Dia mengambil tangan Varsha. Mencari denyut nadinya. Namun, Al tidak merasakannya.
Tangan Al berpindah ke depan lubang hidung Varsha. Namun, tidak ada deru napas.
“Varsha!!” seru Gisel lagi. Dia terus berusaha menggerak-gerakkan badan Varsha. Memaksa Varsha bangun.
Al terdiam beberapa detik-blank sebelum akhirnya tersadar. Dia menelentangkan tubuh Varsha lantas meletakkan kedua tangannya dengan posisi saling menindih di atas dada Varsha lantas menekannya. Al melakukannya berkali-kali secara teratur dengan tenang.
“Sha, bertahan,” lirih Al sambil terus melakukan hal tersebut.
Tidak mendapat reaksi dari Varsha, Al mendekatkan wajahnya ke wajah Varsha.
“Maaf, Sha.”
Al memejamkan matanya lantas mendekatkan bibirnya ke bibir Varsha. Memberikan napas buatan untuk Varsha. Gisel terbelalak melihat itu. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk memikirkan itu.
Al kembali bangkit dan menekan dada Varsha kembali. Berulang-ulang. Varsha tidak menunjukkan reaksi apapun. Al semakin khawatir namun dia mencoba bersikap tenang dan tetap melakukan apa yang harus dia lakukan seperti yang diajarkan Kinzy padanya.
Iya, Kinzy yang mengajarinya melakukan ini. Ini pertama kalinya Al melakukannya langsung.
Al kembali mendekatkan wajahnya. “Sha, plis bangun.” Sebulir air mata Al menetes di pipi Varsha sebelum Al kembali memberi napas buatan pada Varsha.
Al kembali bangkit lantas kembali menekan dada Varsha. “Varsha, bangun!”
UhukUhuk!
“Sha!” pekik Gisel senang.
Varsha mulai kembali menarik napasnya dengan susah payah. Matanya sedikit terbuka lantas kembali terpejam.
“Sha!”
Gisel meletakkan kepala Varsha di pahanya. Air matanya kembali menetes. Dia menepuk pelan pipi Varsha.
“Selimut! Jaket! Anjir!” racau Al tidak jelas. Dia melirik seragam sekolahnya. Dia melepas kemeja putihnya satu persatu kancing kemejanya. Tidak sabar, Al langsung menarik kuat kemeja itu hingga membuat dua kancingnya terbawahnya terlepas.
Al membalut tubuh Varsha dengan seragamnya itu lantas menggendong Varsha. Gisel sendiri mengikutinya dari belakang dengan air mata yang mengalir deras.
***
Al turun dari mobil Ares yang dikendarainya. Al bertemu Ares saat hendak membawa Varsha ke rumah sakit. Dia langsung meminjam mobil yang dibawa Ares karena Al sendiri membawa motor ke sekolah. Al mengitari mobil lantas menggendong Varsha. Lagi, Gisel menguntit di belakang.
Al berjalan cepat memasuki rumah sakit milik kedua orang tuanya. Al berteriak-teriak memanggil suster namun tidak ada yang datang karena semuanya sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Kebetulan rumah sakit tersebut sedang penuh.
“Al.”
Al menoleh ke samping mendapati Kinzy yang berjalan mendekatinya.
“Bunda, tolongin Varsha, Bunda,” ucap Al panik.
“Ya ampun,” ucap Kinzy pelan melihat wajah Varsha yang pucat pasi. “Langsung bawa ke IGD aja, Al.”
Al mengangguk. Dia membawa Varsha ke IGD dengan diikuti Kinzy.
***
Di SMA Nebula, kabar mengenai Varsha yang ditemukan tidak sadarkan diri di ruang musik menyebar begitu cepat. Semua bibir kini membicarakan masalah itu. Menduga-duga bagaimana bisa Varsha terkunci di ruang musik.
Para pelakunya sendiri sudah sangat ketakutan –lebih tepatnya Amara yang ketakukan sedangkan kedua temannya santai.
“Gue takut Varsha kenapa-napa,” ucap Amara pelan pada kedua temannya.
“Udah sih biarin aja. Kalaupun dia mati itu juga bukan urusan gue,” ucap Silvi santai.
Amara memicingkan matanya. “Bukan urusan lo gimana? Kita yang ngunci dia di sana,” ucap Amara pelan namun penuh penekanan.
“Lo yang ngunci, bukan gue ataupun Cindy.”
“Itu kan semua ide lo.”
"Tapi lo yang ngunci, jadi kalo ada apa-apa ya lo yanh tanggung jawab.
Amara berdecak kesal lantas bangkit meninggalkan mereka berdua dengan membawa tasnya. Amara begitu khawatir dengan keadaan Varsha. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Varsha karenanya.
Alhasil, dia kembali mengulang tindakannya kemarin. Izin pulang lebih cepat dengan alasan sakit.***
Al dan Gisel menunggu kabar dari Varsha dengan cemas. Gisel bahkan tidak berhenti mondar-mandir di depan IGD. Al sendiri hanya diam dengan perasaan yang sangat khawatir.
Beberapa saat kemudian, Kinzy keluar dari IGD.
“Tante eh dokter, gimana keadaan Varsha?” tanya Gisel cemas.
Kinzy tersenyum. “Varsha baik-baik aja,” ucap Kinzy membuat helaan napas lega keluar dari bibir Al dan Gisel.
“Tapi Varsha masih perlu dipantau jadi harus dirawat di sini beberapa hari. Varsha akan segera dipindah ke ruang perawatan.”
Gisel manggut-manggut. “Makasii tante eh dokter.”
Kinzy tersenyum lantas menyentuh pipi Gisel lembut. “Bunda aja.”
Gisel tersenyum. “Makasii Bunda.”
Kinzy mengangguk. Dia melangkah mendekati Al. mengusap bahunya pelan. “Kamu tenang aja.”
Al mengangguk pelan.
“Kamu udah hubungin keluarganya?” tanya Kinzy yang dijawab gelengan oleh Al. “Segera hubungi keluarganya ya. Bunda pergi dulu, masih ada urusan.”
Al mengangguk membiarkan Kinzy melangkah menjauhinya.
“Bunda!” panggil Al sambil berlari mendekati Kinzy.
Kinzy menoleh menatap Al yang sudah berada di sampingnya. “Kenapa, sayang?”
“Varsha bener-bener nggak papa kan, Bun? Yang Al lakuin nggak salah kan, Bun?” tanya Al.
Sedari tadi semua itu terus menganggunya mengingat Al baru pertama kali melakukannya takutnya apa yang dia lakukan salah dan justru mencelakai Varsha dan dia juga merasa tidak enak hati pada Varsha.
“Enggak, Al. Justru kamu udah nolongin Varsha.”
“Tapi Al ngerasa nggak enak sama Varsha, Bun.”
Kinzy mengusap lembut rambut putra pertamanya itu. “Kalo kamu emang ngerasa nggak enak, bicara sama Varsha, minta maaf, biar hati kamu lega.”
Al mengangguk pelan.
Kinzy tersenyum kecil. “Kamu sayang sama Varsha?”
“Ha?”***
Setiap ada masalah, Amara pasti langsung menemui Rangga seperti yang dia lakukan sekarang ini. Sejak kecil, Rangga memang sudah selalu ada untuknya. Rangga selalu menjaganya walau Amara tidak suka dengan cara Rangga yang menjaganya dengan kekerasan.
Sesaat setelah Rangga sampai di taman tempat Amara berada, Amara langsung memeluk Rangga. Kembali menangis untuk ke sekian kalinya di bahu Rangga.
“Mara, lo kenapa lagi? Al nyakitin lo lagi?” tanya Rangga yang dijawab gelengan oleh Amara.
Amara mengurai pelukannya. Dia memegang kedua tangan Rangga. Menatap Rangga sendu.
“Gue nggak sengaja, Ngga. Gue nggak ada niat nyakitin dia. Gue nggak tau, Ngga,” ucap Amara tidak jelas.
Rangga menggenggam erat tangan Amara. Menatap Amara lembut. “Mara, tenangin diri lo dulu. Cerita sama gue apa yang terjadi.”
“Gue… gue kemarin ngunci dia di ruang musik. Gue naikin suhu ACnya dan gue umpetin remotenya. Tadi dia ditemuin pingsan katanya denyut nadinya nggak ada. Gue nggak tau kalo dia kena hipotermia. Gue nyangka, Ngga. Gue nggak ada niat buat bunuh dia, Ngga. Enggak ada.”
“Gue cuma pengen buat dia demam atau flu supaya nggak masuk sekolah. Biar nggak deketin Al. Gue nggak ada niat bunuh dia, Ngga. Sumpah! Gue takut, Ngga. Gue takut dia kenapa-napa.”
Rangga memeluk erat Amara membuat gadis itu semakin terisak. “Tenang dulu, Mara.”
Beberapa saat kemudian, Rangga mengurai pelukannya. Menatap Amara lembut. “Siapa yang lo maksud?”
“Varsha.”***
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasySetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...