Varsha berjalan pelan menuju lab ipa. Dengan sedikit jinjit, Varsha menatap ke dalam ruangan tersebut melalui kaca jendela. Di dalam, terdapat seorang cowok yang sedang sibuk dengan mikroskop dan sesekali mencatat di kertas. Terlihat sekali Al tengah sibuk belajar walaupun bel istirahat telah berbunyi.
Varsha tersenyum kecil. Dia berlari meninggalkan tempat itu.
Beberapa saat kemudian, Varsha kembali dengan plastik di tangannya. Setelah sebelumnya mengintip untuk memastikan Al masih ada di dalam lab, Varsha memasuki ruangan itu. Varsha tersenyum melihat Al yang kini sibuk mencatat di kertas tanpa menyadari kehadirannya.
“Sibuk banget sampe nggak nyadar aku di sini.” Varsha mengambil kursi lantas mendudukinya tepat di depan Al dengan dibatasi meja berisi peralatan laboratorium.
“Maaf ya.”
“Nggak nyadar aku di sini sih nggak papa, tapi jangan lupa makan dong.”
Varsha mengeluarkan isi plastik yang dibawanya yang berupa makanan dan minuman. “Nih aku bawain makanan buat kamu.”
Al tersenyum. “Makasih ya.”
Varsha mengangguk semangat. Al mengambil botol air mineral lantas meminumnya. Setelah itu, Al kembali fokus pada tugasnya.
“Kok makanannya dikacangin sih?” Varsha mencebikkan bibirnya.
“Nanti ya. Tugas gue masih banyak.”
Varsha menghela napas pelan. Dia berpindah ke samping Al sembari membuka plastik roti yang dia bawa. “Aku suapin aja ya.”
Dengan penuh perhatian, Varsha menyuapi Al membuat Al tidak bisa memalingkan wajahnya dari Varsha.
“Kalo gini, gue nggak bisa ngerjain tugas.”
Varsha menurunkan tangannya dengan cepat. Wajahnya berubah panik. “Aku ganggu ya, maaf. Aku nggak mau aja kamu telat makan.”
Al menggeleng pelan. “Bukan itu.”
“Terus kenapa?”
“Lo lebih menarik dari tugas gue.”
Sontak saja, Varsha tersenyum senang. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangan. “Aku malu, Al.”
“Kenapa? Biasanya juga malu-maluin.”
Varsha mencebikkan bibirnya. “Ih kamu mah gitu. Mmm tapi emang iya sih.” Varsha nyengir.
Gemas. Al mengacak lembut rambut Varsha sembari terkekeh pelan.
“Al, rambut aku berantakan.”
“Sini-sini, gue rapiin lagi.” Dengan lembut, Al merapikan rambut Varsha yang berantakan karena sikapnya. Sesekali manik mata mereka bertemu membuat senyum di bibir keduanya tidak bisa di cegah untuk tersenyum.
Dari ambang pintu lab, Amara tersenyum pedih melihat Al dan Varsha. Kenapa rasanya masih sakit banget?
***
“Seneng kelihatannya,” ucap Vela sesaat setelah Varsha memasuki kelas dengan wajah sumringah.
“Abis ketemu Al pasti,” tebak Gisel disertai senyum geli di bibirnya.
“Emang siapa lagi yang bisa buat Varsha jadi setengah waras kek gini,” jawab Vela tanpa memandang Varsha. Tatapannya tertuju pada layar ponsel yang digunakannya untuk bermain game online.
“Ah bebeb Vela emang suka bener deh,” lanjut Varsha. Dia mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di depan Vela. “Al sekarang manis banget sama gue. Gue kan jadi baper.”
“Baper sih baper tapi biasa aja kali. Lo suka nggak liat temen, gue sama Vela itu jomblo, jangan dibikin iri kenapa,” sungut Gisel.
“Oh iya lupa.” Varsha menepuk bahu Gisel.
“Tapi ya, gue berharap banget Al bisa manis terus sama gue, peduli sama gue kayak gini.” Varsha tersenyum senang membayangkan hal itu.
“Jangan terlalu berharap sama manusia. Manusia itu tempatnya salah sama lupa. Kalo harapan lo nggak terjadi, sakitnya susah lo lupain.”
***
Sepulang sekolah, Al mengajak Varsha jalan. Gadis itu tentu saja senang bukan main. Bahkan, bibirnya terasa pegal karena terlalu lama tersenyum.
Menjelang malam, Al dan Varsha baru pulang. Bukannya mengantar Varsha ke rumah, Al justru membawa Varsha ke rumahnya. Varsha turun dari motornya lantas menghampiri Al yang juga baru turun dari motornya. Terlihat dari wajahnya, Varsha merasa kurang nyaman.
“Ada apa?” tanya Al yang menyadari raut wajah Varsha.
“Mm kenapa nggak anter aku pulang aja?”
Al mengusap lembut rambut Varsha. “Emangnya kenapa? Lagian lo udah lama nggak main ke sini. Khanza kangen, nyariin lo.”
Varsha menghela napas pelan. Al menggenggam tangan Varsha untuk menenangkannya.
“Aku juga kangen sama Khanza, tapi kan sekarang ada-“
“KAK AL!” Shania berlari dari dalam rumah mendekati Al. Langsung saja Shania memeluk Al erat tanpa mempedulikan Varsha yang menatapnya tidak suka. Siapa sih yang suka pacarnya dipeluk cewek lain?
Al membalas pelukan Shania dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya masih menggenggam tangan Varsha.
“Aku kan udah sering bilang jangan lari-lari,” ucap Al pada Shania.
Shania mendongak menatap Al yang lebih tinggi darinya. Dia tersenyum. “Ya maaf abisnya aku seneng banget kamu pulang. Dari tadi aku tungguin tau.”
Sudut mata Shania tak sengaja mendarat pada Varsha yang berdiri dengan wajah tidak bersahabat. Shania menjauhkan tubuhnya dari Al kemudian tersenyum pada Shania. Keningnya sedikit berkerut mengingat perempuan yang berdiri di depannya.
“Kamu temennya Kak Al, kan? Siapa ya namanya?”
“Gue Varsha, pacarnya Al,” ucap Varsha dengan menekankan kata pacar. Varsha tersenyum bangga.
Shania terlihat terkejut mendengar penuturan Varsha. Tatapannya turun pada tangan Al dan Varsha yang saling bertautan. Entah kenapa ada rasa tidak suka dalam hatinya.***
“Kak Valsha!!” Khanza berlari mendekati Varsha yang baru saja menginjakkan kaki di rumah Al.
Varsha tersenyum. Dia melepaskan genggaman tangan Al lantas berjongkok. Dipeluknya gadis kecil berumur tiga tahun itu.
“Kak Varsha kangen banget sama kamu,” ucap Varsha sembari mencubit lembut pipi gembul Khanza.
“Khanza juga kangen sama Kak Valsha.” Sesaat kemudian, Khanza menepuk keningnya. Dia teringat sesuatu. “Kakak ipal maksudnya.”
Khanza tersenyum manis. Al dan Varsha hanya terkekeh pelan. Lain halnya dengan Shania yang terlihat tidak suka dengan apa uang diucapkan Khanza.
“Kakak ipal, temenin Khanza main ya?”
“Ayo. Kita main sama-sama,” jawab Varsha senang. Dia berdiri dengan tangan yang menggenggam tangan mungil Khanza. Varsha menoleh pada Al. “Al, aku main dulu ya sama Khanza,” ucap Varsha yang diangguki oleh Al.
Melihat Varsha pergi bersama Khanza, Shania tersenyum. Dia memeluk lengan Al. “Kak Al, tadi aku ke mall beli baju, kamu juga aku beliin. Ayo aku tunjukkin!”***
Lelah karena terlalu lama berlarian, Varsha dan Khanza kini duduk di ayunan yang berada di halaman samping dengan Khanza yang duduk di pangkuan Varsha.
“Kakak ipal, Khanza seneng deh kakak ke sini. Khanza jadi ada temen main,” ucap Khanza senang.
“Loh kan ada Kak Shania.”
Khanza mencebikkan bibirnya. “Bunda nggak bolehin Khanza ajak Kak Shania lali-lali. Kadang juga Kak Shania nggak mau main sama Khanza.”
Varsha terdiam mendengar ucapan Khanza. Dielusnya puncak kepala Khanza dengan lembut.
“Makanya kakak ipal halus seling-seling ke sini ya.”
Varsha tersenyum. “Iya. Nanti kalo ada waktu, Kak Varsha ke sini lagi. Kita main sama-sama!”
“Yeay! Makasih kakak ipal!” Khanza memeluk Varsha erat.***
Seusai makan malam, Al mengantar Varsha pulang. Mereka berdiri di halaman depan. Al menutupi tubuh Varsha dengan jaket miliknya. Varsha tersenyum senang.
“Makasih, Al.”
Al mengangguk pelan. Dia segera menaiki motor yang disusul oleh Varsha di belakangnya. Varsha memeluk Al dan menyenderkan kepalanya di punggung Al. Rasanya hangat.
Dari balkon, Shania menatap tajam Al dan Varsha. Dia benar-benar tidak suka melihat itu. Ada perasaan berbeda yang dia rasakan di hatinya. Shania benar-benar tidak mengerti.***
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasíaSetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...