32. Rona Si Anak Bungsu

765 114 86
                                    

"Kalo enggak bisa ngelindungin dia, seenggaknya enggak usah nyakitin," titah Jingga dingin. Tangannya bersedekap di dada.

Di belakangnya, Sahira memijat bahu Jingga. Aussie bersandar di bahu Rona. Raka dan Nagara bersebelahan, menatap Yara penuh intimidasi.

"Jingga, sabar, Nak ...," Nagara menepuk paha Jingga. Namun tatapan sang ketua OSIS tak melembut juga.

"Lo udah ngasih apa aja, sih, ke Lillac? Kayak berhak banget manfaatin adek gue,"

Atmosfir sedetik setelahnya kian memanas. Pun tatapan kakak-kakak Lillac nan menghunus Yara tepat pada jiwanya. Tangannya gemetaran.

"Maaf, Kak ...," Ia menunduk, "Saya mau memperbaiki ini sama Lillac,"

"Alah, bilang aja mau pansos lagi, kan, lu?" Sahira memungkas, "Gigi lo sini gua gerus,"

"Pffftㅡ,"

"Bukan, Kak ...," Ia melirih, "Setelah semuanya, saya gabung sama sirkelnya Una. Tapi ternyata, ujung-ujungnya yang saya butuhin itu Lillac. Saya kadang enggak suka sama beberapa sikap Lillac yang mungkin enggak cocok sama saya, tapi pada akhirnya cuma Lillac yang bisa melengkapi energi saya. Cuma Lillac definisi temen buat saya,"

Ia mulai berbicara panjang. Dan semuanya diam demi mendengarkan.

"Saya saat itu sangat-sangat bodoh karena enggak sadar kalo salahnya itu ada di saya. Lillac sendiri bahkan berusaha ngecocokin sikap-sikap dia ke energi saya, dan dia juga berusaha menerima semua vibe saya yang kadang nggak cocok sama dia. Saya emang terlalu jahat buat Lillac. Yang salah itu saya,"

"THEN WHY THE FU*Kㅡ?" Aussie ngegas, lagi. Ia mengernyit tak suka, dalam-dalam sedalam dahinya bisa.

"Kami nggak pernah komunikasiin hal itu. Kecocokan yang nggak cocok lagi, kami nggak pernah rembug. Lately, kami sering debat. Tapi nggak sampai kelar. Jadi kami numpuk kekesalan satu sama lain, sampai puncaknya, Una ngedistraksi saya sampai saya ngelakuin hal kejam itu ...," cerita Yara. Tak pula meredamkan amarah Aussie yang kian bertambah.

"Okay, i have only a few friends. Atau bahkan nggak ada yang kayak Lillac. Tapi gua ngerti banget, kalo Lillac nggak berpikiran sama kayak lo. Dia berpikir sebaliknya," Aussie membuka kata.

"She's always so sensitive. Apalagi nyangkut lo. But she fuck*ng trust you! And she tried her best to fix all of this sh*t! Dan yang lo lakuin ke diaㅡ???" tambahnya.

"Lo gila. Jahatnya gila. Gua harap lo gabakal ketemu yang kayak Lillac lagi seumur hidup lo abis lo kehilangan Lillac," ujarnya, menghunus Yara sepenuhnya.

Yara menunduk semakin dalam lagi. Menyembunyikan wajahnya dari ain-ain tajam orang-orang marah yang seperti mengulitinya.

Ia sungguh-sungguh malu. Perbuatan bodohnya menjerumuskan ke dalam banyak hal merepotkan. Dan ia telah menyia-nyiakan berlian, kehilangannya untukㅡbarangkaliㅡselamanya.

Tapi ia benar-benar ingin memperbaiki segalanya. Ia sudah kehilangan pikiran kekanak-kanakannya, dan ia ingin mengembalikan hari-hari baik itu seperti dahulunya. Saat ia bernapas kembali, bersama Lillac. Tak apa-apa kalau setelah hukuman tersebut.

Ia tidak mau kehilangan Lillac.

;

"... Pohonnya tumbuh semakin tinggi, daunnya juga semakin lebat sampai bayangan di bawah meluas juga. Kelinci-kelinci semuanya langsung kumpul di satu tempat danㅡ,"

Diinterupsi ia oleh suara napas Aussie yang kian beraturan. Aussie tidur di bahunya setelah ia membacakan buku cerita anak-anak tersebut. Ia menepuk-nepuk bahu Aussie, hingga setelah dirasanya gadisnya pulas, ia pulang.

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang