42. Jalan

721 97 7
                                    

Pagi-pagi sekali Al sudah di rumah Varsha. Al ingin berangkat bersama dengan Varsha ke sekolah dan dia juga ingin sarapan berdua dengan Varsha, jadi Al melewatkan sarapan di rumah. Varsha hanya mengiyakan keinginan Al.

Dalam hati, Varsha masih merasa sedih karena perilaku Al semalam. Katanya Al mau menemaninya dan jaga jarak dengan Shania, tapi Al justru meninggalkannya saat Shania mencari Al.

Tapi, mau gimana lagi? Marah juga percuma. Sedih apalagi. Beberapa hari ingin air mata Varsha sudah terbuang sia-sia, Varsha tidak mau menangis lagi.

Toh kalau Al ditakdirkan untuknya, sejauh apapun Al pergi, Al akan kembali kepadanya. Right?

Varsha dan Al turun dari motor beberapa menit sebelum bel masuk berbunyi. Seperti biasa, Al menggenggam tangan Varsha.

“Kamu anterin aku ke kelas, kan, Al?” tanya Varsha.

Al tersenyum kemudian mengangguk pelan.

“AL!”

Dari depan terlihat Amara yang berjalan cepat mendekati Al. Amara tersenyum pada Varsha dan menyapanya.

“Al, kita dipanggil Pak Dani sekarang di ruang guru.”

“Sekarang banget?”

Amara mengangguk mantap. Al menoleh pada Varsha. Iya, Varsha sudah tahu apa yang akan terjadi.

“Lo ke kelas sendirian aja ya, Sha.”

Varsha ingin menggelengkan kepala, tapi yang ada kepalanya justru mengangguk.

Al melangkah bersama Amara meninggalkan Varsha yang hanya bisa menghela napas pelan.

“Pak Dani manggil kita buat apa?” tanya Al pada Amara.

“Kayaknya buat bahas masalah olim deh. Itu, kan, sebulan lagi.” Amara tersenyum. “Tahun kemarin lo sengaja mundur padahal lo punya peluang gede buat go internasional, lo nggak akan lakuin itu lagi, kan? Ini kesempatan terakhir kita buat ikut. Tahun depan kita nggak bisa ikutan lagi karena pasti udah ribet sama acara kelulusan.”

“Enggak akan.”

Amara tersenyum. “Lo mau kan bantuin gue lagi? Gue mau kasih yang terbaik buat sekolah kita. Dan… sebagai pembuktian gue ke orang tua gue.”

“Pasti.”


***


“Suntuk banget muka lo, Sha,” komentar Gisel saat Varsha memasuki kelas.

Varsha meletakkan tasnya di atas meja kemudian menyusul duduk di samping Gisel.

“Sendirian aja. Al nggak anterin lo?” celetuk Salsa yang sudah menyusul duduk di atas meja di depan Varsha.

“Sama Amara. Katanya dipanggil Pak Dani. Sebel banget gue.”

Salsa manggut-manggut. “Paling juga mau bahas olim. Denger-denger sih bentar lagi.”

“Gatau lah. Pusing gue.” Varsha meletakkan kepalanya di atas meja. Matanya terpejam.

“Eh lo mau tahu nggak. Tahun kemaren itu, Al sama Amara kan ikutan. Al masuk nasional loh, dapet juara. Katanya sih mau lanjut internasional, tapi Al ngundurin diri.”

AlvarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang