O1. Kak Jihan Yang Kuat

5.2K 319 65
                                    

Isaknya tertahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Isaknya tertahan. Sendiri. Malam. Gelap. Sunyi. Jihan ada di sana, meringkuk di balik kursi kemudi seraya menahan isaknya. Dengan berkas map berwarna biru kehijauan didekapnya di perut.

Untuk ke-lima kalinya bulan ini, presentasinya gagal lagi. Padahal, seingatnya, ia sudah memaksimalkan kinerjanya. Ia rela tidak tidur sepekan berturut-turut hanya demi ini semua.

Ia menatap lagi kain di dalam map biru tersebut. Mencoba meneliti mana letak tak bagusnya desain gaun buatannya. Ia sudah bekerja sangat keras untuk membuat konsep tersebut. Ia bahkan melukis batiknya sendiriㅡya, dengan sedikit bantuan Lillac.

Dering nada lagu Kill This Love berbunyi. Lantas ia memungut ponsel dari saku celananya. Dari Bunda.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam, Bunda? Kenapa?"

"Presentasi Kakak udah selesai? Gimana hasilnya?" tanya lembut sang ibu bagai obat di telinganya. Membuatnya inisiatif menghapus jejak basah pada pipinya.

"Udah, Bun. Hasilnya lagi-lagi enggak baik-baik aja," jawabnya seadanya. Jihan tersenyum sedih, takut membuat sang bunda kecewa.

"Oalah. Enggak apa-apa, Kak. Besok kita coba lagi, ya? Sini, pulang, tadi Aussie beli pizza. Makan bareng, yuk?"

Jihan benar-benar tak jadi sedih. Ia mengiyakan, lantas memutus panggilan sepihak. Kemudian balik ke kursi kemudi, menyetirnya pulang.

;

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam," Ketiga adiknya menjawab, kemudian mengerling ke arah pintu serentak.

"Weh, Kakak udah balik! Ditungguin, lho, Kak, dari tadi," sapa Lillac seraya mengecup tangan Jihan hormat.

"Gimana hasilnya, Kak?" Jingga bertanya, ketiganya benar-benar menunggu jawab dari si sulung. Sementara Jihan menghempas embus napasnya putus asa, "kayaknya bukan sekarang," jawabnya lesu.

"It's okay, Kak Ji. Kakak, 'kan, udah kerja keras. Kapan-kapan bisa dicoba lagi," Jingga turut bersuara, kemudian melempar senyum sehangat senja. Sehangat namanya.

"Iya, setuju! Kak Jihan enggak boleh sedih-sedih. Kalau Kak Jihan sedih, kita semua ikut sedih, nih," Lillac diperintahkan otaknya untuk pura-pura cemberut, yang malah membuatnya imut. Bak anak kucing.

"Iya, makasih. Btw, pizza-nya mana? Tadi kata Bunda, Aussie pesen Pizza?"

Ketiganya dengan bangga mempersembahkan sepotong Pizza keju untuk Jihan. Sebuah pencapaian besar bagi mereka—khususnya Aussie—dengan berhasil menyisakan satu potong dan tidak melahapnya kala Jihan masih dalam perjalanan.

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang