48

822 118 21
                                    

"Udahlah, Sha. Nggak usah nangisin Al terus. Kasian air mata lo terbuang sia-sia kayak gini."

Rangga menatap pilu Varsha yang tidak kunjung berhenti menangis di bahunya. Jujur aja itu bahu udah mulai pegal nahan kepala Varsha terus. Sudah hampir satu jam Varsha menangis di bahunya. Tau gitu Rangga tadi enggak usah minta Varsha buat nangis.

"Al, Ngga. Kenapa dia kayak gini sama gue?"

Rangga menghela napas. "Karena dia emang enggak pantes buat lo, Sha."

"Sha." Rangga menegakkan kepala Varsha dan memegang kedua bahunya. Rangga menatap Varsha lekat. "Buka mata lo, enggak cuma Al cowok di dunia ini. Lo bisa dapetin cowok yang lebih segala-galanya dari Al. Lo nggak perlu korbanin hati lo terus-terusan kayak gini."

"Terus gimana sama lo, Ngga? Lo juga bisa dapetin cewek yang lebih baik dari Amara, tapi lo nggak pernah ngelakuin itu. Kenapa? Karena lo sayang sama Amara, lo nggak bisa jauh dari Amara. Itu juga yang gue rasain, Ngga."

Rangga menghela napas pelan. Rangga pengin nyangkal tapi mau nyangkal apa? Yang Varsha ucapkan benar, lagi.

"Terserah lo ajalah, Sha. Gue cuma mau ingetin lo aja."

Rangga mengusap air mata Varsha yang mengalir di pipinya. "Udahlah nangisnya. Gue malu diliatin orang dari tadi gara-gara lo nangis. Kesannya kayak gue ngapa-ngapain lo aja."

Varsha tersenyum kecil. "Yang penting gue cantik."

"Cantik apaan?! Orang mata lo aja lebih gede dari bola pingpong!"

"Ngga, ih!"

Rangga tertawa pelan kemudian berdiri. "Balik yuk, gue anter."

"Motor lo?"

"Entar temen gue yang ambil."

Varsha mengangguk pelan, lalu menyusul Rangga berdiri. Baru saja mereka hendak melangkah saat terdengar suara Amara yang memanggil nama Rangga. Bersamaan dengan itu, Amara terlihat mendekati Rangga dan Varsha.

Sesampainya di depan Rangga dan Varsha, Amara mengerutkan keningnya karena melihat mata Varsha yang bengkak.

"Sha, lo kenapa? Lo abis nangis?" tanya Amara.

Varsha tersenyum. "Gue enggak papa kok."

Kenapa cewek itu munafik banget? Udah jelas-jelas kenapa-napa masih aja bilang enggak papa, ucap Rangga dalam hati.

"Ada apa, Ra?" tanya Rangga.

"Temenin gue ke tempat biasa yuk, Ngga," ajak Amara.

Biasanya, Rangga langsung siap siaga menemani Amara pergi, tapi kali ini lain. Rangga menoleh pada Varsha. Rangga enggak tega meninggalkan Varsha sendirian sekarang, apalagi kondisi hati Varsha lagi enggak baik.

"Ra, lo kesana sendiri dulu ya. Ntar gue nyusul abis anterin Varsha balik."

Varsha menoleh pada Rangga saat mendengar namanya disebut. "Ngga, gue nggak papa kok balik sendiri. Lo sama Amara aja."

"Gue kan udah bilang mau anterin lo."

"Tapi-"

"Nggak usah berisik deh lo!"

Varsha mencebikkan bibirnya. Kan Varsha jadi merasa enggak enak kalau kayak gini. Harusnya kan ini waktunya Rangga buat sama Amara. Varsha merasa merepotkan Rangga banget, mana dari tadi Rangga udah menemani Varsha, lagi.

Amara tersenyum pada Varsha. "Rangga biar anterin lo aja dulu, Sha. Gue bisa kok ke sana sendiri."

Meskipun Varsha bilang enggak papa, melihat mata Varsha yang bengkak, Amara juga tahu kalau Varsha sedang kenapa-napa. Enggak mungkin kan itu mata tiba-tiba bengkak kalau enggak nangis?

AlvarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang