"Maaf ya, Al, lama."
Amara datang dari dalam rumah dengan senyum di wajahnya. Amara menoleh pada Varsha –masih dengan senyum yang dapat dilihat Al.
“Eh, Varsha, lo udah dateng,” ucap Amara yang memang sudah diberi tahu Al bahwa Varsha akan menyusul. Varsha membalas dengan senyum tipis.
“Maaf ya ada gue di sini. Lo nggak berpikiran cuma berduaan sama Al, kan?” tanya Amara dengan tatapan sinis dan senyum menjengkelkan –di mata Varsha.
Varsha mendengus sebal.
Al terlebih dahulu duduk di depan meja dengan lesehan di permadani yang cukup tebal. Menyusul Amara dan Varsha di kedua sisi Al.
Apa yang terjadi selanjutnya sungguh diluar ekspektasi Varsha. Al mengajari Varsha sebentar menjelaskan konsep dan contoh soal kemudian memberikan soal latihan pada Varsha.
Selanjutnya, dia mengerjakan sendiri soal untuknya bersama dengan Amara. Sesekali saling melengkapi jawaban, tersenyum bahagia, menghitung bersama. Bahkan beberapa kali dengan sengaja –walau yang keluar dari mulut Amara itu tidak sengaja, Amara memegang tangan Al. Al hanya tersenyum.
Tanpa sepenglihatan Al pula, Amara sempat melirik Varsha dengan senyum kemenangan di bibirnya. Sengaja sekali pamer kedekatan bersama Al di depan Varsha.
Varsha sendiri hanya duduk diam memperhatikan interaksi itu dengan tangan yang memutar-mutar pensil di tangannya. Marah yang terlihat di wajah Varsha. Varsha merajuk, terlihat dari bibirnya yang sudah maju beberapa senti dari tempat seharusnya.
Jika seperti ini, lebih baik Varsha tidak usah ‘malam mingguan’ dengan Al daripada harus menjadi nyamuk.
Dalam hati, Varsha terus mendumel menyalahkan Al yang tidak memberitahu jika ada Amara juga yang datang ke rumahnya. Dan juga menyalahkan Al yang hanya mempedulikan Amara. Lantas buat apa Varsha diminta ke rumahnya?
“Gimana?” tanya Al pada Varsha yang membuat dumelan di hati Varsha terhenti.
Al menatap buku Varsha yang masih kosong, putih bersih tanpa goresan pulpen ataupun pensil sedikitpun.
Al menghela napas pelan sedangkan Varsha yang bisa nyengir. “Nggak bisa? Sini gue ulangin lagi,” ucap Al.
Sedetik kemudian, Varsha menyadari ada yang aneh dari suara Al yang terdengar… lembut. Padahal biasanya saat cuma berdua dengan Varsha, suara Al tidak selembut ini.
Apa karena ada Amara? Apa selama ini Al selalu berkata lembut pada Amara sedangkan pada dirinya tidak?
Ah tiba-tiba mood Varsha berada paling dasar. Varsha jengkel. Tapi, kejengkelan Varsha hilang ketika Al mulai mengajarinya dan melupakan Amara.
Varsha menatap Al yang tengah mengajarinya lagi. Senyum mengembang di wajah Varsha yang tentu saja dilihat Amara dengan tidak suka.
Baru saja ingin bertanya pada Al agar Al tidak segera berpindah haluan pada Amara, tapi Amara lebih dulu bertanya pada Al karena tidak tidak mengerti –menurut Varsha itu hanya akal-akalan Amara saja agar Al bisa bersamanya, mana mungkin cewek yang terkenal cerdas dan biasa memenangkan lomba bisa terus-menerus bertanya soal pada Al. That’s impossible.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvarsha
FantasySetelah kedatangan Varsha Callista Valencia, Alfarellza Keandre Asvathama harus terjebak dengan gadis cantik yang terus mengejar dirinya tanpa malu tapi sialnya gadis itu justru selalu membuat hatinya menghangat. Tapi Al tetaplah Al. Bagi dirinya...