“Kak Al, Kak Varsha jahat banget nggak sih?” celetuk Shania yang duduk di sebelah Al.
Al menoleh pada Shania. “Maksudnya?”
“Yaa… kan Kak Varsha pacarnya Kak Al, tapi Kak Varsha malah jalan sama cowok itu. Jahat, kan?”
Al terdiam mengingat kembali kejadian tadi saat bertemu dengan Varsha dan Rangga di rumah sakit. Al sendiri bisa ada di sana karena di sedang menemani Shania check up.
“Ucapan aku nggak salah kan, Kak?” tanya Shania.
Al menggeleng pelan membuat Shania tersenyum senang.
“Emang kurang ajar banget Kak Varsha. Udah punya Kak Al, malah jalan sama cowok lain. Kok bisa ya, Kak, ada cewek kayak gitu? Gatel banget.”
“Shania,” ucap Al pelan menyela ucapan Shania.
Meskipun Al membenarkan ucapan Shania tapi Al juga tidak suka mendengar Shania menjelek-jelekkan Varsha seperti itu.
“Kenapa, Kak? Aku bener, kan? Aku sebel aja sama Kak Varsha, dia udah nyakitin kamu, Kak. Kenapa sih masih kamu pertahanin juga. Dia nggak pantes buat kamu, Kak. Buktinya aja dia selingkuh, di depan kamu malah.”
Al kembali diam. Tapi, otaknya terus memikirkan ucapan Shania.
Melihat Al yang diam, Shania tersenyum miring.
***
“Ngga, lo kalo mau pulang nggak papa kok,” ucap Varsha pada Rangga yang masih menemaninya.
Wajah Varsha terlihat lebih segar setelah diobati, tidak pucat pasi seperti beberapa waktu lalu.
“Ntar lo bunuh diri lagi kalau gue pergi.”
Varsha tertawa hambar. “Gue pernah kok ngelakuin itu sebelumnya.”
“Lo serius?”
“Tapi waktu itu ada Al yang nolongin gue. Tapi sekarang saat fase terburuk di hidup gue yang lebih buruk dari dulu, Al bahkan nggak ada di samping gue.” Wajah Varsha berubah murung.
“Buat apa sih, Sha, lo pertahanin cowok kayak dia. Brengsek tahu nggak!”
“Terus lo mau posisi Al gitu?”
Rangga terdiam sebentar, terkejut mendengar ucapan Varsha. “Ya enggaklah! Yakali gue mau sama lo, hati gue masih buat Amara, lagi.”
Varsha tertawa pelan. Ini pertama kalinya Varsha tertawa setelah melalui hari yang berat ini. Ada sedikit kebahagiaan dengan adanya Rangga di sisinya. Setidaknya Varsha tidak merasa terlalu kesepian, ada orang yang menghibur Varsha.
“Ya udah. Mending lo pulang aja. Siapa tahu kan Amara lagi nungguin lo di rumah?”
Rangga berdecak pelan. Rangga tidak tega meninggalkan Varsha sendirian, tapi Varsha itu sedang mengusirnya secara halus, Rangga tidak suka itu.
“Ya udah gue balik. Tapi awas aja kalo besok lo jadi mayat.”
Varsha tertawa.
“Enggak kok.”
“Gue balik ya. Kalo ada apa-apa, hubungin gue aja.”
Varsha mengangguk pelan.
Rangga berdiri, lalu berjalan menuju pintu. Setelah membuka pintu, Rangga kembali menoleh pada Varsha.
“Sana gih balik. Gue mau tidur.”
“Jangan tidur selamanya loh.”
“Khawatir banget sih lo sama gue? Cinta ya sama gue?”
“Dih!”
Rangga berjalan keluar dari kamar Varsha.
Senyum yang Varsha tampilkan perlahan memudar. Wajahnya kembali murung. Varsha melepas paksa infus yang ada di punggung tangannya, lalu turun dari brankar.***
Setelah membayar taksi online yang mengantarnya, Varsha berjalan pelan menuju pintu rumah Al, lalu menekan bel yang terpasang di sana. Setelah menunggu beberapa saat, Al keluar dari dalam rumah membuat senyum Varsha mengembang.
Varsha ingin sekali bertemu dengan Al, tapi sejak pagi Al sangat sulit dihubungi jadi Varsha memutuskan untuk menemui Al di rumahnya.
“Hai, Al.”
“Sha, kamu ngapain ke sini malem-malem gini?”
“Ada yang pengin aku omongin sama kamu Al. Kamu ada waktu nggak?”
“KAK AL!!!”
Al menoleh ke belakang pada Shania yang berlarian mendekati Al dan Varsha. Shania langsung memegang lengan Al.
“Kak Al, ayo temenin aku nonton film horor lagi. Aku takut nonton sendirian.”
“Iya. Kamu masuk dulu, sebentar lagi aku nyusul,” jawab Al.
“Beneran loh, Kak?”
“Iya.”
Shania mengangguk pelan, lalu masuk ke dalam lagi. Sebelum itu, dia sempat melirik Varsha tidak suka yang terlihat jelas di mata Varsha.
“Sha, gue…”
“Iya, kamu nggak ada waktu, kan?” sela Varsha.
“Maaf ya.”
Varsha menghela napas kecewa.
“Kalau besok di sekolah, aku boleh minta waktu kamu sebentar?”
“Di sekolah kan gue harus belajar sama Amara, Sha.”
“Kalau sorenya gimana? Abis kamu belajar bareng Amara.”
“Gue mau pergi sama temen-temen.”
“Malem? Apa kamu ada waktu buat aku? Nanti biar aku yang ke sini.”
“Aku ada janji sama Shania,” ucap Al lirih. Al merasa tidak enak pada Varsha.
Varsha mengalihkan pandangan, lalu tersenyum miris. “Di sekolah, kamu sama Amara. Di luar sekolah, kamu sama temen-temen. Di rumah, kamu sama Shania. Terus waktu kamu buat aku kapan Al?”
“Sha, tolong ngertiin gue, gue-“
“Aku ngerti kok, Al. Aku ngertiii banget. Kamu itu terlalu sibuk sampai-sampai kamu enggak punya cukup waktu buat aku.”
Al tersenyum kecil. “Makasih, Sha, udah mau ngertiin gue.”
Varsha tersenyum miris. Bukan itu yang Varsha harapkan. Varsha hanya ingin sedikit saja mendapat pengertian dari Al, tapi Al tidak memberikan itu. Varsha kecewa pada Al.
“Ya udah kalo gitu aku pulang dulu, toh enggak ada gunanya aku di sini. Kamu juga udah ditungguin Shania di dalem.”
Al mengangguk pelan. Dia merasakan ada yang berbeda dari nada suara Varsha, lebih seperti sindiran, tapi Al tidak mau memikirkan itu.
Saat Varsha hendak melangkah, suara Al menginterupsinya membuat Varsha kembali menatap Al.
“Sha, lo bisa kan jaga jarak sama Rangga? Gue nggak suka lo terlalu deket sama dia.”
Varsha menghela napas pelan. “Kalau aku yang minta kamu jaga jarak sama Shania karena aku nggak suka kamu terlalu deket sama Shania gimana? Apa kamu mau kabulin?”
“Sha, lo tahu sendiri gue itu ada janji-“
“Iya, aku tahu. Aku juga ngerti itu. Ya udah, aku pulang dulu.”
“Maaf ya, Sha. Gue nggak bisa anterin lo pulang.”
“Enggak papa. Aku udah biasa sendiri.”***
Setelah cukup lama berjalan sambil menangis sendirian, Varsha berhenti di sebuah jembatan, menatap derasnya arus sungai yang ada di bawahnya. Air mata Varsha menetes. Dulu Al yang menolongnya di sana, tapi sekarang Al yang membuat Varsha ke sana.
Varsha mendongak ke atas, lalu menutup matanya. Apa Varsha tidak boleh bahagia?
“Katanya enggak mau bunuh diri tapi diem di jembatan kayak gini.”
Varsha membuka mata, lalu menoleh ke samping. Ada Rangga yang berdiri di sebelahnya.
“Ngga, kok lo ada di sini?”
“Lo pikir gue enggak lihat lo kabur dari rumah sakit?”
Varsha terisak. “Ngga, apa gue mati aja ya? Gue bener-bener udah enggak sanggup lagi, Ngga. Enggak ada artinya lagi gue hidup, Ngga. Enggak ada yang sayang dan peduli sama gue.”
“Kalo gitu ngapain gue di sini?”
Varsha menoleh pada Rangga.
“Gue peduli sama lo. Di luar sana juga banyak orang yang peduli dan sayang sama lo. Sha, dunia itu luas. Kalau di sini enggak ada orang yang peduli sama lo, bukan berarti di luar sana juga enggak ada orang yang peduli sama lo. Kalau sekarang lo sedih bukan berarti besok lo enggak akan bahagia. Kesedihan yang lo alami sekarang adalah jalan yang akan buat lo jadi lebih kuat dan lebih dewasa lagi.”
Varsha semakin terisak mendengar ucapan Rangga.
Rangga mengusap air mata yang mengalir di pipi Varsha. “Udah cukup lo buang air mata lo untuk hari ini. Besok dan seterusnya, lo enggak boleh sia-siain lagi air mata lo ini.”***
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasySetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...