13. Tentang Menjadi Dewasa

1K 168 69
                                    

Kakak💓Assalamu'alaikum, Bunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kakak💓
Assalamu'alaikum, Bunda.
Jihan kayaknya bakal sering lembur.
Pulang malaaam banget. Mungkin sampai sepekan ke depan(?) Semoga enggak selama itu, sih. T^T
Izinin, ya, Bun. Makasih <3

Raina menghela napasnya. Baru sekali ia akan mengabarkan Jihan tentang sang nenek yang baru dikabarkan jatuh sakit tepat sepekan setelah balik dari Jakarta. Tapi ia lantas mengurungkan niatnya, memahami putri sulungnya yang sekarang sibuk.

Suaminya berencana menyusul ke Bogor. Tentu membawa keluarga. Takut kalau ada apa-apa, mereka tiada di sana. Tapi kemungkinan besar, Jihan tak akan ikut serta. Kalau lebih baik, ia akan menyusul sendiri beberapa hari kemudian.

Anda
Wa'alaikumussalam. Iya, Kak
Bunda izinin.
Semangat kerjanya, ya, Sayang.
Semoga berkah. Aamiin! 😊❤

Huft. Raina masih terlalu kaget, Jihannya tahu-tahu tak di sisinya 24 jam lagi.

;

Secangkir teh kamomil hangat yang dibawakan OB kantornya kini mulai mendingin, atau bahkan sudah bersemut. Sudah setengah jam Jihan tak menyentuhnya.

I-Mac di hadapannya dibiarkan menyala, sedang sang pemakai memijat-mijat pelipisnya. Kepala Jihan pening berat memikirkan proposal desain pakaian yang diminta kliennya. Sulitnya gila!

"Arghhh," Jihan menjambak rambutnya kecil, frustrasi. Pikirannya berawut-awut.

Ini sudah pukul sebelas malam, dan belum ada tanda ia akan pulang. Pukul segini, Jihan biasanya sudah bersantai di rumah, di kamarnya yang besar.

Jihan tak terbiasa memikirkan hal seperti ini tanpa Ayah, Bunda, dan adik-adiknya. Kala ia tengah kesulitan, Jingga ada untuk diajak bicara. Aussie siaga membantunya. Dan Lillac tak pernah pergi dari sisinya, jadi ia bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan enjoy.

Jihan tak terbiasa sendiri. Jihan selalu punya bahu.

Tapi kali ini, ia bagai kehilangan adik-adiknya. Jihan pergi pagi sekali, lalu pulang larut malam. Di kantor, ia sedih sendiri, pusing sendiri, marah-marah sendiri, dan bahagia sendiri. Jihan belum terbiasa di dunia barunya.

Tapi tak apa. Lambat laun, ia akan biasa saja.

;

Pukul satu pagi, hari Jum'at. Iya, malam Sabtu yang biasanya ia, Aksa, dan Seila menikmati malam khusus self-reward itu ia lewatkan dengan duduk serius dengan tablet di dekapannya. Bekerja, bekerja, bekerja.

Tahu-tahu ponselnya berdering. Nama Bunda menghias layar ponselnya. "Halo, Bundaa?" sapanya.

"Assalamualaikum, Kak ...,"

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang