“Sha, lo nggak papa, kan pulang sendiri?”
Varsha tersenyum lantas mengangguk pelan. “Nggak papa kok, Al.”
Al tersenyum lantas mengusap lembut puncak kepala Varsha. “Gue pergi dulu.” Al berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil ponselnya. Sedangkan Varsha langsung memasuki taksi yang sudah dipesankan oleh Al.
***
“Kak Al!!” seru Shania sesampainya Al di depan rumah. Shania berlari mendekati Al kemudian memeluknya erat. Terlihat jelas jika Shania sangat bahagia melihat kepulangan Al.
Al tersenyum tipis menanggapi Shania. “Kamu kok di sini? Kenapa nggak masuk?”
“Sengaja. Kan aku nungguin kamu, Kak. Gimana jalan-jalannya? Jadi, kan?” Mata Shania berbinar cerah.
“Semangat banget?”
“Iya dong! Kan jalan-jalannya sama Kak Al.”
Al terkekeh pelan. “Oke, aku ganti baju dulu ya.”
“Siap bos!”
***
Shania tidak bisa melunturkan senyum di wajahnya. Shania sangat bahagia karena setelah sekian lama, dia bisa berjalan berdua dengan Al. Al mengajak Shania berjalan-jalan di sekitar rumah.
“Kak Al, aku seneng banget deh bisa jalan berdua sama kamu lagi,” ucap Shania senang. Kepalanya disandarkan di lengan Al sedangankan kedua tangannya memeluk lengan Al erat.
Al tersenyum tipis.
“Terakhir kita jalan kayak gini pas aku belum pindah ke London, pas kita masih SD. Inget nggak?”
“Inget. Pas kamu nangis-nangis nggak mau pindah.”
Shania tertawa. Tawa Shania berhasil menarik atensi Al sepenuhnya. Sangat manis.
“Cengeng banget ya aku.” Shania tertawa lagi.
Shania memeluk Al semakin erat. “Nggak kerasa ya, Kak. Itu udah lama banget. Dulu kita masih kecil. Bahkan Kak Al masih suka ngompol.” Shania kembali tertawa keras. Mengingat Al yang masih suka ngompol saat hendak lulus SD membuat perut Shania tergelitik.
“Inget aja ih.” Al menarik hidung Shania gemas.
“Inget dong. Kan dulu setiap kamu ngompol, kamu selalu cerita ke aku gara-gara diledekin El.”
“Terus kamu marah-marah sama El buat belain aku.”
Shania tertawa. “Tapi, aku selalu nangis karena kalah sama El.”
“Mana ingusnya sampe bibir lagi.” Al tersenyum geli.
Shania memukul lengan Al pelan. “Ih, Kak Al! Nggak usah disebutin juga kali. Kan aku malu.”
“Kayak punya malu aja. Dulu aja nggak mau mandi kalo nggak ditemenin aku.”
Pipi Shania terlihat jelas merah padam di kulitnya putihnya yang pucat. Kedua alisnya menukik tajam. “Ih, Kak Al! Itu kan waktu TK!”
Al tertawa. Bersama Shania Al tidak perlu bersikap dingin seperti biasanya karena Shania sudah tahu semua tentang dirinya.
Shania melepaskan pelukannya pada lengan Al lantas berlari meninggalkan Al. Shania merasa malu.
“Shania, jangan lari-lari!” seru Al sebelum ikut berlari menyusul Shania.
Langkah Shania berhenti di depan kumpulan bunga yang tumbuh subur di sisi jalan. Shania tersenyum lembut. Al berhenti di samping Shania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasySetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...