"Al, muka kamu kenapa?" tanya Kinzy panik ketika melihat luka lebam di pelipis Al dan luka robek di ujung bibirnya. Kepalanya mendongak menatap Al yang memang lebih tinggi dari Kinzy. Tangannya memegang rahang Al yang lebam.
"Nggak papa, Bun," jawab Al.
El berlarian turun dari kamarnya dengan senyum lebar yang menghiasi wajahnya. "Morning Bunda, morning Al, morning Khanza!" sapa El.
"Loh muka lo kenapa?" tanya El heran ketika melihat wajah Al yang lebam.
Kinzy menoleh kepada El dengan kening berkerut. "Kamu nggak tau, El?"
El menggeleng. "Enggak tuh, Bun. Kemaren nggak ada jadwal tawuran ups." El nyengir ketika melihat Kinzy menatapnya horor.
Kinzy menghela napas. Dia kembali menatap Al. "Al, ini kenapa? Ini lukanya dari kemaren? Kamu pulang jam berapa? Kenapa bunda bisa nggak liat kamu pulang?" tanya Kinzy beruntun.
Kemarin Kinzy hanya melihat Al yang sudah tertidur di kamar tanpa melihat kapan Al pulang. Kinzy memang selalu mengecek ketiga anaknya setiap malam, memastikan mereka tertidur lelap. Semenjak Al dan El kecil, Kinzy pun sudah melakukan hal itu.
"Iyalah Bunda, olang kemalen Bang Al pulangnya mindik-mindik kayak maling," ceplos Khanza.
Menyadari ucapannya, Khanza langsung menutup mulutnya dengan wajah innocent. "Ups Khanza keceplosan."
Al menepuk keningnya pelan. Khanza memang sebelas dua belas dengan Kinzy, jujurnya kebangetan. Kinzy mendekati Khanza yang tengah duduk di lantai memainkan Dicky dengan kepala tertunduk. Kinzy duduk di depan Khanza mengusap lembut rambut Khanza.
"Khanza, Khanza kemaren liat abang Al pulang?"
Khanza masih diam. Dia menunduk.
"Bang Al nggak bolehin Khanza bilang Bunda?" tebak Kinzy.Kinzy tersenyum lembut. Dia beralih menatap Al. "Boleh kan, Bang?"
Al menghela napas kemudian mengangguk pasrah.
"Tuh, udah dibolehin sama Bang Al. Khanza cerita ya sama Bunda," ucap Kinzy lembut.
Khanza mengangguk. "Kemalen Khanza liat Bang Al pulang mindik-mindik jam sembilan malem. Abang Al langsung ke kamal. Muka bang Al udah luka. Tapi kata bang Al, Khanza nggak boleh bilang Bunda. Jadi Khanza diem."
Kinzy tersenyum kemudian mencium kening Khanza. Mengusap kepala Khanza lembut. Kinzy bangkit kemudian menatap Al yang menunduk.
"Maaf, Bunda. Al cuma nggak mau buat Bunda khawatir, Bunda kan udah capek kerja. Lagian Al nggak papa, Bunda," ucap Al.
Kinzy menghela napas. Kinzy mengusap lengan Al lembut. "Iya nggak papa, tapi lain kali kamu harus bilang sama Bunda. Lukanya udah diobatin?"
"Udah, Bun."
Kinzy tersenyum. "Yaudah, yuk sekarang kita sarapan."
"Yeay! Makan! Yuk Za kita makan!" ajak El semangat. Padahal sedari tadi dia hanya menjadi penonton drama pagi hari di rumahnya.
Khanza merentangkan kedua tangannya. "Gendong!"
"Dih enggak! Pasti Khanza ngompol!" sahut El.
Khanza mencebikkan bibirnya. "Ih enggak! Khanza nggak ngompol!"
"Tapi Khanza bau pesing!"
"Bunda!" rengek Khanza.
"El…"
"Canda bunda. Yuk kita makan!" El mengangkat Khanza kemudian menggendongnya.
***
Varsha duduk diam di kursinya sendiri menunggu kedatangan Al sambil senyam-senyum sendiri di tempatnya mengingat perlakuan manis Al kemarin saat Al menolong dirinya dari pukulan balok kayu dan yang lebih membuatnya baper adalah karena Al yang menyentuh pipinya kemarin.
Teman-temannya sampai bingung melihat Varsha yang datang ke sekolah dan langsung duduk diam sambil senyam-senyum dan memegangi sebelah pipinya.
Mereka bertanya hanya dijawab Varsha dengan kata dua kata seribu makna ‘nggak papa’. Mereka memukul Varsha untuk menyadarkan Varsha juga percuma. Varsha hanya tersenyum. Mood Varsha sedang baik. Tapi, itu malah membuat teman-temannya khawatir.
“Sha, lo nggak kerasukan setan penunggu sekolah, kan?” tanya Salsa cemas.
Varsha hanya menatap Salsa dengan senyuman kemudian menggeleng. Salsa bergidik ngeri melihatnya lantas kabur begitu saja.
Varsha menoleh ketika Al memasuki kelas. Dengan cepat, Varsha berdiri lantas menyusul Al yang sudah duduk di kursinya sendiri. Al menatap Varsha yang kini duduk di sampingnya. Hanya satu detik karena setelah itu, Al mengalihkan pandangan.
“Luka kamu gimana, Al? Udah baikan?” tanya Varsha yang hanya dibalas deheman oleh Al.
Varsha pikir setelah kejadian kemarin, Al telah jatuh cinta padanya mengingat perlakuan manis Al kemarin tapi melihat Al diam seperti ini membuat pemikiran Varsha pupus.
Varsha pikir Al akan sedikit lebih hangat padanya, tapi ternyata kutub utara juga kalah dingin dibandingkan Al.
“Kamu masih belum suka Al sama aku?” tanya Varsha pelan.
Al diam membuat Varsha tertawa hambar. “Aku pikir kamu suka sama aku karna sikap manis kamu kemarin ke aku.”
Al menoleh kepada Varsha. Dia membuka mulutnya untuk menjawab ucapan Varsha tapi lebih dulu dipotong oleh Varsha, membuatnya mengurungkan kalimatnya.
“Nggak usah dijawab kalo nantinya kamu cuma mau bilang akan lakukan hal yang sama walau itu kucing. Aku lagi males badmood, aku lagi diet nggak bisa makan coklat.” Varsha nyengir.
Varsha tersenyum lebar. “Aku akan tetap nunggu kamu kok sampai kamu suka sama aku.”
Ponsel Al yang dia letakkan di atas meja bergetar. Al meraihnya mengecek notifikasi yang masuk di panel ponselnya. Tanpa mengatakan apapun, Al bangkit membuat Varsha heran dan langsung bertanya.
Sedetik itu pula, Varsha menyesali pertanyaannya kerena dia harus menggagalkan program dietnya. Jawaban Al membuat api cemburu berkobar dalam diri Varsha.
“Ketemu Amara.”
***
Tidak seperti malam minggu biasanya dimana Varsha hanya akan sendirian di rumah atau jalan bersama teman-temannya, kali ini Varsha akan menemui Al. Ini bukan inisiatif Varsha melainkan undangan dari Al.
Varsha berteriak kegirangan sampai melompat-lompat di atas ranjang saat membaca pesan dari Al yang memintanya untuk ke rumahnya malam ini dengan membawa peralatan sekolah tentunya, Al mengajaknya belajar di rumahnya malam minggu.
Tapi, itu bukan masalah bagi Varsha. Yang terpenting Varsha bisa malam mingguan dengan Al. Wajah Al akan menemaninya malam ini.
Setidaknya malam ini dia tidak merasa seperti jomblo walaupun dia memang jomblo.
Setelah mengetuk pintu beberapa kali, pintu rumah dibukakan oleh Al. Senyum Varsha mengembang sempurna. Al menyilakan Varsha masuk.
Tatapan Varsha berhenti di meja ruang tamu yang telah dipenuhi dua buku tebal, kertas-kertas berisi soal, kalkulator, dan perlengkapan sekolah lainnya, seperti pensil, pulpen, penghapus, tip-ex, dan penggaris.Varsha langsung mengambil kesimpulan Al tengah belajar. Namun, yang membuat Varsha tidak nyaman adalah adanya dua gelas minuman di meja itu dan sebuah tas yang lebih mirip tas cewek.
Varsha menoleh pada Al, saat ingin menanyakan hal itu pada Al, suara Varsha terhenti karena mendengar suara cewek yang menginterupsinya.
“Maaf ya, Al. Lama.”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasiSetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...