38. Sarapan Bareng

827 130 19
                                    

Biasanya, Varsha selalu semangat saat bersiap ke sekolah karena di sekolah, Varsha busa bertemu dengan Al. Tapi, lain dengan hari ini. Rasanya Varsha malas ke sekolah. Rasanya, Varsha belum siap bertemu dengan Al mengingat kejadian kemarin di mana Al menatap Shania penuh arti.

Dadanya masih terasa sesak setiap kaliengingat itu. Tapi entah kenapa, Varsha tidak bisa melupakan hal itu begitu saja. Menyebalkan!

Varsha menatap pantulan dirinya dalam cermin. Mengamati setiap detail wajahnya. Apa gue kurang cantik?

Varsha menghela napas pelan. Dipenjamkannya mata Varsha sembari menghirup udara di kamarnya. Varsha harus berbuat apa?

Varsha kembali membuka mata lantas menatap pantulan wajahnya dalam cermin. Apa gue menjauh aja dari Al?


***


Seusai bersiap-siap, Varsha segera keluar dari kamar. Dengan langkah pelan, Varsha berjalan menuruni tangga spiral.

“Non, mau sarapan dulu?” tanya seorang art dari depan tangga.

“Nggak usah, Bi. Varsha langsung berangkat aja.” Varsha berjalan melewati perempuan paruh baya itu menuju ke pintu depan.

Langkah Varsha berhenti di depan pintu. Tatapannya tertuju penuh pada seorang cowok yang berdiri di samping motornya tepat di depan rumah Varsha. Al.

Varsha merotasi bola matanya malas. Sha, tenang. Jangan peduliin, Al. Okey?

Varsha berjalan pelan menuju mobilnya yang berada di depan motor Al. “Ngapain kamu ke sini?” tanya Varsha saat berada di samping mobilnya.

“Emang salah kalo gue jemput pacar sendiri?” Al berjalan mendekati Varsha.

Al meraih wajah Varsha menatapnya intens. Kening Al berkerut heran. Kenapa Varsha bersikap berbeda? Dia merasa Varsha bersikap cuek padanya hari ini, tidak seperti biasa. “Lo kenapa? Sakit?”

Varsha mengalihkan pandangan. Terlihat jelas, Varsha tidak suka Al menyentuh wajahnya. “Aku nggak papa.”

“Shania gimana? Baik-baik aja?” tanya Shania sinis.

“Iya. Shania baik-baik aja. Tadi aja pagi-pagi Shania ke kamar gue.”

“Oohh.” Wajah Varsha bertambah kesal. Varsha kan hanya berbasa-basi. Tapi, Al masih belum menyadarinya.

Al meraih tangan Varsha kemudian menggenggamnya. “Yuk, berangkat!”

Varsha menghela napas pelan. Dia sebenarnya tidak mau, tapi dia tidak sanggup menolak. Alhasil, dia hanya mengikuti langkah Al. Al menaiki motor kemudian disusul oleh Varsha di belakangnya. Kepala Varsha menoleh ke samping. Kedua tangan Varsha berada di atas pahanya.

“Ada yang kelupaan,” ucap Al.

“Apa?”

Al mengambil kedua tangan Varsha lantas melingkarkannya di perutnya sendiri. “Gue suka lo peluk gue kayak gini.”

Varsha, lo bodoh! Susah payah dia menahan bibirnya agar tidak mengulas senyum. Tentu saja Varsha merasa senang mendengar ucapan Al. Tapi, ya gitu, kalau ingat yang kemarin, hati Varsha masih terasa sakit.

“Garing ya? Diajarin Aiden soalnya,” lanjut Al lagi.

Varsha bergumam pelan. “Yaudah, ayo berangkat. Ntar keburu telat lagi.”

“Iya.” Al mengusap pelan punggung tangan Varsha yang berada di depan perutnya. “Jangan dilepasin ya.”

Varsha meletakkan dagunya di bahu Al. “Aku nggak lepasin kamu selama kamu nggak maksa aku buat lepasin kamu,” ucap Varsha penuh arti.

Al tertawa pelan. “Nggak akan pernah.”

Varsha mengedikkan bahunya pelan. “We will see.” Varsha bergumam pelan.

***


Varsha mengernyitkan kening ketika Al menghentikan motornya, bukan di tempat parkir sekolah, melainkan di samping gerobak nasi goreng. “Kok berhenti?”

“Kita sarapan dulu ya, masih pagi juga,” jawab Al.

Varsha mengangguk pelan. Dia melepaskan pelukannya pada Al lantas turun dari motor. “Emangnya kamu belum sarapan?”

Al menggeleng pelan. “Sengaja, biar bisa sarapan bareng lo.”

Tanpa diinginkan, bibir Varsha tertarik membentuk senyuman. Rasanya senang sekali mendengar Al menyisihkan waktu untuknya meskipun hanya untuk sarapan bersama.

“Gitu dong senyum, kan cantik.” Al menarik gemas pipi Varsha. Setelahnya, dia menggenggam tangan Varsha.

Jika bersama Shania, Al membiarkan Shania memeluk lengannya. Tapi, jika bersama Varsha, Al yang akan menggenggam tangan Varsha.

Al membawa Varsha menuju ke kursi plastik yang telah disiapkan abang nasi goreng untuk pembelinya.

“Pak, nasi gorengnya dua,” ucap Al pada penjual nasi goreng.

“Duduk dulu, Sha,” ucap Al yang dituruti oleh Varsha. “Kemaren lo gimana?”

“Gimana apanya?”

“Kan kemaren lo minta gue temenin- makasih, Pak.” Al menoleh lantas tersenyum pada penjual nasi goreng.

Varsha tersenyum masam saat Al tengah mengambil nasi goreng dari tangan penjualnya. Al memberikan satu piring nasi goreng ke Varsha.

“Aku nggak kenapa-napa. Tenang aja. Aku udah biasa sendiri kok,” jawab Varsha dingin.

Al menghela napas pelan. Dia meraih tangan Varsha kemudian menggenggamnya. “Maaf ya, kemarin Shania nge-drop gara-gara gue, jadi gue harus jagain dia.”

Varsha mengangguk-anggukkan kepalanya. Boleh nggak kalau Varsha tidak peduli pada Shania?

“Shania cantik ya?” tanya Varsha yang kembali ingat kejadian kemarin. Walau itu justru membuat hatinya terasa sakit.

Al tersenyum kemudian mengangguk. “Shania emang cantik.”

Perubahan raut wajah Varsha terlihat jelas di mata Al. Al terkekeh pelan. “Tapi, lo lebih cantik.”

Varsha mengulas senyum malu. Dia melepaskan tangan Al kemudian mengalihkan pandangan. “Apaan sih, Al. Gombal banget. Diajarin Aiden lagi?”

“Enggak, gue cuma jujur aja.”

Varsha tersenyum kecil.

Al kembali meraih tangan Varsha dan menggenggamnya. Matanya menatap manik mata Varsha lekat. “Maaf ya kalo sekarang gue jarang punya waktu sama lo, gue sering sama Shania. Bahkan kemaren aja gue nggak bisa dateng pas lo minta. Sha, Shania itu sakit sejak kecil. Liver. Penyakitnya udah tambah parah sekarang. Seharusnya Shania nggak ke sini, seharusnya dia tetap tinggal di London. Melanjutkan pengobatan dia di sana. Tapi, Shania kekeh pengen ke sini. Jadi, selama di sini gue harus jaga Shania.”

“Sha, sejak kecil gue udah janji sama daddy-nya Shania, papa, bunda, Shania, bahkan sama diri gue sendiri buat selalu jagain Shania, selalu lindungin dia. Jadi please, gue minta pengertian lo ya?”

“Alhamdulillah, kamu udah bisa ngomong panjang banget!” seru Varsha disertai tawa pelan.

“Sha, gue serius.”

Varsha terkekeh pelan. “Iya iya maaf. Aku ngerti kok posisi kamu.”

Al tersenyum lega.

“Tapi, Al, mmm kamu bilang Shania itu adek kamu, tapi dia, kan bukan adek kandung kamu. Mmm….” Varsha menggigit bibirnya ragu.

“Kenapa, Sha? Bilang aja.”

“Kamu nggak ada rasa kan sama Shania? Yaaa kalian kan udah sama-sama gede, lagipula Shania itu cantik, kalian juga udah kenal dari kecil. Jadi bisa aja kan-“

“Jadi, lo cemburu?” Al tersenyum geli.

Varsha mencebikkan bibirnya kesal. “Wajar dong aku cemburu, aku kan pacar kamu. Lagipula aku cemburu kan karena aku sayang sama kamu.”

Al terkekeh pelan. Hal itu membuat Varsha semakin kesal. “Al ih, aku serius.”

“Dengerin gue, Sha. Gue udah milih lo jadi pacar gue, artinya hati gue punya lo, bukan cewek lain, termasuk Shania

***

See u

AlvarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang