekarang lo kenapa?”

“Al. Al nolak gue. Lagi.”

Tangis Amara kembali pecah. Dia kembali memeluk Rangga dan dengan sedia menerima pelukan Amara. Menjadi tempat berbagi bagi Amara.

Sebelah tangan Rangga berada di punggung Amara, sebelah tangannya lagi terkepal kuat. Menatap lurus ke depan dengan tajam.
Al akan mendapat balasan atas apa yang dia lakukan pada Amara. Itu janji seorang Rangga Alvaro Alexander.

***


Al merasa sangat bersalah pada Amara apalagi setelah dia mendapat kabar bahwa Amara pulang lebih awal. Apakah gadis itu sakit? Karenanya? Tentu saja. Amara pasti terluka karena ucapannya.

Tapi menurut Al, itu lebih baik. Lebih baik sakit sekarang daripada nanti. Lebih baik terluka sekarang daripada terus berharap dan membuat luka itu nantinya akan semakin sakit. Tapi, tetap saja Al merasa sangat bersalah.

Ingatan mengenai Amara yang menangis di depannya terus terngiang di kepala Al. Amara gadis yang ceria, jarang sekali menangis. Dan jika dia menangis, itu berarti Amara benar-benar terluka. Dan Al yang membuat luka untuk Amara. Untuk yang kesekian kalinya.

Al terus berjalan dengan pandangan kosong menyusuri koridor. Sebelah tali tasnya tergantung di sebelah bahunya. Jam sekolah memang sudah usai beberapa menit yang lalu dan sekarang Al berniat meninggalkan area sekolah.

“Eh Al.”

Al menoleh ketika melihat Varsha di ambang pintu kelas mereka. Senyum Varsha merekah.
Varsha tadinya hendak keluar dari kelas untuk mencari Al tapi ternyata saat hendak keluar Al tiba-tiba saja melintas di hadapannya.

“Hari ini kita belajar bareng lagi, kan, Al?” tanya Varsha masih dengan senyumannya.

“Hari ini nggak dulu. Gue ada urusan,” ucap Al yang diangguki oleh Varsha.

“Yaudah kalo gitu nggak papa. Aku pulang dulu ya, bye.”

Varsha melangkah melewati Al berjalan menuju depan SMA Nebula.

“Varsha,” panggil Al yang membuat Varsha menoleh dengan senyuman lebar yang masih tercipta di bibirnya.

“Kenapa?”

“Hati-hati,” ucap Al yang membuat pipi Varsha merona.

***


Al menghentikan motornya di depan sebuah rumah. Dia turun dari motornya dan menatap rumah dua lantai di depannya.  Rumah Rangga.
Al menoleh ke samping ketika mendengar suara pintu terbuka. Orang yang dia cari keluar dari rumah yang berada di samping rumah di hadapan Al. Rumah Amara. Orang itu menatap Al tajam yang juga menatapnya datar.

Cowok itu –Rangga melangkah pelan dengan tatapan tajam yang tertuju pada Al. Al sendiri melangkah mendekati Rangga. Mereka berdua berhenti dengan jarak beberapa meter. Rangga masih tetap menatap Al tajam dengan tangan yang terkepal kuat sedangkan Al menatap Rangga datar.

“Amara udah cerita semuanya sama lo, kan?”
Al sudah sangat hafal dengan sikap Amara dan Rangga. Sejak smp, mereka satu sekolah dan sejak saat itu juga Amara menyukai Al. Tapi saat beranjak ke sma, Amara lebih memilih sekolah yang sama dengan Al dibanding Rangga. Setiap kali Al membuat Amara menangis, Amara selalu cerita kepada Rangga yang berujung perkelahian di antara Al dan Rangga ataupun tawuran antara Xaverious dan Triton.

“Gue yang salah. Nggak usah bawa temen-temen gue dan temen-temen lo.”

Rangga menggeram marah. Dia melangkah mendekati Al dengan cepat lantas memukul cowok itu. Al sendiri hanya diam membiarkan Rangga meluapkan amarahnya pada dirinya.

“Brengsek lo! Lo buat Amara nangis untuk yang kesekian kalinya!” seru Rangga.

“Pukul aja gue terus,” ucap Al santai wajah wajahnya sudah mulai lebam karena pukulan yang diberikan Rangga.

Bugh!

“Itu buat lo yang udah nyakitin Amara!”

Bugh!

“Itu buat lo yang udah buat Amara nangis!”

Bugh!

“Brengsek lo!!”

Al terjatuh ke aspal karena tiga pukulan Rangga yang sangat keras di rahangnya. Wajah Al lebam dan ujung bibirnya mengeluarkan darah segar.

Rangga di depannya masih menatap Al nyalang.
Pintu rumah yang berada tepat di belakang Al dan Rangga berkelahi –atau lebih tepatnya tempat Rangga memukuli Al, rumah Amara, Amara muncul dari dalam rumah. Matanya terbelalak sempurna melihat Rangga yang hendak memukul Al lagi yang sudah tergeletak di aspal.

“RANGGA!!” pekik Amara nyaring membuat gerakan Rangga terhenti.

Rangga dan Al menoleh pada Amara yang kini berlari mendekati mereka. Amara menatap Rangga tajam. Dia mendorong kuat badan Rangga hingga cowok itu mundur dua langkah.

“Lo apa-apaan sih?! Kenapa lo pukulin Al?!”

“Mara, gue….”

Ucapan Rangga menggantung karena Amara kini membalikkan badan membantu Al berdiri.

“Al, lo nggak papa?” tanya Amara pelan.

Matanya menatap Al khawatir dan Al semakin tidak suka dengan itu. Al yang membuat Amara menangis tapi Amara justru membantunya. Al benci itu.

“Mara, gue cuma mau bela lo!” seru Rangga.
Amara menoleh kepada Rangga. Menatap Rangga kecewa.

“Gue nggak suka ya lo kasar kayak gini! Kalo lo mau bela gue, bukan kayak gini caranya!”

Amara kembali menatap Al. “Ayo ke rumah gue dulu, gue obatin luka lo,” ucap Amara pelan.

Al terdiam lantas menggeleng. “Nggak usah.”

“Ayo! Gue nggak nerima penolakan kali ini,” paksa Amara.

Amara memegang tangan Al lantas membawanya melewati Rangga. Rangga menatap Al tajam saat Al melewatinya.

“Amara…,” geram Rangga.

Dia menendangi pohon yang cukup besar di sampingnya meluapkan rasa kesalnya. Rangga benar-benar tidak habis pikir dengan Amara. Al yang membuat Amara menangis tapi Amara malah membantu Al. Sedangkan Rangga yang ada untuk Amara dan jelas-jelas ingin membela Amara justru salah di mata Amara.


***


Amara mengobati luka Al dengan telaten. Matanya tidak pernah lepas dari luka Al. Amara mengobati Al dengan tulus seakan tidak terjadi sesuatu yang menyakiti hati Amara sebelumnya. Dan itu membuat Al terluka sendiri.

Al tidak mau Amara terus menerus baik seperti ini padanya padahal Al seringkali menyakiti hati Amara. Al benci itu. Dia justru ingin Amara memarahinya, memukulinya, mencaci maki dirinya, atau bahkan membenci dirinya setelah apa yang Al lakukan pada Amara. Tapi, Amara tetaplah Amara.

“Udah selesai,” ucap Amara mengakhiri aktivitasnya mengobati Al.

Amara kembali memasuki perlengkapan yang digunakannya untuk mengobati Al ke dalam kotak P3K dengan terus diawasi oleh mata Al.

“Lo kenapa kayak gini, Amara?” tanya Al yang membuat Amara menoleh menatap Al. “Lo kenapa nggak marah sama gue dan tetep baik sama gue? Justru marah sama Rangga yang pengen melindungi lo.”

“Kata siapa gue nggak marah sama lo? Gue marah sama lo, gue kesel sama lo.” Amara menghela napas pelan. “Tapi gue nggak bisa biarin lo dipukulin sama Rangga.”

“Gue nggak suka cara Rangga melindungi gue.”

“Rangga sayang sama lo, kenapa lo nggak bisa liat itu?”

“Gue cinta sama lo, kenapa lo nggak bisa liat itu?”

***
See u

AlvarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang