Sepi amat, ramein kuy
Happy reading
Duduk merengut sambil mencorat-coret kertas membentuk gambar abstrak. Itulah yang dilakukan Varsha sekarang. Berbeda 180 derajat dengan manusia di sampingnya yang tengah serius menjawab soal di buku tulisnya.
Varsha menoleh ke samping menatap Al yang tengah menjawab soal matematika langsung di buku tulisnya tanpa perlu oret-oretan. Dia melirik tulisan Al yang terlihat rapi lantas melirik tulisannya sendiri yang lebih layak disebut cakaran ayam. Amburadul.
Guru di depan kelas masih sibuk dengan ponselnya sendiri membiarkan anak muridnya mengerjakan tugas tanpa peduli darimana mendapatkannya yang terpenting tugas dikerjakan dan tidak berisik.Walau nyatanya masih ada yang tetap berisik karena berebut contekan dan juga berdebat. Seperti El dan Salsa misalnya yang terus berdebat memperebutkan contekan dari Gisel.
“Al, tulisan kamu rapi banget buat apa, sih? Lagian juga kalo udah naik kelas bukunya nggak digunain lagi, kan?” tanya Varsha. Kepalanya miring dengan pipi yang disangga tangan dengan bertumpu pada meja.
“Belajar,” jawab Al singkat.
“Kamu, kan, udah pinter, ngapain belajar?”
Al menutup bukunya yang memang telah selesai dikerjakan semuanya. Dia menoleh menatap Varsha yang tengah tersenyum padanya.
“Daripada banyak tanya, mending lo kerjain sekarang,” ucap Al.
Varsha nyengir. “Nyotek, dong! Ya ya ya, kamu, kan, nggak pelit. Contekin dong!” ucap Varsha tanpa dosa.Tangannya terulur untuk mengambil buku Al namun segera dijauhkan oleh pemiliknya.
“Al, sini buku lo. Gisel pelit banget sama gue, cuma nyontek sekali aja masa nggak boleh,” sungut El sambil mengambil buku Al.Al membiarkan bukunya diambil El yang tentu saja akan menjadi bahan contekan nyaris seluruh penghuni kelas.
Al memang biasa menjadi tempat contekan seluruh penghuni kelas kala tugas menghampiri. Al pun dengan senang hati mengikhlaskan bukunya digilir untuk disalin.Tapi, Al tidak pernah memberikan contekan saat ujian. Al memberikan bukunya untuk contekan agar mereka bisa mendapat nilai bagus dan belajar dari catatan yang sudah mereka dapat dari Al. Tapi, kebanyakan dari mereka malah menjadi mengandalkan Al.
El berjalan kembali ke tempatnya. Melewati Salsa yang tengah menyalin jawaban Gisel dengan tampang songong. Salsa sendiri hanya menjulurkan lidah pada El. Baginya jawaban Al dan Gisel itu sama. Pasti benar. Karena memang dua manusia itulah yang berbakat dibidang hitung-menghitung, bahkan di semua mata pelajaran.
Varsha merengut sebal. Dia membuat kerucut dengan bibirnya.
“Cie Varsha, minta dicium abang Al yak!” seru Dava dengan suara keras yang dapat didengar seluruh penghuni kelas.
Tawa di kelas itupun terbentuk. Godaan mulai keluar dari bibir-bibir penghuni kelas dengan dibarengi nyinyiran tentunya.
Bapak guru yang duduk di depan kelas memukul meja guru beberapa kali untuk menarik atensi muridnya. “Jangan berisik!”
Varsha mendelik pada Dava yang berada di belakangnya. Dava sendiri hanya nyengir tanpa dosa.
"Damai damai. Lagian lo mau, kan, kalo dicium Al?"
Pipi Varsha merona. Bibirnya mencebik kesal. Varsha mengambil buku yang berada di deoan Dava lantas memukulkannya pada cowok itu. Dava hanya tertawa pelan.
Dengan bibir yang masih dicebikkan, Varsha menoleh pada Al.
“Masa El dibolehin nyontek, aku enggak, sih? Kamu mah gitu, pilih kasih,” sungut Varsha.
Al menatap Varsha teduh. “Gue ajarin.”
Varsha mendesah pelan. “Males mikir.”
Al tersenyum kecil. Dia terus menatap Varsha teduh membuat Varsha mau tidak mau mengangguk karena tatapan Al tersebut.
Al mulai menjelaskan apa yang harus Varsha lakukan. Varsha pun melakukan seperti yang diperintahkan Al mulai dari memasukkan angka ke rumus sampai menghitung walau beberapa kali salah dan harus dibenarkan oleh Al.
Sebenarnya Varsha malas mikir, tapi karena Al yang mengajarinya, ada sedikit mood untuk mikir. Terlebih posisi Al yang dekat dengannya membuat wangi parfum Al dapat tercium di hidungnya. Dan itu menjadi mood boster untuknya.
“Al, kita cocok tau. Aku cantik kamu ganteng. Tapi kenapa, sih, kamu nggak mau terima aku?”
“Lo itu cewek, nggak seharusnya ngejar gue kayak gini.”
“Emang kalo aku nggak ngejar kamu, kamu mau ngejar aku?”***
Setelah dua jam pelajaran matematika, dua jam selanjutnya disambung oleh fisika membuat otak penghuni kelas 11 IPA 3 terasa panas. Bahkan Gisel saja yang otaknya pintar saja mengeluh panas apalagi Varsha. Mungkin dari 40 siswa di kelas itu, hanya Al yang biasa-biasa saja. Terlihat dari tampangnya yang tidak berubah sedikitpun.
Karena otak yang panas itulah, semua penghuni kelas langsung berlari ke kantin seusai jam pelajaran berakhir. Tapi tidak dengan Varsha. Dia harus mengulang kembali soal ulangan harian minggu lalu karena nilainya di bawah kkm. Dan sialnya, hanya dirinya yang nilainya kurang.
Ketika semua teman-temannya pergi ke kantin untuk menyegarkan otak yang panas, Varsha harus rela otaknya dibakar habis-habisan oleh sepuluh soal di hadapannya.
Karena bosan di kelas sendirian, Varsha beralih ke taman sekolah, mencari tempat sepi untuk mengerjakan soal yang sialnya harus dikumpulkan hari ini, maksimal sepulang sekolah.Tampaknya, Varsha harus merelakan jam istirahatnya terkuras habis oleh sepuluh soal fisika yang pendek-pendek tapi jawabannya panjang na’udzubillah.
Duduk di bawah pohon rindang dengan satu buku tulis dan satu kertas hvs berisi oret-oretan dan telinga yang tersumpal earphone. Beberapa meter dari tempatnya duduk, ada beberapa cewek lain yang tengah membaca buku–siswi rajin.Ah tiba-tiba Varsha merasa seperti cewek nolep. Istirahat bukannya ghibah dan ngejar-ngejar Al malah harus direpotkan dengan remedial.
Saat tengah mengerjakan soal tanpa menghiraukan suara perutnya yang terus berbunyi, tiba-tiba sebuah roti dan air mineral diletakkan oleh seseorang di samping Varsha. Varsha mendongak menatap orang yang telah meletakkan dua benda itu.
Senyum Varsha merekah tanpa bisa dicegah ketika melihat orang yang begitu perhatian padanya sampai mau membelikan makanan untuknya saat teman-teman kampretnya hanya memikirkan perutnya sendiri.
“Jangan lupa makan, kesehatan lebih penting dari nilai,” ucap Al yang membuat senyum Varsha semakin lebar. Bahkan pipinya sampai pegal akibat senyumnya yang terlalu lebar.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Al pergi meninggalkan Varsha. Varsha masih diam menatap punggung Al yang mulai menjauh–cengo dengan apa yang dilakukan Al.Beberapa detik kemudian dia tersadar dan menepuk keningnya.
“AALLL!! TUNGGUIIIINNNNN!!!”
Buru-buru, Varsha melepas earphone yang menyumpal telinganya kemudian berlari meninggalkan buku bahkan ponselnya begitu saja untuk mengejar Al. Hanya demi ucapan terima kasih yang belum sempat Varsha ucapkan.
Varsha mengedarkan pandangannya ketika sampai di pertigaan koridor sekolah–tempat terakhir Al berdiri sebelum hilang dari pandangan Varsha. Karena tidak menemukan jejak Al, Varsha bertanya pada salah satu cowok yang kebetulan tengah duduk tak jauh dari tempat Varsha berdiri bersama kedua temannya.
"Lo liat Al nggak?"
"Tadi jalan ke sana." Cowok itu menunjuk arah yang dilalui Al yang diikuti pandangan Varsha.
"Oke, thanks."
Varsha langsung melangkahkan kakinya menyusul Al walau remedialnya belum selesai. Ah, Varsha bahkan telah lupa dengan remedialnya itu yang terpenting sekarang adalah Varsha ingin mengucapkan terima kasih pada Al.
Langkah Varsha terhenti. Senyum yang sedari tadi berada di bibirnya perlahan lenyap diganti rasa ngilu yang mulai merambat di hatinya.
Beberapa meter di depan Varsha, Al berdiri bersama dengan Amara. Al mengusap puncak kepala Amara lembut. Mereka berdua bertatapan lantas tersenyum.
Tanpa peduli ada seorang cewek yang terluka melihat itu.
Varsha menarik napas dalam lantas memaksakan senyumannya. Varsha melangkah mendekati Al.
"Al, makasih ya buat makanannya tadi," ucap Amara yang membuat langkah Varsha terhenti.
Dalam hati, Varsha menertawakan dirinya sendiri. Lo pikir apa, Sha. Al cuma ngasih makanan buat lo gitu? Ha ha ha. Mungkin aja makanan tadi cuma sisa Amara, batin Varsha.
"Varsha," panggil Al yang membuat Varsha mendongak untuk menatap Al. Varsha kembali memaksakan senyumnya pada Al.
"Al, aku mau bilang makasih buat yang tadi," ucap Varsha pelan.
Al mengangguk singkat.
"Aw!"
Al dan Varsha secara otomatis menoleh pada Amara yang memekik pelan. Dia kini tengah mengucek matanya.
"Kenapa?" tanya Al.
"Gue kayaknya kelilipan deh," jawab Amara.
Al menyingkirkan tangan Amara dari matanya. "Jangan dikucek."
Tangan Al memegangi sebelah mata Amara lantas meniupinya pelan.
Varsha? Dia hanya bisa menatap semua itu di depan matanya sambil menertawakan dirinya sendiri. Tak ayal, rasa sakit merambat di hatinya.
"A-aku pergi dulu, Al," ucap Varsha pelan yang hanya dibalas gumaman oleh Al yang masih sibuk meniupi mata Amara.
Varsha membalikkan badan. Melangkah lesu. Senyum yang tadi dia tampilkan berubah menjadi wajah murung. Varsha menoleh ke belakang. Al masih sibuk dengan Amara. Varsha tersenyum pedih.
Sakit.***
See u
![](https://img.wattpad.com/cover/241406941-288-k953826.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasiSetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...