35. Shania Kecil

806 116 12
                                    

Varsha mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Air matanya mengalir deras selama perjalanan. Varsha bahkan hampir menabrak orang karena keadaaannya yang kacau.

Sesampainya di rumah, Varsha langsung tengkurap di tempat tidur. Menyembunyikan wajahnya di bantal, menangis sesenggukan di sana. Pikirannya terus melayang mengingat kejadian di depan rumah Al tadi.

Nyeri, sesak, sakit, semua campur aduk menjadi satu di dalam hatinya.

Di lain tempat, Al tengah duduk di tempat tidur Shania. Menemani Shania yang kini tiduran di tempat tidur yang sama. Shania tersenyum lembut pada Al.

“Aku seneng banget, Kak Al, bisa kayak gini lagi sama kamu,” ucap Shania sambil tersenyum lebar.

Al hanya tersenyum singkat. Tangannya sibuk mengusap lembut puncak kepala Shania membuat gadis itu merasa sangat nyaman.

“Di London, nggak ada yang bisa nemenin aku kayak gini. Daddy sibuk kerja terus. Aku selalu dijagain Om Fino. Bosen tau sendirian di sana, nggak ada temen,” curhat Shania.

Shania menghela napas pelan. “Andai aja mommy nggak meninggal pasti aku nggak akan ikut daddy pindah ke London.”

“Ssttt, kamu nggak boleh ngomong gitu.”

Shania tersenyum lebar. “Tapi, aku seneng sekarang bisa balik lagi ke sini. Temuin Kak Al, El, Bunda, Papa, apalagi sekarang ada Khanza.”

Al tersenyum lembut.

Shania menatap lekat mata Al. “Kak Al, posisi aku gimana? Masih kayak dulu atau…?”

“Kamu maunya gimana?”

Shania bergumam. Berpikir sejenak lantas tersenyum. “Kalo lebih dari itu gimana?”

Al terhenyak. Al diam mematung.

Tawa Shania memecah keheningan. “Bercanda, Kak Al! Serius banget sih mukanya. Lucu!”

Al menarik hidung Shania gemas. “Pinter banget ya sekarang ngerjain orang.”

Shania terkekeh pelan. Namun, hanya sesaat karena raut wajah Shania berubah sendu setelahnya. “Lagian aku nggak tau seberapa lama aku di sini. Dan… seberapa lama lagi aku bisa hidup.”

“Ssstttt… kamu nggak boleh ngomong gitu. Kamu pasti sembuh, aku yakin itu.”

Shania tersenyum sendu. “Tapi aku bosen bolak-balik rumah sakit, tiap hari harus minum obat. Sakit, Kak,” lirih Shania.

“Shania, kamu harus kuat. Kamu harus bertahan. Semua ini demi kebaikan kamu juga. Supaya kamu bisa sembuh.”

Shania mengangguk pelan. Walau dia tidak terlalu yakin akan hal itu.

“Udah nggak usah ngomong yang macem-macem. Sekarang, kamu tidur.”

Al menaikkan selimut yang dikenakan Shania sebatas dada lantas mengecup kening Shania lama membuat gadis itu hanya bisa memjamkan mata menikmati kecupan dari Al sambil menggigit bibir bawahnya kuat.

***


Varsha duduk meringkuk di tempat tidur. Ponselnya tergeletak di depannya dengan layar yang masih menyala. Sudah sedari tadi, Varsha berada di posisi itu.

Menunggu telepon atau sekadar chat dari Al.

Varsha berharap Al akan menjelaskan semuanya agar tidak ada salah paham di antara mereka.

Tapi, tidak ada tanda-tanda dari Al.

Di tempat lain, Al baru saja sampai di kamarnya. Setelah menemani Shania, El harus merepotkan dirinya.

Sesampainya di kamar, Al segera mengambil ponselnya yang tergeletak di meja belajar. Dicarinya nomor Varsha.

***


Dering notifikasi telepon berbunyi di ponsel Varsha. Dengan cepat, Varsha mengambil ponsel lantas menjawab panggilan tersebut.

“Halo, Al.”

“Bucin banget sih lo! Ini gue Vela!”

Varsha menghela napas pelan. Ternyata bukan Al.

“Ada apa?”

“Besok lo bawa mobil nggak? Gue nebeng dong.”

“Mobil gue masuk bengkel,” jawab Varsha bohong. Varsha hanya tidak ingin membawa mobil untuk besok, apalagi harus bersama dengan Vela. Varsha masih merasa kacau.

“Yaahh yaudah deh kalo gitu bye.”

Sambungan telepon terputus. Varsha menghela napas pelan. Air matanya menetes.

“Kenapa kamu nggak hubungin aku, Al,” lirih Varsha.

***


Jari-jari Al menari di atas layar ponsel tepat di roomchat dengan Varsha.

Varsha : Sha, keadaan lo gimana? Maafin gue ya buat yang tadi.

“Kak Al.” Shania berjalan mendekati Al.

Al menoleh pada Shania. Ibu jarinya menghapus pesan yang ditulisnya untuk Varsha.

“Kenapa? Kok belum tidur?” tanya Al.

“Aku kebangun tadi, mimpi buruk,” ucap Shania pelan. “Aku nggak berani sendirian, temenin ya.”

Al mengangguk pelan. Ponsel Al diletakkan di atas tempat tidur kemudian dia membawa Shania untuk kembali ke kamarnya.

AlvarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang